Kami komunitas kompasianer Tangerang Selatan Plus merasa beruntung karena dipertemukan dengan Dissa oleh kompasianer langganan juara Gapey Sandy. Saya sendiri kuper sekali baru tahu bahwa ada Café Fingertalk di Pamulang setelah membaca reportase lengkap ala Gapey Sandy sebelumnya.
Berangkat dari situlah bang Gapey mengusulkan untuk mengadakan event perdana Ketapels di Café Fingertalk Pamulang. Bagi saya inilah inspirasi sebenarnya. Mungkin kita sering mendengar bahwa banyak lulusan luar negeri yang tak mau kembali karena tidak ada lapangan pekerjaan dan memilih bekerja di luar negeri. Kembali ke Indonesia bagi para sebagian lulusan luar negeri itu memang pahit. Sudah tak dihargai pemerintah sendiri, berkarya pun kadang malah bisa dibui.
Baca juga Seminar Berdayakan Tuna Rungu, Ajang Perdana Ketapels
Lantas mengapa berbeda dengan Dissa? Saya hanya bisa menjawab ini hanya masalah persoalan panggilan jiwa dan dorongan hati. Saya acungi jempol untuk kerja keras, usaha dan pengorbanana Dissa mendirikan Café Fingertalk ini hingga bisa dikenal sampai mancanegara. Beruntung Dissa memiliki banyak koneksi di dalam negeri maupun di luar negeri sehingga Café Fingertalk ini menjadi salah satu contoh sukses pemberdayaan komunitas tunarungu di Pamulang, Tangerang Selatan.
Karut Marut Bahasa Isyarat di Indonesia
Sesaat sebelum acara jumpa blogger dimulai, saya sempat berbincang cukup lama dengan Pingkan C.R. Warouw. Dengan penampilan menarik, rambut bondol yang diwarnai merah, penampilan Pingkan memang sangat mencolok dibandingkan dengan tamu lain yang hadir. Sebagai seorang Interpreter yang tergabung dalam Indonesia Sign Language Interpreter (INASLI) Pingkan bicara blak-blakan tentang dunia bahasa Insyarat di Indonesia.
Ceritanya begitu menggebu sampai-sampai semua orang bisa menatap menja panas kami bak sebuah acara talk show ILC yang kadang isinya lawakan hahahaha. Bukan tanpa sebab kami diperhatikan semua orang yang sudah lebih awal hadir. Pasalnya ibu Pingkan ini biacara dua bahasa. Disaat berbicara pada saya yang bisa mendengar ini, dalam waktu yang bersamaan PIngkan mengerak-gerakkan tangannya memberikan isyarat pada salah satu tamu juga yang hadir disitu. Kebetulan tamu tersebut tunarungu.
“Bayangkan mas, di Jakarta saja ada empat bahasa Isyarat yang berbeda. Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur” seperti Pingkan agak lupa kalau Jakarta punya wilayah pusat dan Kepulauan Seribu. Tapi siapa yang punya data valid tentang keberadaan tunarungu di Indonesia. Memangnya BPS punya?
Baca juga Bikin Pusing, Terlalu Banyak Bahasa Isyarat di Indonesia.
Saat ditanya berapa jumlah populasi tunarungu di Pamulang saja Pingkan menggelengkan kepala sambil memasang tampak jelek. Sumpah saya hampir ngakak dibuatnya. Tapi begitulah gaya dan ekspresi seorang interpreter bahasa Isyarat. Begitu ekpresif dan dapat terbaca dari raut wajahnya.