Jika menganut fakta sekarang di mana misalnya di DKI orang Jawa lebih banyak dari orang Betawi, maka kalau mau primordialisme, kita bisa balik juga: orang Betawi tidak berhak mimpin DKI, yang berhak orang Jawa. Orang Betawi tidak ngerti budaya Jawa… Jadi jangan jadi gubernur di DKI.. Nah… !
Atau kita flash back dahulu penduduk Indonesia adalah penganut animisme dinamisme, sekarang banyak muslim. Berarti muslim adalah pendatang. Yang mimpin Indonesia harus penganut menyembah batu besar, pohon, roh nenek moyangkah?
Begitukah?
Tapi tidak begitu tentu saja, siapapun orang Indonesia boleh jadi gubernur di DKI, dan orang DKI boleh jadi gubernur di tempat lain… DKI wilayah pesisir yang sejak zaman dahulu silih berganti banyak etnis di situ. Yang penting didukung masyarakat dan bisa memimpin… Ijazah tidak menjamin orang bisa memimpin, tidak menjamin ia akan memperhatikan masyarakat… Saya lebih suka lihat saja track recordnya, ijazah no sekian lah.. Para pembuat facebook itu bukankah mereka hanya lulusan SMA, tidak lulus kuliah?
Maka sekarang bukan saatnya meributkan isu lama pribumi vs pendatang . Sekarang jamannya pribumi cs pendatang. cs an mewujudkan yang lebih baik...
"Kota ANU berbeda dengan kota ANA"
Hehe tentu saja, siapapun tahu ANU bukan ANA.
Banyak CEO sukses yang justru didatangkan dari luar. Pak Karno sendiri pendidikannya insinyur, bung hatta hukum…. bukan lulusan IPDN… Juga SBY adalah militer, bukan orang IPDN… bukan lulusan tata kota… Sutiyoso angkatan darat kok bisabisanya suruh mimpin sipil… apa tahu orang sipil? harusnya mimpin tentara.. Ali Sadikin angkatan laut… kok suruh mimpin Jakarta..(harusnya mimpin kapal )
Pemimpin tidak bekerja sendirian… Ia bukan 1 orang yang mengurusi segala yang dipimpinnya sehingga harus tahu segalanya.. Ia konduktor, bagaikan pelatih bola kalau suruh lari dan nendang bola lebih bagus yang dilatih malahan,,,
Lalu kalau begitu apa pemimpin itu? kalau menurut Joko Widodo:
“Pemimpin itu kalau ada masalah dia paling depan, kalau masyarakat bekerja ia di tengah mereka, kalau ada kesuksesan ia paling belakang menikmati.”