Libur lebaran 2022 telah usai. Mayoritas masyarakat Indonesia sudah kembali ke tempat perantauan atau tempat bekerjanya sejak Senin, 9 Mei 2022, walaupun sebagian masih ada yang berada di kampung halaman dikarenakan adanya himbauan Work From Home dari Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara serta mundurnya jadwal masuk sekolah menjadi 12 Mei 2022.
Lebaran 2022 ini menjadi sangat spesial bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan pada lebaran ini, masyarakat diperbolehkan mudik setelah dua tahun tidak diperbolehkan mudik akibat adanya pembatasan mobilitas untuk menekan laju angka positif selama masa pandemi COVID-19.
Pemerintah beserta aparat kepolisian dan jajarannya sudah memprediksi bahwa arus mudik kali ini akan sangat tinggi. Oleh karenanya, berbagai kebijakan untuk mengurai kepadatan lalu lintas arus mudik direncanakan dan dilakukan agar tidak menimbulkan kemacetan panjang. Seperti ganjil -- genap maupun one way di jalan tol, walaupun kemacetan juga tak terhindarkan akibat tingginya antusiasme mudik kali ini.
Salah satu lokasi yang menjadi tempat menumpuknya kendaraan arus mudik adalah Pelabuhan Merak - Bakauheni. Kedua Pelabuhan ini menjadi akses utama bagi kendaraan yang ingin menyeberang dari Pulau Jawa menuju Pulau Sumatera ataupun sebaliknya.
Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah dan aparat untuk mengatasi penumpukan kendaraan di Pelabuhan Merak -- Bakauheni. Mulai menambah jumlah kapal penyeberangan hingga memfungsikan pelabuhan lain sebagai pelabuhan alternatif untuk penyeberangan. Namun penumpukan di Pelabuhan Merak tetap berlangsung.
Jembatan Selat Sunda : Solusi Jangka Panjang
Berbagai upaya seperti penambahan armada kapal penyeberangan dan lain sebagainya tersebut dikatakan sebagai solusi jangka pendek untuk mengurai kepadatan arus mudik. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana solusi jangka panjangnya?
Kita tahu bahwa di masa Pemerintahan Joko Widodo, infrastruktur di Pulau Sumatera dibangun sedemikian rupa. Salah satu hal yang fundamental adalah akses jalan, dengan dibangunnya Tol Trans Sumatera yang menghubungkan dari ujung selatan / tenggara Pulau Sumatera, yakni Provinsi Lampung dengan ujung utara / barat laut Pulau Sumatera, yakni Provinsi Aceh. Dengan dibangunnya Tol Trans Sumatera tersebut diharapkan arus logistik dari Jawa ke Sumatera ataupun sebaliknya menjadi lebih lancar dan cepat bila dibandingkan dengan menggunakan jalur Lintas Sumatera.
Namun yang harus dipikirkan juga adalah bagaimana solusi untuk mengatasi penumpukan di pelabuhan penyeberangan Merak -- Bakauheni. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pelabuhan tersebut menjadi akses utama bagi kendaraan yang ingin menyeberang dari Pulau Jawa menuju Pulau Sumatera ataupun sebaliknya. Kita juga sering mendengar berita bahwa sering terjadi antrian truk logistik di Pelabuhan Merak -- yang mana pada saat itu, Tol Trans masih belum sepenuhnya dibangun. Bisa dibayangkan, bagaimana apabila Tol Trans sudah sepenuhnya dibangun, namun akses antar pulau masih hanya mengandalkan Pelabuhan Merak -- Bakauheni.
Pelabuhan Bakauheni sendiri dibangun dan diresmikan pada 1980 untuk mempercepat penyeberangan ke Pulau Jawa, dari yang sebelumnya menyeberang dari Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung. Sehingga, penyeberangan yang semula ditempuh selama 12 jam menjadi 2-3 jam saja. Hal yang menarik, ketika mudik kali ini Pelabuhan Panjang difungsikan sebagai alternatif untuk memecah penumpukan di Bakauheni.
Berkaca dari arus mudik tersebut ditambah dengan realita bahwa sering terjadi antrean kendaraan logistic di Pelabuhan Merak -- Bakauheni, maka perlu dipertimbangkan gagasan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang sudah direncanakan sejak tahun 1960'an. Bahkan kajian awal mengenai studi kelayakan JSS sudah selesai dilaksanakan. Hingga puncaknya pada tahun 2013, tepatnya di Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), JSS mulai dikaji lebih serius -- termasuk terkait aspek pendanaannya.