Mohon tunggu...
Fiki Rahmatina Nihriroh
Fiki Rahmatina Nihriroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional yang saat ini berada di tahun ketiga pendidikan. Tertarik dengan ilmu sosial politik seperti halnya apa yang telah saya pelajari di perkuliahan. Seorang social butterfly yang mudah beradaptasi dalam lingkungan yang baru. Selain itu, senang untuk belajar hal-hal baru guna meningkatkan kemampuan serta menambah ilmu yang saya miliki.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Diaspora Indonesia dalam Kehidupan Budaya Jepang

17 Mei 2022   11:15 Diperbarui: 17 Mei 2022   11:50 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto salah satu Diaspora Indonesia, Ilma Kreka Zeolita dengan Sensei. Ilma menggunakan bawahan kain batik khas Indonesia (Dokpri)

Kata diaspora merujuk pada warga yang migrasi ke luar negara asalnya (home country) menuju ke negara yang menjadi tujuan (host country) baik dalam rangka pendidikan maupun pekerjaan. Mereka, menjadi salah satu partner kerja pemerintah negara untuk mencapai kepentingan nasional melalui kerja sama luar negeri.

Indonesia, memiliki jumlah diaspora kurang lebih 8 juta orang yang tersebar di berbagai negara di belahan dunia. Salah satu negara tujuan Warga Negara Indonesia yang hendak bermigrasi ke luar negeri yakni Jepang. Diaspora Indonesia di Jepang menduduki peringkat 11 jumlah orang asing yang tinggal di negara matahari terbit tersebut. Mudahnya, pergerakan Masyarakat Indonesia yang hendak ke Jepang menjadi dampak positif kemitraan Indonesia dengan Jepang yang terjalin beberapa tahun terakhir.

Perbedaan budaya yang dimiliki Indonesia dengan Jepang, terkadang menjadi tantangan dan pengalaman menarik bagi para diaspora yang memutuskan untuk tinggal sementara waktu di sana. Dari cara bekerja, cara belajar hingga culture dalam kehidupan sehari-hari membuat para diaspora menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada di Jepang.

Tak ayal, perbedaan tersebut membuahkan tantangan tersendiri serta pengalaman berharga dan menarik dari Diaspora Indonesia yang hidup berdampingan dengan Budaya Jepang.

Salma Haq, Mahasiswi salah satu Universitas di Yogyakarta yang berkesempatan untuk mengikuti internship di Perusahaan Bakery Jepang berbasis dessert and cake, Domremy. Co. Ltd.

Salah satu tantangan pertama yang dihadapi oleh Salma saat tiba di Jepang yakni perbedaan musim. Saat itu, pada Maret 2020 tepat saat pergantian dari musim dingin ke musim semi, membuat suhu yang dirasakan cenderung lebih dingin dibanding Indonesia yakni berkisar 10-15 derajat celcius.

Selain itu, Salma menyatakan terdapat sedikit kesulitan dalam memahami kosa kata dan bahasa yang digunakan Masyarakat Jepang karena dialek dan cara berbicara mereka yang cukup cepat. Padahal sebelumnya Salma telah mempelajari Bahasa Jepang, akan tetapi memang bahasa yang ia pelajari lebih bersifat baku sementara yang digunakan adalah bahasa sehari-hari. Namun, Salma berupaya untuk menyesuaikan diri dengan rutin mendengar percakapan mereka dan mencoba untuk berbicara dengan rekan kerjanya yang merupakan masyarakat asli.

Perbedaan lainnya yakni cara kerja, baik dalam disiplin waktu hingga cara menghargai pekerjaan, cukup dirasakan oleh Salma selama kurang lebih 1,5 tahun berada di Jepang. Seperti yang kita ketahui, Jepang dikenal sebagai negara dengan masyarakat yang memiliki kedisiplinan tinggi terutama dalam ketepatan waktu.

“Saya sangat merasakan bagaimana orang Jepang menghargai waktu mereka dengan selalu tepat waktu. Jadi, kalau jam kerja dimulai pada pukul sembilan, maka pada jam tersebut harus sudah siap. Kita sebagai pekerja tidak boleh datang atau bahkan mulai terlalu cepat. Begitu pula saat istirahat, saya pernah masuk kembali ke bakery sepuluh menit lebih cepat. Setelah itu, saya ditegur dan disuruh untuk istirahat lagi,” jelas Salma saat diwawancarai.

Lain halnya kisah, Muhammad Arya Devanda, laki-laki berusia 24 Tahun yang bekerja di salah satu perusahaan penyepuhan listrik di Jepang.

Arya menceritakan mengenai kehidupannya sebagai orang Indonesia yang bekerja di Jepang dengan budaya kerja yang cukup berbeda. “Orang Jepang rata-rata bekerja secara prosedural. Jadi, mereka kerja benar-benar harus sesuai dengan prosedur yang ada, walaupun sebenarnya kita tau kalau ada cara yang lebih efisien,” kata Arya.

Masyarakat Jepang juga cenderung bekerja seakan mereka tidak kenal lelah. Selagi mereka masih mampu untuk bisa bekerja maka mereka akan terus bekerja. Arya juga mengungkapkan hal menarik, bahwa di Jepang walaupun seseorang sudah berusia lanjut, tetapi bila ia masih memiliki semangat bekerja dan kemampuan yang memadai maka ia masih di terima di perusahaan dengan jam kerja yang bersifat part time.

Hal ini, membuat Arya mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan cara kerja yang di sana, terutama rekan kerjanya. Namun, hal tersebut dinilai bisa menjadi faktor guna meningkatkan semangat para Diaspora Indonesia yang bekerja di sana dan barang kali bisa diterapkan di Indonesia nantinya.

Selama hampir 2 tahun Arya bekerja di Jepang, secara tidak langsung ia turut memperkenalkan Budaya Indonesia pada saat-saat tertentu.

“Pada saat briefing, terkadang rekan kerja asal Jepang penasaran dengan Budaya Indonesia. Saat momen tersebut, biasanya saya dan teman-teman satu negara sharing mengenai budaya-budaya yang ada di Indonesia,” kata Arya saat diwawancarai.

Hal ini tentu saja menjadi momen kebanggaan tersendiri bagi Arya untuk bisa memperkenalkan budaya negara sendiri ke masyarakat di negara lain.

Kisah menarik lainnya datang dari Ilma Kreka Zeolita, pelajar asal Indonesia yang meneruskan pendidikannya di Syusei Technical College, Jepang.

Dalam menjadi kehidupannya sebagai mahasisiwi asing di Jepang, bukan hal yang tidak mungkin bila ia sempat mengalami kendala. Namun, Ilma menyampaikan bahwa sebelum ia memulai pendidikannya, terlebih dahulu ia mengikuti sekolah bahasa yang membantunya untuk mempelajari Bahasa Jepang dan budaya-budaya yang ada di sana. Selain itu, melalui sekolah bahasa tersebut Ilma turut diajari bagaimana membuka buku tabungan di Bank, hingga mendapatkan asuransi sebagai warga negara asing.

Perbedaan mencolok yang dirasakan Ilma sebagai pelajar yakni dari segi tenaga pendidik. Di Jepang, para tenaga pendidik selalu mengajar dengan penuh passion dan transparansi materi yang akan diajarkan. Lalu, waktu belajar akan digunakan secara efektif, bilamana waktunya 90 menit maka selama itu akan terus diisi dengan materi. Bila, mereka akan presentasi maka sudah dipersiapkan di luar waktu tersebut.

Menariknya selama belajar di Jepang, Ilma selalu diberikan materi yang dimulai dari dasar atau dari akar-akarnya. Berbeda dengan di Indonesia, terkadang tenaga pendidik tidak menjelaskan dasarnya melainkan langsung ke inti hingga cara cepat untuk mendapatkan hasilnya.

Selain itu, Sensei (cara memanggil Guru di Jepang) tidak akan meminta para siswa melakukan sesuatu yang belum pernah diajarkan. Hal ini sering kali terkait dengan penggunaan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK).

“Sebagai contoh, dulu waktu di Indonesia kita tiba-tiba diminta membuat video terkait materi yang telah disampaikan. Padahal, beberapa dari kita sebagai murid, belum pernah bahkan ada  yang belum mengerti bagaimana mengoperasikan aplikasi video editing. Kalau di sini, kita akan diajari dulu baru penerapannya. Sama halnya dengan penggunaan microsoft, pasti diajari dulu dari dasarnya baru kita diminta untuk menggunakan,” jelas Ilma.

Sehingga, dalam beberapa waktu Ilma merasa beberapa teman sekelasnya kurang memahami bagaimana menggunakan aplikasi tertentu, berbeda dengannya yang saat di Indonesia sudah mempelajarinya terlebih dahulu secara otodidak. Hal ini, tentu saja dijadikan Ilma sebagai nilai plus dalam kegiatan belajar di sana.

Dalam hal lain, Ilma sebagai salah satu Diaspora Indonesia di Jepang turut serta dalam beberapa komunitas diaspora yang ada. Meskipun bukan menjadi pengurus tetap, Ilma terlibat dalam keanggotaan PPI Jepang. Ilma juga menjadi salah satu anggota Muslim Indonesia di Osaka serta PMIJ yang merupakan organisasi Muslim Indonesia di Seluruh Jepang.

Komunitas tersebut mengadakan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk mempromosikan Budaya Indonesia kepada Masyarakat Jepang. Selain itu, di masa sekolah bahasa ada event akhir tahun yang mana murid yang ada di sana menampilkan budaya masing-masing negara. Ilma bersama dengan teman-teman yang berasal dari Indonesia menampilkan tarian dan nyanyian asli Indonesia di depan orang-orang dari berbagai negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun