Dari beberapa keunggulan tersebut nampaknya memang masyarakat mulai bergeser untuk berbelanja secara daring. Namun, ada juga yang masih mengandalkan belanja secara luring (offline) dengan alasan bisa mencoba barangnya agar tidak seperti membeli kucing dalam karung.
Sayangnya memang tidak ada promo cashback seperti yang ditawarkan oleh marketplace. Namun, keuntungannya, barang bisa langsung dibawa pulang dan bisa digunakan pada saat Lebaran tiba.
Bedanya, jika belanja online. Ada kemungkinan barang tidak terkirim tepat waktu, terselip, bahkan bisa salah alamat. Jika sudah begitu dipastiakan barang tidak bisa digunakan pada saat Lebaran.
Belanja online ataupun belanja offline memang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Sebagai contoh, istri saya sendiri sepertinya lebih banyak belanja secara online. Jikapun ada barang yang dibeli secara langsung, biasanya barang tersebut kebanyakan untuk hadiah.
Terus terang saya juga bukan tipe yang doyan belanja. Apalagi jika harus ke Pasar Tanah Abang meskipun kerap transit di Stasiun Tanah Abang.
Saya mending tidak beli baju daripada harus panas-panasan dan berjubel di Pasar Tanah Abang dalam kondisi berpuasa.
Tapi, itulah perjuangan keluarga. Perjuangan seorang ibu yang ingin anak-anaknya punya baju Lebaran. Baju Lebaran sepertinya memang cukup sakral dalam tradisi Hari Raya. Tak lengkap rasanya jika tidak mengenakan pakaian yang serba baru.
Bahkan istri saya cerita ada temannya yang beli baju sampai Rp 800 ribu satu setel. Itu baru satu setel lho. Hitung sendiri jika dia harus beli untuk semua anggota keluarganya.
Sisi positifnya roda perekonomian ternyata masih bergerak. Meskipun dolar naik, toh ibu-ibu tetap banyak yang berburu fesyen untuk memenuhi kebutuhan Lebaran.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!