Mohon tunggu...
Fikri Azardy
Fikri Azardy Mohon Tunggu... -

Huahahaha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam Mencekam Rumah Panggung

16 Februari 2014   17:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:46 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru saja dua hari dia disana, wajah yang seperti memenangkan sebuah undian pun sirna sudah tatkala dia tak menemukan apa apa disana. Dia pun frustasi dan duduk di jenjang beton di depan rumah panggung tersebut.

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Kreekk……….. Rogh pun spontan menutup tirai jendela biru ditangannya. Dia terkejut setengah mati karena tiba tiba perempuan tua itu menoleh ke arahnya. Tak dilupakannya saat di luar tadi wajah perempuan tua tersebut. Rambut putih beruban yang diikat kebelakang serta mata lelah dan kulit yang keriput menambah kesan angker wajah perempuan tua itu.

Duar………… petir menggelegar keras dan turunlah hujan lebat membasahi  suasana yang mencekam itu. Rogh mencoba mengumpulkan kesadaran akibat keterkejutannya tadi. Lalu dengan perlahan ia mencoba kembali melihat keadaan di luar. Tepatnya melihat perempuan tua tadi.

Perempuan tua tadi menghilang......

Sontak bulu kuduk Rogh berdiri samar-samar tatkala listrik padam bersamaan petir yang kembali datang. Perlahan namun pasti Rogh mencoba berpikir kemana perginya perempuan tua itu. “Bagaimana bisa ia menghilang begitu saja,” pikir Rogh kebingungan.

Walau hanya dengan sisa keberaniannya, ia mencoba mengambil telepon genggam di saku kanan celananya. Cahaya lampu telepon genggamnya itu cukup menerangi beberapa senti langkah rogh. Rogh mencoba menggapai lemari dapur dengan harapan menemukan sebuah lilin dan korek api.

Keberuntungan mulai menggapai Rogh. Di lemari dapur tampak satu pak lilin putih ukuran sedang ditemani sebuah korek api keluaran sepuluh tahun lalu. Ini dibuktikan adanya tercantum tahun 1990 disamping merek korek itu.

Hanya berbekal lilin satu pak cukup menerangi rumah panggung yang dihuni penulis berambut ikal tadi. Tiba-tiba Rogh teringat kembali pada sosok perempuan tua yang sempat hilang dari pandangannya. Dia pun bergidik ngeri, jangan-jangan perempuan tua tadi bukanlah manusia normal atau lebih tepatnya bukan manusia.

Rasa penasaran dan ketakutan pun bercampur menjadi satu tatkala Rogh mendengar suara aneh di luar sana. Rogh pun bergegas mengintip di jendela tadi.

Perlahan Rogh mengintip dengan seksama dan mencoba mendengar suara tadi. Rogh mendengar suara perempuan bernyanyi dengan bahasa yang tidak dimengertinya. Bukan bahasanya yang menarik perhatian Rogh. Tetapi iramanya menyayat hati dan seakan-akan menggapai pintu rumah panggung tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun