Fiki Nurfatimah, Meilan Arsanti, S.Pd., M.Pd.
Mahasiswa FE Program Studi S1 Manajemen Unissula, Dosen FE Unissula
Perempuan merupakan sosok yang memiliki sisi ganda. Di satu sisi, perempuan adalah makhluk yang indah. Keindahannya membuat lelaki takjub, bahkan tergila-gila. Namun, di sisi lain perempuan merupakan makhluk yang lemah. Sisi lemahnya perempuan digunakan laki-laki untuk merampas keindahan yang dimilikinya. Hal tersebut mengundang pro dan kontra sehingga persoalan perempuan merupakan pembahasan yang menarik untuk dibicarakan.
Budaya patriarki yang semakin tumbuh di kehidupan masyarakat menciptakan berbagai polemik yang menyebabkan diskriminasi terhadap perempuan. Masyarakat seringkali menempatkan perempuan pada strata sosial kedua setelah laki-laki. Hal ini disebabkan karena masyarakat menganggap bahwa laki-laki adalah makhluk yang paling berpengaruh dan memiliki andil yang cukup besar di lingkup sosial kemasyarakatan. Sementara itu, perempuan dianggap makhluk yang hidupnya sangat bergantung terhadap laki-laki. Akibatnya, dalam lingkup sosial perempuan tidak terlalu dianggap keberadaannya dan mulai timbul perlakuan kurang baik yang diterima oleh kalangan perempuan, salah satunya dalam bentuk kekerasan seksual.
Beragam persoalan di alami oleh perempuan di Indonesia. Perempuan kerap dianggap hanya sebagai pemuas nafsu, bahkan keperawanan dianggap menjadi simbol baik atau rusaknya seorang perempuan.
Ketidakadilan gender juga ikut serta dirasakan oleh kaum perempuan. Adanya anggapan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, cengeng, perasa, dan sensitif menimbulkan stereotip atau pelabelan yang sampai saat ini masih melekat pada pemikiran masyarakat Indonesia. Terdapat juga pelabelan di mana tugas pokok seorang perempuan adalah memasak, mencuci, mengurus rumah tangga dan lain-lain. Karena pelabelan itulah perempuan dianggap tidak sepantasnya melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki.
Tidak hanya pelabelan, tindak kekerasan juga turut dirasakan oleh perempuan. Kekerasan itu terjadi juga karena adanya anggapan perempuan adalah makhluk yang lemah sehingga dalam rumah tangga sering terjadi kekerasan baik secara fisik maupun secara psikologis. Bentuk kekerasannya antara lain pukulan, tamparan hinaan, bentakan, ucapan yang menyakitkan dan lain-lain. Hal itu sangat sensitif bagi seorang perempuan karena perempuan adalah makhluk yang sangat berjasa terhadap suatu hal yang dialaminya.
Seorang perempuan juga sering mengerjakan beban ganda atau tanggung jawab yang berlebihan. Misalnya saja memasak, mencuci, mengurus anak, melayani suami dan masih harus bekerja di luar rumah. Padahal sebenarnya pekerjaan rumah tangga juga masih bisa dikerjakan oleh suami. Tapi kebanyakan orang menganggap bahwa itu merupakan kodrat perempuan. Namun kenyataannya kodrat perempuan hanya 3 yaitu menyusui, melahirkan, dan menstruasi, selebihnya hal itu bisa dikerjakan oleh laki-laki.
Setelah pelabelan, kekerasan, dan beban ganda, juga sering terjadi pemigranan yang dialami oleh perempuan. Pemigranan atau marjinalisasi ini adalah sebuah perlakuan atau anggapan bahwa perempuan tidak dapat melakukan suatu pekerjaan tertentu karena adanya pelabelan yang melekat cukup lama dalam diri mereka. Misalnya saja seorang perempuan merupakan individu yang lemah sehingga dirasa tidak cocok melakukan pekerjaan seperti dalam bidang proyek jalan, gedung, dan lain sebagainya. Juga karena fungsi reproduksi yang dimiliki oleh seorang perempuan, maka seorang perempuan dianggap akan menghambat pekerjaan.
Perempuan banyak diremehkan keberadaannya, padahal tak sedikit juga perempuan yang cerdas dan mampu mengharumkan nama Indonesia. Seperti pemain bulutangkis ganda putri Greysia Polii dan Apriliani Rahayu yang merupakan pemain bulutangkis terbaik Indonesia. Mereka mampu dan berani mengekspresikan dirinya dan berhasil membuktikan tak ada batasan untuk perempuan.
Keadilan dan kesamarataan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia ini haruslah ditegakkan. Tidak seharusnya seorang perempuan dijadikan sebagai objek atau digoda oleh laki-laki, itu merupakan salah satu tindak pelecehan.
Sebenarnya perempuan dapat melakukan perlawanan terhadap laki-laki apalagi didukung oleh UU nomor 31 tahun 2014 yaitu tentang cat calling. Saat perempuan digoda oleh laki-laki dan seorang perempuan tidak nyaman akan hal itu maka ia dapat melaporkannya kepada pihak yang berwajib.
Dalam hal ini kita bisa melihat masih banyak terjadi perlakuan kurang baik yang dialami oleh perempuan. Tetapi banyak juga dari mereka yang mampu membuktikan bahwa perempuan tidaklah seperti yang dipikirkan oleh para laki-laki. Pemerintah juga tidak main-main dalam mengatasi permasalahan ini, sehingga permasalahan ini masih mampu diatasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H