Mohon tunggu...
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama Mohon Tunggu... -

Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama (fikri)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kutukan Kamar Kost di Depan Kamar Agak ke Kiri

10 April 2011   09:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:57 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya juga ada cerita mengenai tetangga kost depan kamar saya. Ga depan - depan banget sih, depan agak ke kiri. Mungkin itu kamar kutukan di kost ini. Ngga, ngga ada cerita seremnya sih. Tapi penghuninya sering berganti. Kamar itu berjamur dan udaranya lembab serta kalau hujan bocor. Lengkap.

Dulu kamar itu diisi oleh pasangan suami istri. Suaminya di mana, istrinya di mana. Kayaknya si suami sedang mengambil master, pun si istri. Cerita tentang mereka saya singkat saja ya. Lagipula mereka jarang berada di kamar. Cuman sesekali. Dan template-nya selalu sama, pintu dibuka sedikit lalu si suami sedang mengetik dengan bantuan komputer. Mereka jarang bersosialisasi dengan penghuni kost lainnya.

Setelah mereka pindah, barulah cerita ini dimulai.

Selanjutnya, kamar itu diisi oleh gorila. Selain untuk melindungi identitasnya, sebenernya saya juga ga inget siapa nama aslinya. Lagi - lagi saya bilang, cuman orang beruntung yang namanya bisa saya ingat. Ya sebut saja gorila, soalnya saya yakin kalau ia dan gorila sedang jalan berdua pasti orang lain susah ngebedain yang mana gorila yang mana yang bukan. Apalagi kalau gorila benerannya dipakein baju dan celana pendek. Sulit. Yang ngebedain cuman bulu matanya. Haha, saya juga ga ngerti kok nulis apaan.

Okay, ceritanya begini, gorila ini termasuk angkatan muda. Kalau tidak salah angkatan 2008. Beda tiga tahun dengan saya. Tapi sungguh, besar badannya kualitas super, bukan kw. Tahu kulkas dua pintu? Nah badan dia sebesar kardusnya. Dan itu bukan lemak. Itu otot. Saya masih bisa bedain yang mana lemak dan yang mana otot. Hahaha bukan gara - gara saya meraba dadanya, tapi karena ia menggantung baju karate di depan pintu kamarnya.

Perkenalan dengannya terjadi ketika ia baru menempati kamar itu. Baru pindah. Baru pindah setelah dua bulan maksudnya. Asalnya dari Cilacap. Tak perlu diberi tahu pun saya sudah mengetahui kalau ia berasal dari daerah Banyumas. Betul! Karena logat eksotisnya. Atlet karate, katanya yang menjelaskan seragam putih tergantung di depan daun pintu. Ia membawa sesajen untuk saya dan Bagus, setandan pizza. Dia cerita kalau dia kuliah di salah satu universitas negeri di Jogja. Jurusannya agak aneh, saya yakin saya tidak salah mendengar kalau dia menyebutkan teknik karate. Ah entahlah.

Kepindahannya tidak berpengaruh apa - apa dalam kehidupan kost pada bulan pertama, selain parkir motor bertambah sempit. Motornya cukup besar.

Pada bulan kedua dimulailah distraksi itu. Si gorila ini punya pacar. Sebelas dua belas. Kita sebut saja beruang sawah. Kalau yang ini bukan karena saya ga inget atau melindungi masa depannya, tapi sungguh saya ga tau beneran siapa nama aslinya. Mereka tinggal sekamar. Di ruang sempit dua kali tiga meter persegi mereka tinggal berdua. Padahal mereka berbadan lebih besar dari rata - rata. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa di dalamnya. Mungkin kayak sarden model baru. Sarden primata.

Suara mereka keras. Oke, keras banget! Kayak berbicara langsung nempel sama kuping, tapi faktanya mereka berada di dalam kamar mereka sendiri. Parahnya lagi, kost saya ini berbentuk lorong tertutup. Jadi suaranya seperti menggema. Mungkin karena kekuatan pita suara berbanding lurus dengan ukuran tubuh.

Pertama, saya kira dia berbicara keras hanya sesekali saja. Tapi ternyata emang tabiatnya kayak gitu. Kalau ibarat knalpot berarti pita suaranya udah setelan racing. Saya jadi sering mengetahui apa isi obrolan mereka di dalam kamar. Saya ga niat menguping, tapi dengan sukarela gelombang suara itu sampai di kuping saya. Kalau sudah begitu biasanya saya duduk manis mendengarkan kalau dialog mereka sedang seru. Kalau tidak ya saya balas dengan menyetel musik keras - keras.

Pernah suatu ketika, telinga saya menangkap pembicaraan mereka. Kurang lebih seperti ini.

"Yaang, aku entuk izin melu turnamen karate, yaaangg!

"Hooh po? Selamat ya sayaaang!"

Atau seperti ini.

"Yaaang jupukke sabuun sing anyar kae loh!"

"Ora ah, jupuken dewe!"

"Aku kan adus, ra iso metu, mengko lantaine teles."

"Yo ben! Salahe dewe ra nggowo"

Bisa ngerasain apa yang saya rasakan? Ketika tidurmu terganggu lalu mendengarkan percakapan penting macam itu?

Saya juga pernah mendapati situasi mereka sedang menonton film yang baru mereka sewa. Saya yakin itu film horor karena mereka sempat menyebutkan judulnya. Waktu itu saya lagi pengen makan malam sama temen kost yang lain. Saya intip kamarnya ketika melewati lorong. Lampunya mati, hanya cahaya dari monitor komputernya.

Si gorila dan beruang sawah lagi jongkok di pojokan kamarnya. Berpelukan. Lalu adegan selanjutnya sama sekali ga terbayang di otak saya.

"Wedhi akuu, wedhiiii!" kata si beruang sawah.

"Aku yo wedhi yaaaang!"

Tiga detik kemudian.

"Asuuu! Hantune metuuuu, hantunee metuuuu!"

"Aaaaaarrgghhh!"

"Duuukk duuuuk duuuuk," si gorila memukul - mukul tembok gara - gara hantunya muncul dalam film.

Saya ngakak setelah menjauh.

***

Apalagi kalau sudah berantem sama pacarnya. Gorila versus beruang sawah. Mungkin kamu ngebayangin cuma berantem verbal. Adu mulut. Tapi percayalah, fisik juga terlibat. Mereka jadi lebih mirip partner sparring gulat daripada pasangan muda - mudi.

Tidur sore saya juga pernah terganggu gara - gara bunyi lemparan panci yang disusul dengan teriakan.

"Iki sopoooo?!" beruang sawah beringas

"Udu sopo - sopo, iki konco kampusku."

"Konco kok smsne koyo ngene?"

"Lah de'e nek sms pancen koyo ngono!"

"Ngapusi!"

"Grompyaaang!" panci lagi.

"Braaak!" si beruang sawah banting pintu, menangis di depan kamar, lalu pergi naik motor.

Keesokan harinya tidur sore saya terganggu lagi. Saya terbangun dan terdengar suara keras sekali.

"Duuuk duuuuk duuuuk!"

Si gorila sedang memukul - mukul tembok. Saya sudah pasrah. Lalu hal yang tidak terduga terjadi lagi. Gorila menangis. Sesenggukan.

"Aku wis adoh - adoh tekan kono, malah dicueki."

"Huuuuuuu."

"Asuuu! Bajingaaaan! Duuuk duuuuk duuuuk!"

Dinding tak bersalah menjadi samsak gorila. Kasihan. Gorila dan beruang sawah berantem akibat si beruang membaca isi pesan dalam ponsel gorila. Isi pesan dari perempuan lain yang dianggap beruang sawah mempunyai tendensi perselingkuhan. Situ yang cemburu, saya yang tidak bisa tidur siang, dan dinding jadi korban.

Bukan hanya panci yang menjadi instrumen perkelahian. Kadang - kadang helm. Saya pernah mendengar kalau si beruang menjerit kesakitan dan menangis setelah dilempar helm. Saya tahu kalau yang dilempar helm dari bunyinya. Suara khas yang ditimbulkan kalau helm jatuh. Suara si beruang lagi - lagi sampai kamar saya.

"Asuuu, aku ojo dibalangi helm toh. Loro awakku, suuu! Bajingaaaaaaaaaan!"

Saya memilih mengungsi dari ledakan vulkanik sesaat tersebut.

Saya masih ingat ketika bulan puasa tahun lalu. Mereka berantem hebat, lagi. Saya dan teman kost baru balik dari makan sahur. Terdengar bunyi ribut yang tak asing. Beberapa menit kemudian si beruang menangis sambil berlari kecil menuju motornya yang diparkir. Lagi - lagi karena helm mengenai kepalanya. Beruang sawah menghidupkan motornya dan bergerak meninggalkan pagar bangunan kost. Malah terlihat seperti atraksi. Beruang sawah menangis sambil naek motor.

Saya kembali ke kamar setelahnya. Si gorila sedang berisik, ia marah - marah di telepon.

"Awas, nek kowe koyo ngono, aku ra gelem karo kowe!"

"Kowe ra oleh rene meneh!"

"Iyoo kowe yo cen bajingan og, asuuu!"

Setengah jam, polusi suara berakhir. Saya tidur. Saya pikir mereka putus hubungan dan hidup saya akan tentram. Tanpa bising dari kamar depan. Ah bahagianya. Sepintas gambar pemandangan kebun bunga berwarna - warni dan kupu - kupu mungil terbang mencari madu. Sungai mengalir tenang, cahaya matahari memantul menyilaukan mata. Perempuan - perempuan sedang mandi sambil bercanda. Saya tidur nyenyak hari itu.

***

Saya bangun sorenya. Sambil menunggu waktu berbuka puasa, saya menyambangi kamar kost yang lain. Satu per satu, kecuali gorila. Selain tidak dekat, ada aura negatif yang muncul. Terakhir, saya menuju kamar yang berada di pojok untuk mengajak berbuka puasa. Ketika melewati kamar si gorila, visual yang tadi saya imajinasikan dan membuat tidur saya nyenyak lenyap seketika.

Gorila dan beruang sawah jongkok di pojok sambil menonton film horor.

"Asuuu hantunee metuuu!"

Selamat tinggal kupu - kupu dan taman bunga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun