Mohon tunggu...
M. Fikran Pandya
M. Fikran Pandya Mohon Tunggu... Lainnya - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang gemar menulis, membaca, dan berolahraga. Fokus tulisannya meliputi psikologi, pendidikan, life-style dan studi kasus trending. Blog ini menjadi tempat berbagi pengetahuan seputar perkembangan mental, pendidikan, tips gaya hidup dan analisis kasus terkini. Follow @fikranpandya01 untuk ikuti pemikiran dan kontribusinya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Metode Pengangkatan dan Prestasi Amir al-Mukminin 'Utsman bin 'Affan

28 Juli 2023   23:00 Diperbarui: 29 Juli 2023   00:09 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Utsman adalah pemimpin ketiga umat islam di periode awal islam, menggantikan kepemimpinan ‘Umar bin Khattab. Pengangkatan ‘Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga, bukan melalui sistem bai’at seperti khalifah Abu Bakr (573-634 M), ‘Umar (585-644 M) dan ‘Ali (599-661 M), melainkan sistem 'formatur'.(Setiyowati et al., 2021). Disaat khalifah ‘Umar sedang sakit, beliau membentuk “Panitia Enam” (Ashabus Sittah), atau nama lain Majelis Syura’, anggotanya terdiri dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah (595-656 M), Zubair bin Awwam (594-656 M), Abdur Rahman bin ‘Awf (580-653 M) dan Sa’ad bin Abi Waqqash (595-674 M), yang secara fungsional ditugaskan untuk memilih penggantinya ‘Umar sebagai khalifah (Mulyana, 2017). Pasca wafatnya ‘Umar, persidangan tersebut terus berlangsung dipimpin oleh Abdurrahman bin ‘Awf bertempat dirumah ‘Aisyah (604-678 M), dalam sidang tersebut terjadi persaingan ketat 2 kandidat kuat antara golongan Bani Umayyah (‘Utsman) dan Bani Hasyim (‘Ali) yang juga bersaing pada masa jahiliyah (Mahdi et al., 2019).

Finalnya dari hasil sidang dan persetujuan dari kalangan masyarakat, ‘Abdurrahman bin ‘Awf menetapkan ‘Utsman sebagai khalifah. ‘Utsman ditetapkan sebagai khalifah pada bulan November 644 M/Muharram 24 H, sehingga menjadi babak baru pemerintahan umat islam untuk mengonstruksi kekacauan yang terjadi pasca wafatnya ‘Umar bin Khattab (Setiyowati et al., 2021).  Dibalik terpilihnya ‘Utsman sebagai khalifah, tentunya ada faktor yang ditimbangkan, diantaranya:

  • Segi senioritas, jika Ali diangkat menjadi khalifah tidak ada lagi kesempatan bagi ‘Utsman untuk menjadi khalifah sesudahnya dikarenakan faktor usia
  • Segi pemilihan, menarik jabatan khalifah dari nasab Umaiyyah ('Utsman) jauh lebih mudah ketimbang ‘Ali, dari nasab nabi malah turut memberi bai’at kepada ‘Utsman
  • Segi karakter, ‘Utsman yang lemah lembut sedangkan ‘Ali keras dan tegas sehingga masyarakat jenuh dengan pola  kepemimpinan 'Ali nantinya yang mirip masa ‘Umar, (disiplin dan tegas)

Ditinjau dari dasar pertimbangan, alasan terpilihnya ‘Utsman sebagai khalifah. Poin 1 dan 2 bersifat politis sedangkan poin 3 berkaitan dengan karakter ‘Utsman yang lemah lembut, bukan tegas/bijaksana. Maka tidak heran masa kepemimpinannya dia terbukti tidak profesional namun tetap diakui bahwa beliau sangat terpercaya. Namun berangkat dari pemaparan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya metode pengangkatan khalifah ‘Utsman bin Affan yang digunakan yaitu sistem metode Formatur (kabinet). Maksud dari metode ini, yakni terbentuk suatu kumpulan tim kecil (organisasi) untuk melakukan musyawarah terkait sidang penetapan kandidat keterpilihan. Sehingga masih merujuk kedalam sistem demokrasi, yang berkaitan dengan kesepakatan mufakat dari perembukan untuk mencapai tujuan yang akan digapai (Madzkur, 2012).

Policy and Achievment (kebijakan dan pencapaian)

Selama 12 tahun ‘Utsman menjabat menjadi khalifah, maka ada beberapa hal yang dilakukan tercatat dalam sejarah sehingga menjadi prestasi dalam estimasi pemerintahannya, antara lain ;

  • Ekspansi Wilayah Islam, di awal 1 tahun masa pemerintahan, ‘Utsman membasmi berbagai pemberontakan yang datang dari sejumlah daerah. Romawi Timur melanggar perjanjian dibuat di masa ‘Umar. Azerbajian dan Armenia melakukan perlawanan. Hingga akhirnya ‘Utsman mengutus panglima terbaiknya untuk membasmi gerakan pemberontakan. Walid bin ‘Uqbah (668-680 M) dikirim ke Azerbajian dan Armenia, Habib bin Maslamah untuk menghadang tentara Romawi di Syria. Pada masa ini, wilayah demi wilayah dikuasai oleh tentara muslim (al-Atsari;, 2010). Ekspansi wilayah islam mencapai perbatasan Sudan, India dan Cina. Adapun wilayah kekuasaan islam antara lain Kabu, Ghaznah, Balkan, Turkistan, Khurasan, Naisabur, Thus, Asia Kecil, Cyprus, Tripoli dan sebagian wilayah Utara, sehingga wilayah ini tunduk dan membayar pajak ke pemerintahan ‘Utsman di Madinah (Amrullah, 2019).
  • Penyeragaman Mushaf Qur’an (Rasm ‘Utsmani), babak baru sejarah penulisan al-Qur’an, mulai pada masa khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Saat itu islam telah menyebar ke berbagai pelosok daerah maupun kota, setiap daerah tentunya telah tersebar berbagai bentuk bacaan al-Qur’an dari para sahabat yang mengajar mereka. Dimana di setiap daerah tersebut terdapat perbedaan pengucapan bunyi, huruf dan bentuk bacaan sehingga problema ini kemudian membawa mereka kepada pintu perpecahan antar sesama (Halimang, 2009). Menanggapi persoalan itu, ‘Utsman mengutuskan empat sahabat yang Dabit (kuat ingatan) hafalannya seperti Za’id bin Tsabit (610-665 M), ‘Abdullah bin Zubayr (624-692 M), Sa’id bin ‘As (623-679 M) dan ‘Abdurrahman bin Hisyam. Keempat sahabat tersebut ditugaskan untuk menyalin serta memperbanyak mushaf dan menyebarkannya ke berbagai wilayah, sedangkan  mushaf lain yang beredar harus dibakar agar tidak terjadi percampuran riwayat (Khaeroni, 2017). Jadi dapat di ikhtisarkan, perbedaan motif antara Abu Bakr dan ‘Ustman dalam mengkodifikasi al Qur’an yaitu  Abu Bakr khawatir jika al Qur’an akan hilang dikarenakan banyak para hafidz yang wafat dimedan perang. Sedangkan ‘Utsman khawatir dengan adanya perbedaan bacaan al Qur’an diberbagai daerah, diiringi sikap saling mengkafirkan antar kelompok mengakibatkan pertikaian/perpecahan semakin marak terjadi. Oleh karena itu, pengkodifikasian al Qur’an oleh ‘Utsman yang diberi nama Mushaf 'Utsmani dinisbahkan kepada namanya, sebagai bentuk penghormatan atas karya besarnya sehingga hal itu menjadi langkah tepat demi kemajuan islam kedepannya (Arfah, 2021).
  • Angkatan Laut Islam Pertama, perlawanan armada laut Romawi menjadi tanda kelahiran pasukan tentara islam dimasa khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Minim pengalaman dalam berperang dilaut, membuat pasukan muslim dipimpin oleh ‘Utsman diselimuti perasaan gusar/cemas. Ketika khalifah ‘Umar masih ada, tentunya dia tidak pernah setuju untuk berpetualang dilaut. Berbeda dengan ‘Utsman yang sigap mengundang beberapa sahabat untuk berpetualang dilaut. Sehingga momen ini menjadikan kebijakan sekaligus prestasi pada masa pemerintahannya sebagai penyandang angkatan laut islam pertama didunia (Hakim, 2021).

Dokpri
Dokpri


KESIMPULAN 

Berdasarkan telaah historis diatas, ‘Utsman menjadi pemimpin ketiga setelah Abu Bakr Ash-Shiddiq dan ‘Umar bin Khattab. Terpilihnya ‘Utsman sebagai Amir al-Mukminin melalui pengangkatan metode sistem 'formatur' (kabinet), hal itu tentunya berbeda dengan khalifah sebelumnya seperti Abu Bakr, ‘Umar bin Khattab dan setelahnya ‘Ali bin Abi Thalib melalui sistem Bai’at (ditunjuk). Selain itu, kekhalifahan ‘Utsman juga dapat dikatakan memiliki prestasi gemilang selama kepemimpinannya. Diantara prestasi yang paling monumental yaitu pengkodifikasian al Qur’an dari berbagai dialek menjadi satu. Pada tahun ia pula angkatan laut islam pertama kali dibentuk yang mengakibatkan penaklukan wilayah semakin luas sehingga secara otomatis pendapatan negara dari pembayaran upeti semakin bertambah dan berdampak pada kesejahteraan rakyat. Disamping itu, diparuh terakhir kepemimpinannya terjadi instabilitas politik karena banyak isu beredar terkait pemerintahan ‘Utsman, dimana mereka banyak mengasumsikannya sebagai pemerintahan nepotisme. Hingga dimulai dari situ ancaman, bentrokan bahkan pembunuhan terus digelorakan. Oleh karenanya, sangat tepat sekali jikalau kejadian historis dapat ditarik Ibrah (pelajaran)-nya sebagai bekal kontemplasi dan implementasi di kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

A. Ibrahim, Q., & A. Saleh, M. (2014). Buku Pintar Sejarah Islam: jejak langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini / Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh. 1–1218. //senayan.iain-palangkaraya.ac.id/index.php?p=show_detail&id=9685&keywords=

Abstrak, J. S. (2014). Sejarah Awal Islam Sampai Masa Khalifah Alrasydin. Te Deum (Jurnal Teologi Dan Pengembangan Pelayanan), 4(1), 121–149. http://ojs.sttsappi.ac.id/index.php/tedeum/article/view/79

Adnan, M. (2019). WAJAH ISLAM PRIODE MAKKAH-MADINAH DAN KHULAFAURRASYIDIN. CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman, 5(1), 85–102. https://doi.org/10.37348/CENDEKIA.V5I1.66

al-Atsari;,  al-H. I. K. A. I. (2010). Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun