Jika Anda mengetikkan frasa "Sahur on The Road" dalam situ pencarian google, saya yakin bahwa hasilnya lebih banyak didominasi dengan berita-berita tawuran. Tak ayal jika pekerjaan polisi pada bulan Ramadan semakin banyak. Selain harus berpatroli menjaga keamanan lingkungan juga disibukkan dengan mengatur arus lalu lintas jelang mudik Lebaran.
Awalnya memang tidak ada yang salah dengan kegiatan sahur on the road yang memiliki tujuan mulia. Namun, lambat laun justru sahur on the road berubah makna dengan memanfaatkan kegiatan tersebut sebagai ajang konvoi, ajang kekuatan yang tidak mengindahkan aturan di jalan raya.
Tak heran jika Sahur on The Road malah berujung dengan tawuran di jalan. Selain mengganggu, juga berpotensi menimbulkan korban. Tengok saja halaman Tribunnews yang memberitakan kegiatan sahur on the road yang membawa golok serta membawa pilok atau cat semprot di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.
Kegiatan sahur on the road kini malah dimanfaatkan oleh remaja tanggung untuk melakukan aksi-aksi tidak terpuji bahkan malah merusak fasilitas umum dengan mencorat-coret dinding jalan.
Selain itu berita Kompas.com pun menurunkan berita yang sama di tempat yang berbeda di daerah Jakarta Pusat. Aksi sahur on the road berujung bentrokan. Beberapa remaja diamankan petugas dengan bukti tiga buah cerulit. Siapa juga coba yang mau bagi-bagi sahur sambil bawa cerulit.
Jika sudah terjadi demikian, siapa yang diuntungkan dengan kegiatan sahur on the road seperti itu?
Aksi sahur on the road mungkin sudah saatnya dilarang sama sekali atau dilakukan dengan izin ketat dari kepolisian. Selama ini pihak kepolisian hanya sebatas memberikan imbauan larangan melaksanakan sahur on the road..
Baca Benarkan Mimpi Basah Membatalkan Puasa? Begini Jawabannya...
Oleh karena itu, untuk mencegah tindakan pelanggaran dan kriminalitas seperti vandalisme, bentrokan dan tawuran antar remaja, sudah saatnya kepolisian diberikan payung hukum untuk menindak tegas kegiatan sahur on the road yang tidak berizin.