Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Jangan Memberikan Salam Tempel Lebaran karena Gengsi Semata!

11 Juni 2018   22:51 Diperbarui: 11 Juni 2018   22:53 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (shutterstock)

Tradisi memberikan salam tempel pada saat Hari Raya Lebaran memang rasanya tidak bisa dipisahkan. Rasanya seperti ada sesuatu yang kurang jika pada saat merayakan kemenangan tanpa memberikan atau tanpa menerima salam tempel Lebaran.

Bagi anak-anak yang sedang belajar berpuasa, salam tempel Lebaran menjadi salah satu penyemangat. Meskipun sebagian orang kurang sependapat jika anak-anak diiming-imingi berpuasa dengan imbalan salam tempel.

Tapi, dalam sebuah konsep pendidikan, salam tempel Lebaran bisa dianggap sebagai sebuah reward bagi anak-anak yang berhasil menyelesaikan puasa Ramadan satu bulan penuh. Salam tempel Lebaran itulah merupakan simbol penghargaan terhadap anak-anak atas kerja kerasnya tak memandang dari nilai yang diberikan.

Baca 5 Orang yang Merugi di 10 Malam Terakhir Bulan Ramadhan

Salam tempel Lebaran juga bisa jadi momen bagi anak-anak untuk merayakan hasil kerja kerasnya. Setiap kerja keras memang pantas mendapatkan penghargaan yang layak agar mereka termotivasi dan siap menghadapi tantangan selanjutnya.

Namun, bagi yang sudah sadar dan melek keuangan. Justru salam tempel dijadikan sebagai momen untuk mengumpulkan uang agar bisa ditabung atau diinvestasikan. Tentu kesadaran seperti ini masih sangat rendah meskipun tetap ada segelintir yang melakukannya.

Jadi, tak ada salahnya jika memberikan salam tempel pada anak-anak atau kerabat kecil yang belum memiliki penghasilan demi membahagiakan mereka. Toh, salah satu inti dari kemenangan adalah berbagi kebahagiaan dengan orang lain apalagi dengan keluarga sendiri.

Masih ingat kan ceramah imam besar masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar tentang inti dari Al-Quran itu ada pada ayat pertama surat Al-Fatihah. Inti dari surat Al-Fatihah itu ada pada kata Arrahman dan Arrahim. Secara universal keduanya diartikan sebagai Cinta.

Jika kita mencintai seseorang tentu kita akan segenap tenaga membahagiakannya dan selalu membuatnya tersenyum. Maka, bagi saya salam tempel Lebaran juga merupakan bagian dari refleksi dan wujud cinta kita pada orang lain.

Baca Lebaran Pilih Belanja Daring atau Luring?

Bagi yang sudah bekerja dan memiliki penghasilan, salam tempel memang merupakan salah satu bentuk berbagi kebahagiaan. Setelah 12 bulan bekerja banting tulang, momen Lebaran inilah menjadi salah satu momen yang paling tepat untuk berbagi kebahagiaan.

Sumbernya tentu bisa dari THR ataupun dari tabungan. Apalagi jika bisa berbagi kebahagiaan pada mereka yang membutuhkan dengan jalan membersihkan harta lewat zakat, infak, sedekah dan wakaf. Ganjarannya akan lebih berlipat-lipat apalagi jika dilakukan pada saat bulan Ramadan.

Namun, kadang kala justru makna salam tempel Lebaran juga kini bisa jadi sudah bergeser menjadi salah satu bentuk atau cara menunjukkan status sosial dengan memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan orang lain.

Berbagi di depan orang banyak kadang-kadang ada perasaan bangga. Hati-hati jika menjorok pada rasa riya atau merasa senang dipuji orang lain karena sudah bisa memberikan salam tempel, apalagi jika nilainya cukup besar.

Jangan jadikan pula salam tempel Lebaran sebagai sebuah kewajiban atau keharusan menjalankan sebuah tradisi Lebaran tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan. Jangan pernah beranggapan bahwa jika tidak memberikan salam tempel lantas tidak dianggap memiliki posisi dan kedudukan di mata keluarga lainnya.

Baca Kebiasaan Ayah Memberikan Hadiah Pada Saat Lebaran

Inilah mengapa salam tempel juga bisa jadi hal yang sangat sensitif. Untuk itu penting sekali bagi orang tua mendidik dan menginformasikan pada anak-anaknya untuk tidak membanding-bandingkan besaran salam tempel dari saudara yang satu dengan saudara yang lainnya.

Jangan pula menjadikan salam tempel membuat sikap kita menjadi berbeda. Baik pada yang memberi dan kurang ramah pada yang tidak memberi.

Jangan pernah meremehkan orang lain yang tidak bisa memberikan salam tempel Lebaran pada anak-anak kita karena kita tidak pernah tahu kesulitan apa yang sedang dihadapinya. Justru dalam kondisi saat itu, kitalah yang dituntut untuk membantu mereka yang kesulitan.

Bahasan salam tempel Lebaran tidak akan serumit ini jika semuanya menganggap salam tempel hanya sekadar berbagai kebahagiaan.

Sekedar info juga bahwa salam tempel bukan seperti sumbangan perkawinan yang "wajib" dikembalikan. Berilah salam tempel secara sukarela tanpa memperhitungkan apapun. Memberi dengan ikhlas dan menerimanya dengan lapang dada.

Dzulfikar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun