"Ayah nanti nyusul ya, ayah harus ikut mengamankan ibu kota" kata Ayah kepada kami saat merencanakan mudik ke Semarang.
Ayahku adalah seorang polisi yang ikut menjaga keamanan Lebaran saat yang lain bercengkerama bersama keluarga.
Sejak kecil, aku sudah merasakan Lebaran tanpa ayah. Karena hampir jelang Lebaran, ayah kebagian tugas untuk berjaga. Barulah sehari setelah Lebaran usai, ayah biasanya ikut bergabung bersama kami.
"Tapi, ayahkan sudah janji mau temani adek ke rumah kakek dan nenek" kata adik perempuanku merajuk.
"Iya, ayah minta maaf ya. Tiba-tiba ayah harus tugas. Insya Allah ayah akan cepat pulang" timpal ayah sambil memeluk si bungsu.
Aku yang melihat adegan itu merasa getir. Ayah kerap kali mengorbankan waktunya demi tugas.
***
Dua hari jelang Lebaran, ternyata kerusuhan pecah. Ibukota dalam situasi siaga satu. Namun, di sela-sela tugas, ayah tetap memberikan kabar kepada kami yang sudah lebih dulu berada di kampung halaman.
Di ujung video call, ayah tetap tersenyum pada adik. Ayah terlihat lelah sekali dengan wajah penuh noda putih.
Sekali lagi Ayah berjanji akan bergegas pulang saat semua tugasnya usai.
Adikku perempuanku memang meminta ayah untuk berada di sisinya sejak lama. Terutama saat Lebaran.
Ingin rasanya kuungkapkan kalimat bahwa aku juga merindukannya. Tapi, lidahku tercekat.
***
Pukul 24.00 tengah malam, tiba-tiba datang dua orang berbadan tegap ke rumah kakek dan nenek.
Seketika tangisan ibu pecah. Aku hanya termenung dari balik pintu memahami apa yang terjadi.
Saat itu, entah kenapa pipiku basah. Sambil menatap adikku yang terlelap dengan foto ayah di pangkuannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI