Mohon tunggu...
fikri fachriezal
fikri fachriezal Mohon Tunggu... Polisi - religius moderat progresif

religius moderat progresif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Menyentuh" Penjahat dengan Humanis, Efektifkah?

21 Juni 2021   21:39 Diperbarui: 22 Juni 2021   05:40 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mediasi restorative justice/dokpri

Dua bulan yang lalu, seorang ibu ditemani dua anak anak perempuannya datang ke Polsek Labuan melaporkan bahwa seseorang sering mengancam kehidupan mereka. Seorang lelaki paruh baya itu seringkali melewati rumah mereka sambil berteriak-teriak dengan melontarkan ancaman dan kata-kata kotor, bahkan pernah sambil membawa senjata tajam sejenis parang atau pisau.

"Tolong Pak Kapolsek, setiap saat kami merasa terancam, apalagi kalau dia sedang mabuk minuman keras" pinta sang ibu ketika bertemu saya di Polsek.

Akhirnya setelah seringkali lari dan bersembunyi ketika dicari oleh petugas, lelaki tersebut berhasil diamankan dan kedua belah pihak saya pertemukan di Polsek.

Sang ibu meminta agar lelaki tersebut diproses hukum agar ada efek jera dan tidak mengganggu mereka lagi. Setelah ditanya-tanya, ternyata kedua belah pihak ada hubungan keluarga. Ibu tersebut adalah tante dari lelaki tersebut. Persoalan harta warisan menjadi pemicu lelaki tersebut selalu mengancam mereka. Ia menganggap bahwa  rumah yang ditinggali ibu dan dua anaknya tersebut juga masih ada haknya.

Karena masih ada hubungan keluarga, saya menyarankan kedua belah pihak untuk menyelesaikan sengketa tersebut secara kekeluargaan dan agar lelaki tersebut tidak melakukan lagi ancaman-ancaman yang meresahkan.

"Diproses hukum saja pak, soalnya tidak mungkin dia berubah, berkali-kali dia selalu mengulangi perbuatannya" kata sang ibu.

Saya menyampaikan bahwa, tidak boleh kita menghakimi seseorang tidak mungkin berubah. Orang baik hari ini belum tentu besok masih tetap baik, demikian juga orang jahat saat ini mungkin saja akan berubah jadi orang baik di masa depan. Atas kehendak Allah lah nasib seseorang ditentukan. Manusia berupaya, Tuhan yang menentukan.

Kita tidak bisa putus harapan terhadap nasib seseorang, karena hidup ibarat roda pedati yang terus berputar. Kita tidak bisa terus melihat ke belakang, mungkin saja seseorang punya masa lalu yang hitam, tapi dari detik ini dan ke depannya jalan hidup setiap orang masih putih ibarat kertas yang belum ada coretannya. Kita sendiri yang menentukan apakah akan menjalaninya dengan kebaikan atau sebaliknya.

Singkat kata akhirnya mereka bersedia didamaikan, lelaki tersebut membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya dan bersedia di proses hukum jika melanggar serta akan dilakukan pembinaan oleh Polsek melalui wajib lapor dua kali seminggu.

Kepada saya lelaki tersebut menyampaikan terima kasih karena tidak diproses hukum dan mengakui terkesan dengan kata-kata saya.

"Sebenarnya saya orangnya keras pak, tidak bisa diatur, namun mendengar kata-kata Bapak Kapolsek, hati saya terketuk" kata lelaki itu.

Ternyata lelaki tersebut terkesan dengan kata-kata saya, bahwa seseorang tidak boleh menstigma seseorang tidak mungkin berubah. Seorang penjahat tidak mungkin menjadi penjahat selamanya. Ia merasa bahwa saya telah membuatnya yakin bahwa ia bisa berubah, di saat keluarganya sendiri tidak yakin akan hal tersebut.

Disini kita lihat bahwa setiap orang masih punya sisi untuk berubah lebih baik, termasuk seorang penjahat sekalipun. Mereka butuh dukungan untuk berubah, bukan terus dihakimi, dimarginalkan dengan penuh ketidakpercayaan. Alhamdulillah sampai saat ini sang tante sudah tidak pernah lagi mengeluhkan aksi keponakannya itu.

Pernah juga seorang anak usia belasan kami amankan karena mencuri kendaraan tantenya. Tantenya sudah putus asa karena kelakuan keponakannya tersebut sering berulang, barang-barang di rumahnya selalu hilang dicuri olehnya.

Ketika saya lakukan pendekatan dan berbicara dengan anak tersebut, air matanya berlinang sambil curhat tentang apa yang dialaminya. Ia mendambakan kasih sayang orang tua seperti anak lainnya, kedua orang tuanya telah bercerai dan meninggalkannya dibesarkan oleh sang nenek dan tantenya tersebut. Tidak mendapat bimbingan orang tua menjadi penyebab kenakalannya.

Pendekatan untuk mengetahui apa latar belakang seseorang melakukan pelanggaran hukum atau pidana memang sangatlah penting. Bukanlah satu-satunya tindakan represif yang berlebihan, arogansi dan pemidanaan bisa membuat seseorang mendapatkan efek jera.

Kadang para pelaku kriminal yang ditangkap merasa bahwa tidak ada lagi harapan bagi mereka menjadi orang baik, masyarakat sudah telanjur menganggap mereka adalah penjahat yang akan demikian selamanya. Di saat seperti inilah mereka perlu diberikan pencerahan. Seorang polisi patut untuk membantunya mengatasi keputusasaan mereka.

Mereka yang melanggar hukum termasuk para tahanan perlu pendekatan humanis dan persuasif untuk bersedia bertanggung jawab atas perbuatannya dan yakin bisa berubah dan menjadi berguna di masa depan. Kenyatannya, banyak orang-orang yang sukses saat ini dahulunya adalah mantan preman atau pelaku kejahatan. Mereka bisa sukses karena yakin bisa berubah dan lingkungan yang mendukungnya.

Seorang polisi tidak hanya bertugas sebagai penegak hukum, namun juga pengayom masyarakat termasuk juga bagi para pelanggar hukum. Polisi perlu kemampuan memotivasi dan merehabilitasi psikologi pelaku kejahatan.

Tindakan-tindakan humanis setiap insan Bhayangkara sangat diharapkan untuk mewujudkan polisi sebagai sosok panutan dan menginspirasi tidak hanya bagi masyarakat yang taat hukum tapi juga bagi mereka para pelaku kejahatan.

Apakah nanti polisi dianggap lemah?

Tindakan humanis kepada pelaku kejahatan bukan berarti tindakan yang tidak tegas atau lemah. Sepatutnya memang kita memanusiakan manusia. Jangan karena adanya kewenangan dengan seenaknya polisi bertindak berlebihan. Justru hal tersebut akan menambah ketidaksimpatikan. Tindakan represif atau kekerasan berlebihan bagi pelaku kejahatan sudah sepatutnya dihindari. Tindakan tegas dan terukur untuk melumpuhkan dilakukan kecuali jika sudah sangat membahayakan keselamatan petugas atau orang lain.

Apakah setelah seseorang melakukan tindak kriminal atau pelanggaran baru polisi bertindak? Tentu tidak.

Upaya preemtif atau pembinaan dan preventif atau pencegahan merupakan hal yang harus dilakukan. Pendekatan persuasif dan humanis terhadap mereka yang berpotensi melanggar hukum perlu dilakukan secara inovatif dan efektif, termasuk terhadap para mantan narapidana.

Demikian hal yang saya terapkan di wilayah hukum Polsek Labuan adalah pola pembinaan mengedepankan peran para Bhabinkamtibmas dengan mengamati orang per orang di tingkat paling kecil yaitu di desa binaannya. Pesan-pesan kamtibmas selalu disampaikan baik secara umum atau secara khusus bagi mereka yang dianggap berpeluang menjadi pelaku kejahatan karena adanya faktor-faktor tertentu. 

Jika suatu desa masih banyak kasus-kasus kriminal berarti perlu dievaluasi kinerja Bhabinkamtibmasnya, bagaimana pola pembinaannya kepada masyarakat terutama kepada mereka yang berpotensi menyebabkan gangguan kamtibmas.

Saya secara rutin menggelar diskusi atau dialog dengan para remaja masjid, karang taruna, santri pondok pesantren dan pramuka. Menitikberatkan pembinaan kepada pemuda sebab rata-rata pelaku atau pelanggar hukum di wilayah saya adalah berusia di bawah 20 tahun. 

Demikian pula tindakan preventif selalu diintensifkan dengan menggelar patroli dialogis secara selektif dan prioritas di wilayah-wilayah yang rawan terjadi aksi kejahatan, sehingga niat para pelaku tidak kesampaian untuk melancarkan aksinya. Para mantan narapidana atau mereka yang pernah terlibat masalah dilibatkan untuk ikut patroli atau kegiatan sosial lainnya dalam rangka merangkul mereka untuk peduli kamtibmas.

Jika terjadi permasalahan atau tindak pidana, upaya mediasi dan restorative justice diutamakan dalam penyelesaian perkara, terutama dalam lingkungan keluarga atau masih ada hubungan kekerabatan. Apalagi mengedepankan pencegahan permasalahan, pelaksanaan keadilan restorative dan problem solving merupakan salah satu dari 8 komitmen Bapak Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si dalam mewujudkan transformasi Polri yang Presisi; prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan.

Mediasi restorative justice/dokpri
Mediasi restorative justice/dokpri

Semoga dengan terus mengedepankan pendekatan humanis dan persuasif yang benar-benar menyentuh dari setiap anggota Polri, warga masyarakat akan semakin sadar dan taat hukum serta selalu bersama-sama bersinergis untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat yang mantap dan kondusif.

Dirgahayu Bhayangkara ke-75

Salam Presisi !!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun