PENDAHULUAN
Studi historis islam dapat diselaraskan sebagai suatu kajian yang menarik dan sangat penting untuk dibahas. Musabab, serangkaian peristiwa sejarah dimulai dari era Salaf (kehidupan Rasul Saw,) sampai ke periode Khalaf (sekarang) terdapat banyak Ibrah (pelajaran) yang dijadikan acuan implementasi kehidupan sehari-hari (Maisyaroh, 2019). Kemudian, kajian ini sangat penting dipelajari, mengingat al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran islam, disamping itu juga terdapat berbagai informasi bernuansa sejarah, baik itu kisah tentang para nabi, orang-orang shaleh maupun kisah tentang orang-orang durhaka yang dapat dijadikan pembelajaran bagi umat manusia dengan meneladani bentuk kebaikannya dan menghindari segala keburukan yang ditampilkan dari kisah-kisah peristiwa historis tersebut (Lewis, 2022).
Dari sekian peristiwa sejarah yang terjadi, salah satu peristiwa menarik untuk dibahas dan penting untuk diluaskan adalah mengenai historisitas leadership (kepemimpinan) Khulafa ar-Rasyidin. Salah satu yang dibahas pada artikel ini adalah mengenai kekhalifahan ketiga yakni, Utsman bin ‘Affan (Maisyaroh, 2019). Secara khusus, artikel ini mengungkapkan terkait latar belakang khalifah, metode pengangkatan, kebijakan yang diambil, hingga prestasi yang diraih selama menjabat menjadi khalifah. Namun secara metodologis, artikel ini menggunakan pendekatan historis, sedangkan sumber data yang diambil melalui data tertulis terkait runtutan peristiwa sejarah yang termaktub dalam berbagai referensi (Mulyana, 2017). Berangkat dari korelasi objektifitas topik, penulis menemukan beberapa literatur terdahulu yang relate dengan artikel ini, sehingga membantu penulis membahas secara lebih luas dan komprehensif mengenai pengkajian metode pengangkatan dan prestasi khalifah Utsman bin ‘Affan. Beberapa literatur ilmiah yang digunakan sebagai perbandingan pustaka penulis.
Pertama, jurnal berjudul “Sistem Pemerintahan Islam di Bawah Kepemimpinan Khalifah Utsman bin ‘Affan Tahun 644-656 M”, yang ditulis oleh Sugiyanto, Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember (UNEJ), 2015. Bahasan penelitian ini masih bersifat general, yaitu hanya berkutat di latar belakang pemilihan dan sistem pemerintahan kekhalifahan ‘Utsman. Sedangkan perbedaan penelitiannya yaitu lebih berfokus terhadap lingkup metode pengangkatan khalifah sekaligus dibungkus dengan prestasi yang diraih selama menjabat menjadi khalifah, yang dihidangkan secara rinci. Kedua, jurnal berjudul “Profil Utsman bin ‘Affan dan Pemerintahan Nepotis”, yang ditulis oleh Syafri Gunawan, Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, IAIN Padangsidimpuan, 2018 (Al-Maqasid, 2018). Penelitian ini lebih mengerucut pada pembahasaan problematika konflik yang terjadi pada masa kekhalifahan Utsman bin ‘Affan yaitu nepotisme, sehingga tidak dikaji secara detail terkait bagaimana konsep metode pengangkatan serta prestasi yang diraih selama menjabat menjadi Khalifah dan itu menjadi alasan komparatif antara penelitian yang sudah ditulis penulis (Sunanto, 2007).
Dengan demikian, serangkaian peristiwa penting dalam historis islam tentunya mengantarkan kita untuk terus menggali kedalaman sejarah kejadiannya, termasuk rangkaian sejarah perkembangan islam masa khalifah Utsman bin ‘Affan (Fuad, 2014). Pengkajian tentang pendalaman sejarah akan kepemimpinan 'Utsman tidak bisa dijadikan acuan bahasan komprehensif, jikalau mengenyampingkan aspek terkait bagaimana latar belakang sejarahnya, baik itu latar belakang kebijakan maupun metode terpilih nya ‘Utsman bin ‘Affan sebagai pengganti 'Umar bin Khattab (Saebani;, 2013). Cerahnya nuansa keislaman sekarang ini sangat dicerminkan oleh kondisi pemerintahan islam dibawah naungan kepemimpinan khalifah Utsman bin ‘Affan. Hal tersebut dibuktikan dengan sistem kebijakan pengumpulan mushaf al-Qur’an, sehingga memudahkan umat islam kedepannya dalam mengkaji bahkan meneladani kitab suci Al Qur’an yang di implementasikan dalam kehidupan. Berangkat dari kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan ‘Utsman bin ‘Affan terkait susunan Rasm Utsmani, menjadi bukti langkah untuk menuju kemajuan islam yang lebih besar. (Bakar, 2008)
PEMBAHASAAN
Pada bagian ini dipaparkan mengenai hasil pembahasaan tentang lingkup sistem pemerintahan islam salaf dibawah kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan. Salah satu Critical Maping yang dapat dijadikan pendekatan terkait kemudahan penjabaran dalam nuansa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, yaitu dengan konsep tematik PMPA (Pra, Method, Policy and Achievement) :
Pra (sebelum pengangkatan khalifah)
Pasca wafatnya khalifah kedua ‘Umar bin Khattab (585-644 M), ‘Utsman bin ‘Affan terpilih menjadi regenerasi kekhalifahan ketiga. Dikenal dengan sebutan Abu Abdullah, bernama asli ‘Utsman bin ‘Affan bin Abi al-‘Ash bin ‘Umayyah bin ‘Abd al-Syams bin ‘Abd al-Manaf bin Qushay bin kilab bin Murrah bin Ka‟ab bin Lu’ay bin Ghalib, Al-Quraisyiy Al-Umawi Al-Makki Al-Madani, Abu ‘Amr (Mulyana, 2017). Lahir pada tahun 576 M di Thaif, 6 tahun setelah kelahiran Rasulullah Saw, ia juga berasal dari suku Bani Umayyah Makkah yang masyhur akan kekayaan dan kekuasaanya, serta merupakan Pasutri dari ayahnya (Affan) dan ibunya (Arwa binti Kuriz bin Rabiah bin Habib Abdisyam bin Abdi Manaf). Ditinjau dari segi keturunan, beliau masih senasab dengan Rasulallah Saw, bertemu di kakek kelima yaitu Abdul Manaf dari jalur ayahnya (A. Ibrahim & A. Saleh, 2014).
‘Utsman merupakan anak dari saudagar kaya raya, beliau masuk islam diusia 34 tahun, berawal dari kedekatan personal dengan Abu Bakr, sehingga tertunduk hatinya untuk masuk islam bersama sahabatnya Thalhah bin ‘Ubaidillah (595-656 M), walaupun ditentang dengan banyak siksaan ancaman dari pamannya Hakim, yang terus berkelanjutan hingga datang perintah dari rasul agar orang islam hijrah ke Habsyi (Adnan, 2019). Sejak kecil, ia dikenal dengan karakter yang tenang, pendiam, dermawan, suci lisan dan jiwanya, luhur akhlak dan mu’amalahnya sampai Rasulallah Saw, pun sangat mengangguminya. Oleh karena itu, ia dinikahkan dengan kedua putri Rasulallah Saw, yaitu Ruqayyah (598-624 M) dan Ummi Kultsum (603-630 M), sehingga beliau dijuluki Dzunnurain (pemilik dua cahaya) (Abstrak, 2014). Kedermawanan beliau dibuktikan dengan mengabdikan seluruh hidupnya untuk kepentingan umat islam, yakni terbukti pada perang Tabuk ia menyumbangkan 100 ekor unta, 50 ekor kuda, dan 1000 dirham, pada saat itu ia juga membeli mata air dari orang Romawi seharga 20.000 dirham guna bagi kepentingan umat islam.(Mubarok & Santoso, 2022).
Selama pemerintahan Utsman berjalan, banyak kemajuan yang sudah ia raih, disamping itu tidak sedikit pula polemik dan nuansa negatif yang merongrong di masa pemerintahannya, dramatisasi akan persepsi luar maupun argumen perlakuan penyelewangan terhadap ajaran islam sering dilontarkan terhadap 'Utsman bin Affan (Maisyaroh, 2019). Selain itu, beberapa elemen wilayah protes dengan kebijakan yang diasumsikan tidak sesuai dan bernuansa nepotisme, sikap oposisi yang datang dari hampir seluruh daerah bahkan ada yang melakukan pemberontakan terhadap kebijakan yang dikeluarkannya. Sehingga gerakan itu berakhir dengan pembunuhan khalifahan ketiga, ‘Utsman bin Affan (Wibowo, 2012) (Putra, 2016).
Method (metode pengangkatan)
Utsman adalah pemimpin ketiga umat islam di periode awal islam, menggantikan kepemimpinan ‘Umar bin Khattab. Pengangkatan ‘Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga, bukan melalui sistem bai’at seperti khalifah Abu Bakr (573-634 M), ‘Umar (585-644 M) dan ‘Ali (599-661 M), melainkan sistem 'formatur'.(Setiyowati et al., 2021). Disaat khalifah ‘Umar sedang sakit, beliau membentuk “Panitia Enam” (Ashabus Sittah), atau nama lain Majelis Syura’, anggotanya terdiri dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah (595-656 M), Zubair bin Awwam (594-656 M), Abdur Rahman bin ‘Awf (580-653 M) dan Sa’ad bin Abi Waqqash (595-674 M), yang secara fungsional ditugaskan untuk memilih penggantinya ‘Umar sebagai khalifah (Mulyana, 2017). Pasca wafatnya ‘Umar, persidangan tersebut terus berlangsung dipimpin oleh Abdurrahman bin ‘Awf bertempat dirumah ‘Aisyah (604-678 M), dalam sidang tersebut terjadi persaingan ketat 2 kandidat kuat antara golongan Bani Umayyah (‘Utsman) dan Bani Hasyim (‘Ali) yang juga bersaing pada masa jahiliyah (Mahdi et al., 2019).
Finalnya dari hasil sidang dan persetujuan dari kalangan masyarakat, ‘Abdurrahman bin ‘Awf menetapkan ‘Utsman sebagai khalifah. ‘Utsman ditetapkan sebagai khalifah pada bulan November 644 M/Muharram 24 H, sehingga menjadi babak baru pemerintahan umat islam untuk mengonstruksi kekacauan yang terjadi pasca wafatnya ‘Umar bin Khattab (Setiyowati et al., 2021). Dibalik terpilihnya ‘Utsman sebagai khalifah, tentunya ada faktor yang ditimbangkan, diantaranya:
- Segi senioritas, jika Ali diangkat menjadi khalifah tidak ada lagi kesempatan bagi ‘Utsman untuk menjadi khalifah sesudahnya dikarenakan faktor usia
- Segi pemilihan, menarik jabatan khalifah dari nasab Umaiyyah ('Utsman) jauh lebih mudah ketimbang ‘Ali, dari nasab nabi malah turut memberi bai’at kepada ‘Utsman
- Segi karakter, ‘Utsman yang lemah lembut sedangkan ‘Ali keras dan tegas sehingga masyarakat jenuh dengan pola kepemimpinan 'Ali nantinya yang mirip masa ‘Umar, (disiplin dan tegas)
Ditinjau dari dasar pertimbangan, alasan terpilihnya ‘Utsman sebagai khalifah. Poin 1 dan 2 bersifat politis sedangkan poin 3 berkaitan dengan karakter ‘Utsman yang lemah lembut, bukan tegas/bijaksana. Maka tidak heran masa kepemimpinannya dia terbukti tidak profesional namun tetap diakui bahwa beliau sangat terpercaya. Namun berangkat dari pemaparan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya metode pengangkatan khalifah ‘Utsman bin Affan yang digunakan yaitu sistem metode Formatur (kabinet). Maksud dari metode ini, yakni terbentuk suatu kumpulan tim kecil (organisasi) untuk melakukan musyawarah terkait sidang penetapan kandidat keterpilihan. Sehingga masih merujuk kedalam sistem demokrasi, yang berkaitan dengan kesepakatan mufakat dari perembukan untuk mencapai tujuan yang akan digapai (Madzkur, 2012).
Policy and Achievment (kebijakan dan pencapaian)
Selama 12 tahun ‘Utsman menjabat menjadi khalifah, maka ada beberapa hal yang dilakukan tercatat dalam sejarah sehingga menjadi prestasi dalam estimasi pemerintahannya, antara lain ;
- Ekspansi Wilayah Islam, di awal 1 tahun masa pemerintahan, ‘Utsman membasmi berbagai pemberontakan yang datang dari sejumlah daerah. Romawi Timur melanggar perjanjian dibuat di masa ‘Umar. Azerbajian dan Armenia melakukan perlawanan. Hingga akhirnya ‘Utsman mengutus panglima terbaiknya untuk membasmi gerakan pemberontakan. Walid bin ‘Uqbah (668-680 M) dikirim ke Azerbajian dan Armenia, Habib bin Maslamah untuk menghadang tentara Romawi di Syria. Pada masa ini, wilayah demi wilayah dikuasai oleh tentara muslim (al-Atsari;, 2010). Ekspansi wilayah islam mencapai perbatasan Sudan, India dan Cina. Adapun wilayah kekuasaan islam antara lain Kabu, Ghaznah, Balkan, Turkistan, Khurasan, Naisabur, Thus, Asia Kecil, Cyprus, Tripoli dan sebagian wilayah Utara, sehingga wilayah ini tunduk dan membayar pajak ke pemerintahan ‘Utsman di Madinah (Amrullah, 2019).
- Penyeragaman Mushaf Qur’an (Rasm ‘Utsmani), babak baru sejarah penulisan al-Qur’an, mulai pada masa khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Saat itu islam telah menyebar ke berbagai pelosok daerah maupun kota, setiap daerah tentunya telah tersebar berbagai bentuk bacaan al-Qur’an dari para sahabat yang mengajar mereka. Dimana di setiap daerah tersebut terdapat perbedaan pengucapan bunyi, huruf dan bentuk bacaan sehingga problema ini kemudian membawa mereka kepada pintu perpecahan antar sesama (Halimang, 2009). Menanggapi persoalan itu, ‘Utsman mengutuskan empat sahabat yang Dabit (kuat ingatan) hafalannya seperti Za’id bin Tsabit (610-665 M), ‘Abdullah bin Zubayr (624-692 M), Sa’id bin ‘As (623-679 M) dan ‘Abdurrahman bin Hisyam. Keempat sahabat tersebut ditugaskan untuk menyalin serta memperbanyak mushaf dan menyebarkannya ke berbagai wilayah, sedangkan mushaf lain yang beredar harus dibakar agar tidak terjadi percampuran riwayat (Khaeroni, 2017). Jadi dapat di ikhtisarkan, perbedaan motif antara Abu Bakr dan ‘Ustman dalam mengkodifikasi al Qur’an yaitu Abu Bakr khawatir jika al Qur’an akan hilang dikarenakan banyak para hafidz yang wafat dimedan perang. Sedangkan ‘Utsman khawatir dengan adanya perbedaan bacaan al Qur’an diberbagai daerah, diiringi sikap saling mengkafirkan antar kelompok mengakibatkan pertikaian/perpecahan semakin marak terjadi. Oleh karena itu, pengkodifikasian al Qur’an oleh ‘Utsman yang diberi nama Mushaf 'Utsmani dinisbahkan kepada namanya, sebagai bentuk penghormatan atas karya besarnya sehingga hal itu menjadi langkah tepat demi kemajuan islam kedepannya (Arfah, 2021).
- Angkatan Laut Islam Pertama, perlawanan armada laut Romawi menjadi tanda kelahiran pasukan tentara islam dimasa khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Minim pengalaman dalam berperang dilaut, membuat pasukan muslim dipimpin oleh ‘Utsman diselimuti perasaan gusar/cemas. Ketika khalifah ‘Umar masih ada, tentunya dia tidak pernah setuju untuk berpetualang dilaut. Berbeda dengan ‘Utsman yang sigap mengundang beberapa sahabat untuk berpetualang dilaut. Sehingga momen ini menjadikan kebijakan sekaligus prestasi pada masa pemerintahannya sebagai penyandang angkatan laut islam pertama didunia (Hakim, 2021).
KESIMPULAN
Berdasarkan telaah historis diatas, ‘Utsman menjadi pemimpin ketiga setelah Abu Bakr Ash-Shiddiq dan ‘Umar bin Khattab. Terpilihnya ‘Utsman sebagai Amir al-Mukminin melalui pengangkatan metode sistem 'formatur' (kabinet), hal itu tentunya berbeda dengan khalifah sebelumnya seperti Abu Bakr, ‘Umar bin Khattab dan setelahnya ‘Ali bin Abi Thalib melalui sistem Bai’at (ditunjuk). Selain itu, kekhalifahan ‘Utsman juga dapat dikatakan memiliki prestasi gemilang selama kepemimpinannya. Diantara prestasi yang paling monumental yaitu pengkodifikasian al Qur’an dari berbagai dialek menjadi satu. Pada tahun ia pula angkatan laut islam pertama kali dibentuk yang mengakibatkan penaklukan wilayah semakin luas sehingga secara otomatis pendapatan negara dari pembayaran upeti semakin bertambah dan berdampak pada kesejahteraan rakyat. Disamping itu, diparuh terakhir kepemimpinannya terjadi instabilitas politik karena banyak isu beredar terkait pemerintahan ‘Utsman, dimana mereka banyak mengasumsikannya sebagai pemerintahan nepotisme. Hingga dimulai dari situ ancaman, bentrokan bahkan pembunuhan terus digelorakan. Oleh karenanya, sangat tepat sekali jikalau kejadian historis dapat ditarik Ibrah (pelajaran)-nya sebagai bekal kontemplasi dan implementasi di kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
A. Ibrahim, Q., & A. Saleh, M. (2014). Buku Pintar Sejarah Islam: jejak langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini / Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh. 1–1218. //senayan.iain-palangkaraya.ac.id/index.php?p=show_detail&id=9685&keywords=
Abstrak, J. S. (2014). Sejarah Awal Islam Sampai Masa Khalifah Alrasydin. Te Deum (Jurnal Teologi Dan Pengembangan Pelayanan), 4(1), 121–149. http://ojs.sttsappi.ac.id/index.php/tedeum/article/view/79
Adnan, M. (2019). WAJAH ISLAM PRIODE MAKKAH-MADINAH DAN KHULAFAURRASYIDIN. CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman, 5(1), 85–102. https://doi.org/10.37348/CENDEKIA.V5I1.66
al-Atsari;, al-H. I. K. A. I. (2010). Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung.
Al-Maqasid, -----------------------------------------------------------------------------------------------Jurnal. (2018). PROFIL USMAN BIN AFFAN DAN PEMERINTAHAN NEPOTIS. Jurnal AL-MAQASID: Jurnal Ilmu Kesyariahan Dan Keperdataan, 4(2), 30–45. https://doi.org/10.24952/ALMAQASID.V4I2.1424
Amrullah, M. F. (2019). Sejarah Peradaban Islam; Madrasah Nidzam Al-Mulk. HUMANISTIKA : Jurnal Keislaman, 5(1), 41–56. https://doi.org/10.36835/HUMANISTIKA.V5I1.41
Arfah, A. (2021). OTOBIOGRAFI KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN. SINTESA: Jurnal Kajian Islam Dan Sosial Keagamaan, 2(1), 67–77. https://jurnal.kopertais5aceh.or.id/index.php/SINTESA/article/view/235
Bakar, I. A. (2008). Sejarah peradaban Islam.
Fuad, A. Z. (2014). Sejarah Peradaban Islam. http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/20103
Hakim, L. Al. (2021). Pendidikan Islam pada masa Khalifah Utsman Bin Affan tahun (23-35 H/644-656 M).
Halimang, S. (2009). Sejarah Peradaban Islam. Al-’Adl, 2(2), 61–78. https://doi.org/10.31332/ALADL.V2I2.867
Khaeroni, C. (2017). SEJARAH AL-QUR’AN (Uraian Analitis, Kronologis, dan Naratif tentang Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an). HISTORIA : Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 5(2), 195–206. https://doi.org/10.24127/HJ.V5I2.957
Lewis, B. (n.d.). The Arabs in history. 240. Retrieved December 4, 2022, from https://global.oup.com/academic/product/the-arabs-in-history-9780192803108
Madzkur, Z. A. (2012). Legalisasi Rasm ‘Uthmani dalam Penulisan al-Qur’an. JOURNAL OF QUR’AN AND HADITH STUDIES, 1(2), 215–236. https://doi.org/10.15408/QUHAS.V1I2.1325
Mahdi, I., Hidayani, I., Rizky Ramadhan, H., & Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan, J. (2019). METODE DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KHULAFAURRASYIDIN. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 8(01), 143–158. https://doi.org/10.30868/EI.V8I01.357
Maisyaroh, M. (2019). Kepemimpinan ’Utsman bin ’Affan dan ’Ali bin Abi Thalib. Ihya Al-Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Arab, 5(2), 176–185. https://doi.org/10.30821/IHYA.V5I2.5991
Mubarok, S. Z. S., & Santoso, S. (2022). Kebijakan Fiskal Pada Masa Utsman Bin Affan. J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah, 1(3), 240–244. http://ulilalbabinstitute.com/index.php/J-CEKI/article/view/309
Mulyana, A. (2017). Ade Mulyana Pembentukan Majlis Syura oleh Umar bin Khaththab untuk Menyelenggarakan Pemilihan Khalifah. Al Ahkam, 13(1), 21–46. https://doi.org/10.37035/AJH.V13I1.1752
Putra, A. A. (2016). Konsep Pendidikan Agama Islam Perspektif Imam Al-Ghazali. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah, 1(1), 41–54. https://doi.org/10.25299/ALTHARIQAH.2016.VOL1(1).617
Saebani;, A. K. B. A. (2013). Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Pertengahan / Ading Kusdiana. //senayan.iain-palangkaraya.ac.id/index.php?p=show_detail&id=9260
Setiyowati, A., Putri, C. J., Jannah, F. M., Rizaludin, M., Ad, A. ", Ahmad, U., & Yogyakarta, D. (2021). Kepemimpinan Islam Periode Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib). YASIN, 1(2), 262–274. https://doi.org/10.36088/YASIN.V1I2.132
Sunanto, M. (2007). Sejarah Islam Klasik : Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam / Musyrifah Sunanto. //senayan.iain-palangkaraya.ac.id/index.php?p=show_detail&id=4628&keywords=
Wibowo, A. (2012). Mencegah dan Menanggulangi Plagiarisme di Dunia Pendidikan. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public Health Journal), 6(5), 195–200. https://doi.org/10.21109/KESMAS.V6I5.84
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H