"Lah, ini kok beda nopolnya bang?"
Sepertinya dia mulai paham. Akhirnya dia mengajak saya ke sebuah mesin dan melakukan pembayaran.
Jujur saya gak ngerti cara menggunakan mesin tersebut karena itu pertama kalinya saya lihat. Ternyata pembayarannya harus menggunakan uang elektronik.
Jadi, saya bayar ke tukang parkirnya dan tukang parkirnya yang menalangi dengan menggunakan kartu e-moneynya.
Ternyata dia memasukkan nopol kendaraan saya pada pukul 16.00. Artinya saya hanya dihitung parkir satu jam saja, iya cuma satu jam saja!
Tadinya saya mau protes, hanya saja karena ketinggalan sesi materi akhirnya saya tinggalkan Kang Parkir tersebut dengan perasaan dongkol karena telah dibohongi.
So, saya jadi sangsi jika ada kebijakan sekali parkir Rp 50 ribu di Jakarta mulai diterapkan terutama di beberapa jalan yang masih menggunakan mesin pembayaran.
Kenapa tidak kita balik, bagaimana jika pertumbuhan kendaraan pribadinya dibatasi? Bagaimana jika pertumbuhan kendaraan umumnya ditambah? Bagaimana jika keamanan dan kenyamanan kendaraan umumnya diperbaiki? Dan sejumlah alternatif lainnya yang harus dipikirkan untuk menjamin bahwa semua orang benar-benar yakin bahwa pemerintah serius untuk memperbaiki fasilitas transportasi umum di Jakarta.
Akur kan?
http://dzulfikaralala.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H