Naga-naganya kalau memang Prabowo copas blek kampanya yang dilakukan om Trump, pesta demokrasi tanpa SARA itu cuma gombal doang. Lah, gimana gak gombal! Inget aja kasus rasis di USA saat Trump berkampanye melonjak tinggi.
Malahan kasus-kasus tersebut terang benderang dilakukan di tempat-tempat umum terutama di angkutan transportasi seperti bus dan kereta.
Kalau nonton video @ajplus, sampeyan pasti bisa lihat banyak banget tuh warga atau imigran berkulit gelap yang diperlakukan buruk sama mereka yang berkulit putih. Jangan salah, mereka yang dari Amerika Latin saja ada yang kena sentimen yang sama kok.
Coba deh bayangin kalau model kampanye "migren" Prabowo dibawa ke Indonesia. Apa enggak mengancam persatuan dan kesatuan yang selama ini diperjuangkan? Apa enggak berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa? Apa enggak mengancam Bhineka Tunggal Ika?
Indonesia beruntung sekali punya Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Karena inilah yang menyatukan perbedaan kita semua dalam "wadah" yang sama.
Kubu Prabowo sepertinya memang sudah kehilangan akal sehat dan kesadaran jika cara-cara seperti Trump seperti itu diimpor ke Indonesia. Baru aja kita adem dengan dibubarkannya HTI, yang mengimpor radikalisme dan bibit intoleran ke Indonesia. Jangan sampai ditambah dengan bibit SARA yang bisa membuat saudara saling bertengkar lagi.
Sudah cukup satu Trump untuk membuat dunia geger. Apalagi kalau ada Trump KW di Indonesia. Satu negara bisa lebih heboh lagi seperti kasus hoax Ratna Sarumpaet.
Jadi, mimpi Indonesia menjadi Macan Asia bagai pungguk merindukan bulan jika ditempuh dengan cara-cara yang mengancam persatuan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H