Pernikahan atau perkawinan dengan wanita hamil yaitu yang dimaksud adalah menikahi seorang perempuan yang sedang hamil ( mengandung) entah itu yang menikahi seorang lelaki yang menzinahinya (menghamilinya) maupun bukan yang menzinahinya, perlu diketahui bahwa yang dimaksud disini bukan wanita hamil yang sudah mempunyai suami atau pasangan akan tetapi seorang perempuan yang masih lajang ( belum mempunyai suami )
Hukum menikahi wanita hamil
Madzab Hanafi
Menurut ulama' hanafi menikahi seorang perempuan yang sudah dizinahi dan tidak hamil hukumnya boleh begitu pula ketika menikahi wanita hamil hukumnya juga boleh serta akad perkawinan tersebut juga sah karena menurut pendapat imam Hanafi perempuan hamil karena zina tidak termasuk dalam wanita yang haram dinikahi maka menurut pendapatnya boleh dan sah-sah saja berdasarkan surat an-nisa' ayat 24
وَاُحِلَّ لَكُمْ مَّا وَرَاۤءَ ذٰلِكُمْ
"Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu"
akan tetapi walaupun boleh menikahi wanita hamil tetap tidak boleh menjamahnya atau berhubungan badan hingga wanita tersebut melahirkan anaknya.
Madzab Maliki
Tidak sah atau akad fasid menikahi wanita hamil sebelum dilahirkannya anak yang dikandung oleh perempuan yang hamil karena zina, namun ketika menikahi wanita zina atau dalam artian tidak hamil maka harus menunggu sampai tiga kali suci, tiga kali haid atau setara dengan tiga bulanan baru bisa dilaksanakannya akad pernikahan, berikut ini hadits tentang tidak bolehnya menggauli wanita hamil diluar nikah
فَلَا يَسْقِيْنَ مَاءَهُ زِرْعَ غَيْرِهِ
" maka jangan sampai dia siramkan air spermanya kepada janin milik orang lain"
Imam Maliki tidak memperbolehkan menikahi wanita hamil karena hadits tersebut karena kalau tetap dinikahi maka akad nikah tersebut fasid atau batal juga ada alasan lain yakni ditakutkannya percampuran nasab maka dari itu dalam madzab imam Maliki hukumnya tidak boleh menikahi wanita hamil atau zina
Imam Syafi'i
Dalam madzab Syafi'i berpendapat bahwa boleh hukumnya menikahi wanita hamil selama syarat dan rukun pernikahan terpenuhi serta boleh digauli wanita tersebut walaupun dalam keadaan hamil akan tetapi bolehnya berhubungan setelah akad nikah karena imam Syafi'i berpendapat bahwa wanita hamil bukanlah golongan yang haram dinikahi sesuai dengan Al-Qura'an Surat An-Nisa ayat 24
وَاُحِلَّ لَكُمْ مَّا وَرَاۤءَ ذٰلِكُمْ
"Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu"
Disini terdapat kesamaan dengan pendapat imam Hanafi yang telah dijelaskan bahwa boleh hukumnya menikahi wanita hamil akan tetapi juga terdapat perbedaan yakni dalam madzab Syafi'i boleh digauli wanita hamil diluar nikah yang sudah nikahinya dengan syarat dan rukun yang sah sedangkan pendapat imam Hanafi tidak boleh apabila si suami ingin menggaulinya harus menunggu wanita tersebut melahirkan anaknya terlebih dahulu.
Madzab Hambali
Pendapat imam Hambali terkait hukum menikahi perempuan zina dan hamil maka tidak boleh kecuali dengan dua syarat
- Sampai masa iddahnya selesai jika perempuan tersebut hamil sedangkan masa iddahnya yakni sampai melahirkan
- Bertobat dari perbuatan zina
اَلتَائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لا ذَنْبَ لَهُ
" orang yang bertobat dari dosa bagaikan orang yang tidak melakukan dosa "
Adapun hal yang perlu diperhatikan ketika menika wanita hamil
1. Jika wanita tersebut melahirkan anak perempuan maka si ayah tidak boleh menjadi wali nikahnya
2. Anak tersebut bernasab kepada ibunya bukan bin ayahnya
3. Anak tersebut tidak mendapatkan warisan dari ayahnya melainkan hanya dapat dari pihak ibu
4. Jika anak tersebut laki-laki maka tidak bisa menjadi wali suatu saat ketika menikah kan adiknya kelak
Dikutip dari kitabnya Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H