Berita tentang dugaan penembakan kepolisian terhadap enam anggota laskar FPI memang menjadi bahasan yang seru baik di media online maupun di pemberitaan dan diskusi radio.
Masing-masing, kini punya versi sendiri-sendiri. FPI merasa bahwa polisi menembak dan menyerang terlebih dulu, bahkan ada tuduhan bahwa polisi menculik 6 orang Laskar FPI kemudian dihabisi di tempat lain.
Tapi, tuduhan tersebut dipatahkan oleh saksi mata yang mendengar tembakan peluru di sekitar lokasi kejadian, tukang parkir di sekitar rest area tol yang tidak jauh dari TKP. Seperti diberitakan oleh Kumparan.com.
Sementara versi polisi menyebutkan bahwa para laskar ini dipersenjatai sajam dan senjata api seperti barang bukti yang ditunjukkan oleh pihak kepolisian. Sehingga karena anggota yang bertugas merasa terancam jiwanya, harus melakukan tindakan perlawanan.
Atas peristiwa tersebut, tentu saja masyarakat amat terkejut. Belum usai kasus korupsi dana bansos, muncul kejadiaan yang melibatkan ormas yang dianggap radikal selama ini. Punya "peran" dalam berbagai peristiwa politik, termasuk pemilihan Gubernur DKI tempo lalu yang menjadi motor demo berjilid-jilid.
Tak heran jika saat sang imam besar pulang, beberapa pemimpin daerah tak mau ketinggalan untuk sowan, meski diyakini beberapa orang bahwa kunjungan tersebut punya maksud tersendiri.
***
Beruntung beberapa ormas Islam bahkan tokoh tokoh nasional meminta masyarakat tidak terprovokasi dengan berita hoax. Apalagi sampai tersulut emosi dan melakukan tindakan yang membahayakan kedaulatan.
Yang menjadi pertanyaan adalah 4 orang laskar FPI yang melarikan diri. Kenapa mereka lari sementara teman-temannya dibiarkan meregang nyawa?
Dalam kondisi demikian umumnya mereka lari bisa karena terdesak atau memang sudah melihat situasi yang tidak berimbang.Â
Namun, jika anggota FPI merasa benar, seperti umumnya sikap mereka selama ini, seharusnya tidak lari. Pun jika sudah tahu bahwa lawannya adalah anggota kepolisian seharusnya mereka menyerahkan diri.