Berbagi di depan orang banyak kadang-kadang ada perasaan bangga. Hati-hati jika menjorok pada rasa riya atau merasa senang dipuji orang lain karena sudah bisa memberikan salam tempel, apalagi jika nilainya cukup besar.
Jangan jadikan pula salam tempel Lebaran sebagai sebuah kewajiban atau keharusan menjalankan sebuah tradisi Lebaran tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan. Jangan pernah beranggapan bahwa jika tidak memberikan salam tempel lantas tidak dianggap memiliki posisi dan kedudukan di mata keluarga lainnya.
Baca Kebiasaan Ayah Memberikan Hadiah Pada Saat Lebaran
Inilah mengapa salam tempel juga bisa jadi hal yang sangat sensitif. Untuk itu penting sekali bagi orang tua mendidik dan menginformasikan pada anak-anaknya untuk tidak membanding-bandingkan besaran salam tempel dari saudara yang satu dengan saudara yang lainnya.
Jangan pula menjadikan salam tempel membuat sikap kita menjadi berbeda. Baik pada yang memberi dan kurang ramah pada yang tidak memberi.
Jangan pernah meremehkan orang lain yang tidak bisa memberikan salam tempel Lebaran pada anak-anak kita karena kita tidak pernah tahu kesulitan apa yang sedang dihadapinya. Justru dalam kondisi saat itu, kitalah yang dituntut untuk membantu mereka yang kesulitan.
Bahasan salam tempel Lebaran tidak akan serumit ini jika semuanya menganggap salam tempel hanya sekadar berbagai kebahagiaan.
Sekedar info juga bahwa salam tempel bukan seperti sumbangan perkawinan yang "wajib" dikembalikan. Berilah salam tempel secara sukarela tanpa memperhitungkan apapun. Memberi dengan ikhlas dan menerimanya dengan lapang dada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H