Jika syarat 1 (kesepakatan) dan 2 (kecakapan) tidak terpenuhi maka perjanjian dapat di batalkan karena dianggap tidak sah. Untuk syarat 1 dan 2 itu menurut syarat subjektif karena berkaitan dengan para pihak yang membuat suatu perjanjian.
3. Hal yang jelasÂ
Perjanjian yang sah harus memiliki objek yang jelas, yaitu hal atau barang yang diperjanjikan. Objek ini harus dapat ditentukan dengan pasti agar tidak terjadi kebingunguan atau ketidakpastian di kemudian hari. Oleh karena itu, objek yang diperjanjikan harus nyata dan jelas, baik itu berupa barang, jasa, atau sesuatu yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh salah satu pihak.
Contoh:
Jika seseorang berjanji untuk menjual barang, maka barang tersebut harus dijelaskan secara rinci, misalnya jenis, jumlah, dan kondisi barang tersebut. Jika objeknya tidak jelas, maka perjanjian itu bisa dibatalkan atau dianggap batal demi hukum.
4. Sebab yang Halal
Sebab dalam perjanjian haruslah halal, yaitu tidak boleh bertentangan dengan hukum, moral, atau ketertiban umum. Jika perjanjian dibuat untuk tujuan yang melanggar hukum atau yang bertentangan dengan kesusilaan, maka perjanjian tersebut dianggap tidak sah. Sebab yang halal ini penting untuk memastikan bahwa perjanjian yang dibuat tidak merugikan salah satu pihak atau masyarakat secara umum.
Contoh:
Jika seseorang membuat perjanjian untuk menjual barang terlarang seperti narkotika, maka perjanjian tersebut tidak sah karena bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Â
Jika syarat 3 (hal yg jelas) dan 4 (sebab yang halal) tidak terpenuhi maka perjanjian dapat di batalkan demi hukum, karena untuk menjaga kepastian dan keadilan dalam hukum. Sedangkan syarat 3 dan 4 merupakan syarat objektif karena berkaitan dengan isi di dalam perjanjian yang telah dibuat para pihak.