Mohon tunggu...
Fikri Hadi
Fikri Hadi Mohon Tunggu... Dosen - Instagram / Twitter: @fikrihadi13

Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya || Sekjen Persatuan Al-Ihsan. Mari turut berpartisipasi dalam membangun pendidikan, sosial, ekonomi umat di Persatuan Al-Ihsan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membentuk Presidential Club atau RUU Lembaga Kepresidenan, Lebih Penting Mana?

11 Juni 2024   17:21 Diperbarui: 11 Juni 2024   17:24 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden ke 5, 6, 7 dan Presiden terpilih ke-8. Sumber: TV One News

Dewasa ini, terdapat suatu isu hangat dalam catur perpolitikan Indonesia. Presiden terpilih pada Pemilu 2024, Prabowo Subianto mengemukakan wacana untuk membentuk suatu wadah yang disebut sebagai 'Presidential Club', yang merupakan suatu perkumpulan yang terdiri dari presiden-presiden yang pernah menjabat di Indonesia.

Prabowo menginginkan agar para presiden terdahulu dapat bertemu secara berkala serta berdiskusi mengenai masalah-masalah strategis yang berkaitan dengan kebangsaan.

Wacana tersebut menimbulkan perdebatan di kalangan politisi maupun akademisi di bidang politik maupun Hukum Tata Negara. Ada pihak yang pro dengan memandang wacana tersebut secara positif. Harapannya, hal ini akan mempersatukan figur atau tokoh-tokoh bangsa, dalam hal ini ialah para Presiden terdahulu.

Namun ada juga yang kontra dengan dalih bahwa pemikiran tersebut bernuansa politik praktis semata. Lebih-lebih, kini Prabowo tengah menyusun kabinetnya ke depan serta memastikan transisi kepemimpinan dari Presiden Jokowi ke kepemimpinan Prabowo berjalan dengan lancar.

Menakar Urgensi Presidential Club dari Sudut Pandang Ketatanegaraan Indonesia

Wacana yang dikemukakan oleh Prabowo tersebut mungkin dari sudut pandang politik dapat membawa ke arah yang positif. Terlebih bila kita melihat hubungan antara satu presiden terdahulu dengan presiden terdahulu lainnya dapat dinilai kurang harmonis.

Hal ini bisa dilihat dari hubungan Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarno Putri dan Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono yang pernah berada pada situasi 'perang dingin', khususnya setelah Pemilu 2009 hingga akhirnya kembali bertemu pada saat Upacara Peringatan HUT RI pada Tahun 2017.

Lebih-lebih pada situasi politik saat ini, di mana Presiden Joko Widodo dinilai publik sedang tidak akur dengan Megawati serta partainya, PDI-P.

Oleh karena itu, wajar saja bila wacana tersebut disambut positif oleh sejumlah kalangan politisi dan pengamat politik untuk mencairkan suasana pasca tahapan Pemilihan Presiden 2024. Namun pertanyaannya, haruskah Presidential Club tersebut dilembagakan secara formal?

Bila mengacu pada sistem ketatanegaraan Indonesia, sejatinya hal tersebut tidak perlu dilembagakan. Mengapa demikian? Sebab dalam Konstitusi, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, sejatinya terdapat suatu lembaga yang khusus memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden yang disebutkan dalam Pasal 16. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006, lembaga tersebut disebut sebagai Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

Keanggotaan Wantimpres tersebut terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota dan 8 (delapan) orang anggota. Anggota Wantimpres sendiri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. 

Masa jabatan keanggotaan Dewan Pertimbangan Presiden berakhir bersamaan dengan masa berakhirnya jabatan Presiden atau berakhir karena diberhentikan oleh Presiden. 

Oleh karena itu, UU Nomor 19 Tahun 2006 menyebutkan bahwa paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Presiden terpilih dilantik, anggota Wantimpres harus telah diangkat oleh Presiden.

Bila Presidential Club dibentuk, maka hal tersebut akan menimbulkan tumpang tindih dengan lembaga Wantimpres tersebut. Bahkan nanti akan juga dipertanyakan kedudukan dari Presidential Club tersebut bila dilembagakan. Apakah masuk ke dalam rumpun kekuasaan Pemerintahan Negara yang berada di bawah seperti Wantimpres atau kekuasaan tersendiri dan sejajar dengan Presiden seperti lembaga Dewan Pertimbangan Agung yang dulunya pernah ada di Konstitusi namun pada akhirnya dihapus pada perubahan ke-4 UUD NRI 1945.

Alih-alih melembagakan Presidential Club dengan membentuk dasar hukumnya, alangkah lebih baik bila DPR bersama Presiden membahas Rancangan Undang-Undang Lembaga Kepresidenan yang sejak dulu telah diwacanakan.

Penataan Kepresidenan melalui RUU Lembaga Kepresidenan

Pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perselisihan hasil pemilihan Presiden, terdapat satu pendapat menarik terkait isu kepresidenan di Indonesia. Sebagaimana diketahui, suara hakim dalam mengambil putusan tersebut tidak bulat. Terdapat dissenting opinion atau pendapat berbeda dari 3 (tiga) hakim MK. Salah satunya dari Arief Hidayat.

Pada dissenting opinion tersebut, Arief Hidayat menyampaikan bahwa kedepannya perlu dibuat Undang-Undang Lembaga Kepresidenan yang memuat secara rinci dan detil uraian tugas pokok dan fungsi seorang Presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan.

Usulan tersebut sebenarnya telah mengemuka sejak lama, khususnya di awal-awal era reformasi. Bahkan yang menarik, sejatinya sudah ada draft RUU Lembaga Kepresidenan yang diterbitkan pada tahun 2001. Namun entah mengapa, sampai saat ini RUU tersebut tidak kunjung disahkan menjadi suatu undang-undang

Adanya Undang-Undang mengenai Lembaga Kepresidenan diharapkan dapat mengelaborasi lebih jauh batas-batas tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Presiden yang diberikan oleh UUD 1945. Memang secara eksplisit tidak ada perintah dalam UUD 1945 yang menyatakan agar dibentuknya suatu UU tentang Lembaga Kepresidenan. Namun, dalam UUD 1945 sendiri terdapat sejumlah pasal dalam UUD 1945 yang mengamanatkan pembentukan Undang-Undang berkaitan dengan hak, kewenangan, dan tugas-tugas Presiden. Alhasil, pengaturan yang bersinggungan dengan kewenangan, tugas, dan hak presiden tersebar dalam Undang-Undang.

Nantinya, RUU Lembaga Kepresidenan tidak hanya akan memuat secara rinci serta detail uraian tugas pokok dan fungsi seorang Presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan, melainkan juga tugas pokok dan fungsi seorang Wakil Presiden di Indonesia yang selama ini dianggap sebagai 'ban serep' semata bahkan belakangan dinilai hanya sekedar memperkuat elektabilitas ketika kontestasi Pemilihan Presiden.

RUU Lembaga Kepresidenan juga diharapkan dapat memberikan batasan-batasan kewenangan Presiden dalam menjalankan tupoksinya, sehingga diharapkan agar kedepannya tidak terjadi lagi penyalahgunaan kewenangan lembaga kepresidenan sebagaimana yang dikemukakan oleh sejumlah akademisi hukum serta Pasangan Calon Nomor Urut 01 dan 03 pada permohonan Sengketa Hasil Pemilihan Presiden yang lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun