Mohon tunggu...
Fika Rohmah
Fika Rohmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Dakwah pada Masa Nabi

27 Juni 2024   16:33 Diperbarui: 28 Juni 2024   17:15 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Oleh: Syamsul Yakin dan Fika Rohmah
Dosen dan mahasiswiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Problematika dakwah merupakan permasalahan yang muncul ketika para pendakwah atau dai hendak menyampaikan pesan dakwah. Permasalahan ini pun terjadi pada masa Nabi. Pertama, pada periode Mekah yang memakan waktu kurang lebih tiga belas tahun. Namun selama itu pengikut Nabi tidak berkembang secara signifikan. Tak disangka pengikut Nabi pada hari ini menembus angka 1,9 milyar.

Sejarah mencatat mereka yang pertama kali masuk Islam dari kalangan keluarga sendiri. Pertama, istri beliau yang bernama Khadijah binti Khuwailid (wafat 619 Masehi). Kedua, Ali bin Abi Thalib (wafat 661 Masehi) yang tak lain adalah sepupu Nabi. Saat itu Nabi masih berdakwah secara sembunyi-sembunyi atau dengan menggunakan strategi dakwah personal.

Selanjutnya disusul dari kalangan sahabat ada Abu Bakar Shiddiq (wafat 634 Masehi), Zaid bin Haritsah (wafat 629 Masehi), dan Utsman bin Affan (wafat 656 Masehi). Disusul tokoh-tokoh besar lain hingga mencapai 23 orang. Mereka inilah yang  dikenal sebagai as-Saabiqunal al-Awwalun (orang-orang yang pertama kali masuk Islam). 

Pada periode Mekah ini problematika dakwah Nabi yang paling terasa ada tiga, yakni Nabi diejek, disiksa, dan akan dibunuh. Secara politis, Nabi disingkirkan dari komunitas Quraish. Kaum kafir melakukan propaganda dan agitasi politik di tengah masyarakat Arab untuk memusuhi Nabi.

Problematika dakwah kian terasa ketika Nabi dan Khadijah diboikot secara ekonomi. Padahal keduanya dikenal sebagai  pedagang. Kaum menyatakan bahwa komoditas apapun yang dijual Muhammad agar tidak dibeli dan komoditas apapun yang dibeli Muhammad agar tidak dijual.

Pada saat Nabi terpuruk, paman Nabi yang bernama Abu Thalib (wafat 619) yang melindungi Nabi. Abu Thalib sangat terpandang  dan disegani kaum kafir Quraish. Namun mereka justru memprovokasi Abu Thalib untuk menghentikan dakwah Nabi. Namun mereka tidak berhasil kendati mereka menawari Nabi dengan harta dan wanita.

Problematika dakwah di Mekah kian menjadi ketika istri beliau wafat. Inilah yang dalam sejarah dikenal dengan tahun kesedihan atau amul huzni yang terjadi pada tahun kesepuluh kenabian. Para ahli menulis bahwa setelah tahun kesedihan itu Nabi dihibur Allah dengan peristiwa Isra dan Mikraj. Tepatnya pada 620 Masehi.

Solusi yang diberikan Allah untuk mengakhiri problematika dakwah di Mekah adalah hijrah atau migrasi besar-besaran ke Madinah pada 622 Masehi. Sebanyak 75 orang ikut hijrah. Mereka terdiri dari 73 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Mereka inilah yang kemudian dikenal sebagai kaum Muhajirin.

Kedua, problematika dakwah Nabi pada periode Madinah. Periode  ini  berlangsung selama sepuluh tahun. Kendati lebih singkat ketimbang periode Mekah, namun kompleksitas masalah dakwah kian meningkat. Di sisi lain, keberhasilan dakwah Nabi meningkat pesat, kendati menyisakan hambatan dan tantangan.

Setelah membangun masjid Quba dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, dua masalah dakwah terurai.

Masalah pertama adalah masalah ibadah. Nabi memerlukan masjid untuk shalat karena perintah shalat sudah berlaku seusai Isra Mikraj. Masalah kedua adalah  kesenjangan sosial (social gap) antara kaum Muhajirin dan Anshar. Setelah mereka  bahu-membahu membangun pranata sosial, termasuk membangun pasar sebagai soko guru ekonomi.

Namun selain kaum Anshar, ada komunitas lain di Madinah, yakni Yahudi dan Nasrani. Ada tiga komunitas Yahudi di Madinah berkonflik secara internal, yakni Qunaiqah,  Quraizhah, dan Nadhir. Mereka dilarang untuk melakulan dua hal, yakni membunuh dan mengusir sesama mereka. Namun larangan itu tak diindahkan.

Tak pelak pada 622 masehi Nabi dan semua komunitas yang tinggal di Madinah membuat kesepakatan bersama yang kemudian dikenal dengan Perjanjian Madinah. Tujuannya adalah untuk membangun tatanan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Namun sayang Yahudi kemudian  melanggar perjanjian itu.

Kalau dipetakan, problematika dakwah Nabi pada periode Madinah menyasar empat persoalan. Pertama,  persoalan internal, seperti pembinaan akidah, syariah, akhlak, dan muamalah di kalangan umat Islam. Kedua, persoalan umat Islam dan Kristen Najran yang kemudian berakhir damai.

Ketiga persoalan umat Islam dan Yahudi yang memunculkan peperangan, seperti Perang Khaibar pada 629 Masehi. Keempat, problem yang masih muncul dari kaum kafir Mekah. Terbukti dengan terjadinya Perang Khandaq pada 627 Masehi dimana Yahudi bersekutu dengan kafir Quraish.

Untuk mengatasi problematika dakwah pada periode Mekah, Nabi melakukan serangkaian upaya seperti  membentuk sistem politik di Madinah hingga jadi Negara Madinah. Nabi juga memperkuat barisan militer dan tatana sosial-ekonomi  berdasar ajaran Islam.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun