Bagi umat muslim di seluruh dunia tentu lebaran kali ini menjadi lebaran "new normal" yang paling berkesan. Bagaimana tidak, beberapa orang harus menjadi imam sebulan penuh untuk salat tarawih, dan pamungkasnya menjadi imam sekaligus khatib salat Idul Fitri 1441 H di rumah saja.
Pengalaman itu pula yang akhirnya saya rasakan. Meskipun mengimami keluarga sendiri, tapi ada rasa grogi sampai-sampai lupa salah satu ayat. Karena sudah lama dan tidak terbiasa menjadi penceramah, rasanya juga kaku lagi.
Namun, hal tersebut menjadi pengalaman yang berharga, tentu bagi seluruh umat muslim khususnya di Indonesia.
Sayangnya, beberapa daerah malah di kampung saya sendiri, masih ada yang menggelar salat ied berjamaah di lapangan masjid. Padahal kelurahan tempat saya tinggal termasuk zona merah. Entah apa yang ada di pikiran pak lurah dan pak camat yang tidak mengindahkan protokol kesehatan selama pandemi saat ini.Â
Amat disayangkan memang masih ada saja wakil-wakil pemerintah sendiri yang justru melanggar karena tujuan-tujuan terselubung di dalamnya. Ada yang bilang jika tidak menggelar salat ied berjamaah, maka akan berkurang pemasukan untuk kas masjid, wallahu alam.Â
Demi mentaati protokol kesehatan selama pandemi, keluarga saya pun memutuskan hanya salat ied di rumah saja bersama keluarga inti. Saya berjamaah bersama kakek dan nenek anak-anak serta kakak ipar dan anak-anaknya. Itu pun harus mengikuti protokol kesehatan dengan mencuci tangan terlebih dahulu serta memberikan jarak dan tidak terlalu sering bersentuhan.
Memang terasa ada yang berbeda, karena kami sekeluarga pun tidak bisa mudik, berlebaran di kampung halaman.
Alhamdulillah, keluarga di Bandung pun bisa memahami kondisinya. Wal hasil akhirnya kami hanya bisa berkangen-kangenan secara virtual dengan adik di Padalarang, Madura, hingga keluarga besar di Situbondo, Jawa Timur.Â
Lebaran tahun depan pun mungkin saja tidak ada jaminan akan kembali normal seperti sedia kala. Di tengah ketidakpastian seperti ini, yang bisa kita lakukan bersama adalah penuh harap agar biasa ditemukan vaksin dan obatnya sehingga semua bisa kembali beraktivitas seperti sedia kala.
Namun, melihat ulah dan perilaku masyarakat dalam menanggapi lebaran di saat pandemi seperti ini membuat kita mengurut dada. Ada yang masih marah-marah karena diberhentikan karena melanggar protokol kesahatan, ada yang menyeret-nyeret blokade jalan demi membuka akses dagangan, bahkan ada yang menyerbu syawalan dan departemen store demi baju lebaran.
Benar, semua pasti beralasan urusan perut tidak bisa kompromi lagi. Tapi, bukankah kita sudah ditempa selama sebulan penuh untuk berpuasa dan melawan nafsu perut? Jika demikian, barangkali puasa kita hanya mendapatkan lapar dan hausnya saja. Wallahu alam.
Mudah-mudahan lebaran yang telah kita lewati bersama ini tidak melahirkan klaster-klaster baru yang membuat para petugas kesehatan makin kepayahan. Sudah terlalu banyak korban yang jatuh akibat kebodohan dan sikap egois segelintir orang.
Kita berharap dan berdoa mudah-mudahan dalam kehidupan new normal nanti, benar-benar memberikan proteksi kesehatan dan kenyamanan bagi seluruh pihak. Kita harus banyak belajar dari negara-negara yang sudah mulai menerapkan kondisi "new normal" tetapi justru malah makin banyak yang tertular.
Hal itulah yang harus dipahami oleh semua masyarakat. Pemerintah pun sebenarnya galau dalam memutuskan kebijakan. Satu sisi harus mengutamakan kesehatan, di sisi lain perekonomian terancam tidak jalan jika terus-terusan dibatasi pergerakannya.
Jalan terakhir yang bisa kita lakukan hanya berdoa-berdoa dan berusaha semampu kita, berharap para ilmuwan, akademisi, dan para praktisi memberikan solusi di tengah pandemi seperti ini. Kita percayakan semuanya pada putra putri bangsa yang sudah melahirkan alat-alat serta teknologi untuk berperang menghadapi pandemi sembari kita menunggu dan memberikan dukungan kepada semua pihak yang sudah berjuang.
Mudah-mudahan, lebaran yang kita rayakan bersama ini menjadi momen batu loncatan kemenangan bersama dalam menghadapi pandemi. Amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H