Mbak Tari, penghuni kost ini juga, langsung saja memakai mukena kembali. Tadinya dia sedang sholat ketika peristiwa agak naas itu terjadi. Dia yang teriak meminta tolong. Dia kewalahan menghadapi Yani. Tapi apa daya, yang diminta tolong malah tergiur dengan aurat.
Dan munculah Mas Gatot. Mas Gatot adalah orang yang dituakan di kost. Dia ini sangat amat mumpuni, ciamik, lihai, juara nomer satu, untuk masalah selangkang. Lalu apa hubungannya dengan orang kesurupan? Err, si Yani adalah satu dari (seinget gw sih) enam teman kasur Mas Gatot.
"Panggil orang pinter! Panggil orang pinter!", Mas Gatot berteriak memerintah.
"Oke mas, aku berangkat", salah satu penghuni kost menyanggupi, sesaat seperti adegan sinema elektronik.
Sambil menunggu kedatangan orang pintar, seisi kost berusaha mengeluarkan energy yang masuk ke Yani. Dan kejadian absurd ini akan segera dimulai.
Kost gw ini termasuk kost laknat. Hahaha. Masing - masing KTP anak kost, menyebutkan agama mayoritas di dalamnya. Tapi yang melakukan ibadah bisa dihitung dengan jari. Bukan dengan jari jemari. Iya hanya seorang. Hahaha.
"Ayo ngaji, siapa tau ngaruh!"
"Siapa yang bisa ngaji?", pertanyaan yang sia - sia karena jawabannya sudah diketahui sebelum pertanyaan ini terlontar.
Dan akhirnya, dari kost ini terdengar lantunan ayat - ayat Al Quran. Tapi secara digital! Mas Gatot mencari mp3 ngaji di tumpukan piringan kompaknya. Setelah ketemu, knop speaker aktif yang tercolok langsung dengan computer dipasang maksimum. Hahaha. Si Yani tetap saja berteriak. Dengan itu gw dapet pelajaran moral ngaji digital tak direkomendasikan untuk menyembuhkan kesurupan.
Belum, keabsurdan ini belum selesai. Datanglah orang pintar yang dipanggil. Ternyata yang datang adalah sekomplotan anak masjid. Salah satunya adalah anak kampus gw. Okay, mereka langsung merangsek masuk ke dalam kamar perkara. Begitu melihat si Yani, mereka terperangah.
"Astagfirullahaldzim! Ana ga kuat ngeliatnya. Mas, antum - antum ada yang punya sarung buat nutupin auratnya?"