Muncul wajah perempuan tua di depan jendela Rogh mengintip tadi. Awalnya Rogh hanya diam. Beberapa detik kemudian Rogh roboh dibawah jendela bertirai biru tadi
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kicauan burung pagi itu mengayun-ayun seperti alunan melodi yang berirama. Rogh yang roboh mulai bangun dan berjalan sempoyongan ke arah kamar mandi. Ia mulai mengumpulkan kesadarannya setelah pingsan tadi malam.
Sejurus kemudian, tanpa pikir panjang Rogh langsung mengemasi barang-barangnya. “Aku harus pergi dari rumah ini,” rutuknya. Setelah berkemas selama setengah jam ia pun melangkah gontai keluar rumah. Setiba di pagar rumah, ia tercekat. Di ujung kanan pagar ia melihat sebuah dompet lusuh dan kantong plastik hitam yang telah robek sisi-sisinya.
Sontak hal tersebut menambah niat Rogh meninggalkan rumah itu. Dengan bergegas ia menuju stasiun mengerjar kereta pagi tujuan ke kota Tanazyla.
Di dalam kereta ia duduk di samping seorang pria tua berjenggot putih dengan perawakan sedang. Tampak kebijaksanaannya tertulis di raut wajahnya. Rogh menyadari kalau bapak itu mulai mengamatinya. Rogh pun memberikan diri bersuara “ Maaf, kenapa anda dari tadi mengamati saya sebegitu seksamanya, “ kata Rogh kebingungan. Pria tua berjenggot tadi menjawab dengan datar. “Kau mirip dengannya,” jawabnya.
“Mirip? Maksudmu?” Rogh kembali bertanya.
“Apa kau keturunan keluarga Bergham?” ujar pria tua tadi.
“Darimana kau tahu nama keluargaku?” kata Rogh yang tambah kebingungan.
“Namaku Demian, aku pernah bekerja pada keluargamu puluhan tahun. Mungkin tepatnya kakekmu, karena ayahmu tidak begitu mirip dengan kakekmu,” aku pria tua itu.
Setelah itu mereka mulai bercengkrama dan Demian mulai bernostalgia di kala ia bekerja pada keluarga Rogh. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan ini, Rogh pun menanyakan sosok perempuan tua yang bisa dikatakan mengganggunya semalam.