Mohon tunggu...
Fikri Al Amry
Fikri Al Amry Mohon Tunggu... Lainnya - Setiap entitas adalah guru, setiap nafas adalah medan ikhtiar

🇮🇩

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tarawih di Masjid di Tengah Covid 19, Dapat "Dipidana"?

25 April 2020   09:58 Diperbarui: 25 April 2020   18:09 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditengah merebaknya wabah covid19, Bulan suci penuh berkah Ramdahan telah datang menghampiri kita, tak ayal ini tentu menjadi ujian berat bagi ummat islam yang bakal menjalanakan ibadah-ibadah di bulan ramadhan.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam penanganan covid19 sebut saja dalam skala makro, penetapan darurat kesehatan melalui  keppres No 11 tahun 2020 yang selanjutnya  direspon melalaui  penetapan pembatasan sosial berskala besar yang ramai dan biasa salah dipersepsikan masyarakat sebagai lockdown.

Sebenanrya UU No 6 tahun 2018  tentang Kekarantinaan Kesehatan telah spesifik menjabarkan upaya penanggulangsan wabah melalui penyelenggaran kekarantinaan kesehatan yang dibagi menjadi karantina rumah, karantina wilayah ,karantina rumah sakit dan pembatasan sosial berskala besar.

Jika merujuk pada pemaknaan lockdown sesuai nomenklatur uu  no 6 2018, lockdown lebih tepat dimaksuddkan sebagai karantina wilayah, bukan pembatasan sosial berskala besar, lalu apa yang perbedaan mendasarnya? 

Sederhana saja jika karantina wilayah, maka tidak boleh lagi ada aktifitas diluar rumah dan kebutuhan pokok masyarakat harus ditanggung pemerintah selama karantina wilayah, contoh penerepannya sebut saja di kota Wuhan Cina, ataupun di negara-negara lain, Sehingga sampai saat ini tidak ada satupun wilayah indonesia yang secara formal melaksanakan karantina wilayah (lockdown). Sedangkan pembatasan sosial berskala besar sendiri sesuai pasal 59 ayat 3 paling tidak meliputi:

a. Peliburan sekolah dan tempat kerja.
b. Pembatasan kegiatan keagamaan dan atau
c. Pembatasan kegiatan ditempat atau fasilitas umum.

Salah satu komposisi dari  sebuah norma atau kaidah hukum positif haruslah disertai dengan sanksi yang mengikat, adapun jenis sanksi terdiri dari sanksi baik administrative, perdata hingga pidana, tak terkecuali dengan peraturan terkait kekarantinaan kesehatan.

Kita perlu berhati-hati dalam menanggapi penerapan PSBB, yang secara otomatis menghadirkan konsekuensi pembatasan sesuai pasal 59 ayat 3 diatas, perlu diketahui setelah disahkannya  PSBB ditingkat pusat tidak serta merta seluruh daerah di wilayah NKRI menjalankan pemberlakuan prosedur dan konsekuensi PSBB ini, karena penetapan suatu wilayah melaksanakan PSBB haruslah mengikuti regulasi hukum formil pelaksananya.

Gubernur, atau Bupati/walikota haruslah melakukan pengajuan pemberlakuan PSBB terhadap wilayah, sekalipun pengajuan ini pula tidak secara otomatis diterima melainkan harus memenuhi persyaratan ketat suatu daerah baru dapat disahkan memberlakukan PSBB diwilayah nya, jika diwilayah tersebut indikatornya terpenuhi baru ditetapkan pemberlakuan PSBB oleh  Menteri Kesehatan.

Beberapa hari kebelakang jagad media sosial diramaiakan dengan maklumat terkait penundaan ataupun peniadaan kegiatan keagamaaan atau kegiatan lain sebagaiamana prosedur PSBB baik yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah dan atau bersama Forkopimda di beberapa daerah tertentu, sebut saja di Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan. Lalu seberapa mengikat dan memaksa kah maklumat ini?

Kalau kita merujuk pada definisi KBBI maklumat diartikan sebagai pemberitahuan, dan pengumuman, sedangkan jika mengacu pada hierariki peraturan perundang-undangan Indoenesia tidak ditemukan peraturan dengan penamaan "maklumat", Lalu apakah maklumat terkait penundaan proses peribadatan dapat dijadikan dasar untuk melakukan langkah represif dan pemberian sanksi pidana?  

Pendapat penulis secara pribadi menjawab tidak, karena acuan pemberian sanksi haruslah didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.  Dengan begitu seidealnya maklumat hanya berisi pemberitahuan untuk diketahui khalayak ramai dengan tidak memuat norma  baru yang belum diamanatkan oleh Undang-Undang.

Lalu, bagaiamana misalnya keberlakuan maklumat untuk wilayah yang telah ditetapkan untuk memberlakukan PSBB, jawabannya maklumat itu bakal mengikat bukan atas dasar kehadiran maklumat itu, melainkan karena amanat dari pasal 59 ayat 3  Undang-Undang No tahun 2020 tentang Kekarantinaan wilayah atau peraturan lain yang terkait ,sehingga sector masing-masing dimungkinkan mengeluarkan maklumat sesuai kebutuhannya.

Instrument ini tentu bakal berbeda dengan wilayah yang belum ditetapkan memberlakukan PSBB, substansi penundaan atau pelarangan sholat tarawih di masjid melalui maklumat tidak bakal memiliki kekuatan mengikat, memaksa dan tidak memiliki konsekuensi hukum apapun. 

Maklumat dalam konteks ini juga tentu berbeda konteksnya jika dikaitkan dengan kewenangan diskresi yang dimiliki pejabat pemerintahan, sebagaiamana UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Sifat Maklumat hanya bakal sebatas anjuran ataupun himbauan semata dan dikembalikan pada masyarakat mading-masing.

Karena jelas bahwa prosedur terkait PSBB dijalankan secara resmi dan mengikat bagi daerah yang telah ditetapkan oleh Menkes, sekalipun terlepas dari opini pribadi penulis tentang opsi PSBB semestinya diberlakukan di seluruh Indonesia dalam jangka waktu tertentu guna menekan lebih cepat penularan wabah covid19. 

Toh instrumen-intstrumen pemerintah telah cukup disiapkan dalam hal ini seperti pengalokasian dana APBN hingga pemberian BLT 600 ribu per KK melalui dana desa, namun per hari ini masih sangat sedikit wilayah yang ditetapkan untuk menjalankan prosedur PSBB, meskipun demikian alangkah baiknya kita tetap berusaha melakukan pencegahan-pencegahan misalnya dengan menyediakan pemeriksaan kesehatan, tidak bersalaman-salaman dulu setelah Shalat, melakukan pemantauan terhadap musafir/ menyediakan lokasi khusus atau hal-hal lain yang dapat menjadi langkah-langkah preventif kita bersama. sekian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun