Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ini Pangkal Kemacetan Pamulang Dua, Tangsel

6 Maret 2016   00:03 Diperbarui: 6 Maret 2016   16:22 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sreenshot Google Street"][/caption]

Sebagai Kompasianer Tangerang Selatan, tentu saya sangat bangga karena kami telah memiliki komunitas sendiri. Namanya KETAPEL. Jika diuraikan kurang lebih adalah Kompasianer Tangsel Plus. Komunitas yang didirikan pada awal tahun 2016 ini kini mulai serius digarap. Serius dalam artian kalau ngumpul ya makan-mana serius hahaha.

KETAPEL diketuai oleh blogger kawakan juga penulis buku, Kang Rifki Feriandi. Komunitas kami juga sangat beruntung karena dipandu dan dibimbing oleh blogger kharismatik, bang Gapey Sandy atau kerap dipanggil Gaper oleh teman-teman dekatnya. Tak kalah ketinggalan, sekretaris kami ibu Ngesti Moerni. Mantan pramugari pesawat kepresidan ini, kini aktif memberikan penyuluhan dan training sebagai aktivis lingkungan. Sedangkan seksi sibuknya mantan guide laskat Candi Cheto, saat para juara Kompasianer berkunjung ke Pabrik Deltomed di Wonogiri, mbak Agatha Mey. 

Kami berempat, saya, mbak Ani Berta, mbak Marla dan mas Agung hanya cadangan saja kalau-kalau dibutuhkan tim sorak. Kami juga beruntung loh, karena KETAPEL membernya adalah dua orang admin Kompasiana, kang Pepih dan om Kevinalegion. Jadi, di Kompasiana boleh lah mereka jadi admin. Tapi di Ketapel mereka tetaplah member belaka hahaha.

Ngomong-ngomong, biar gak disebut kompasinaer durhaka yang udah dibayarin jalan-jalan kemana-mana tapi gak nulis-nulis lagi, akhirnya jiwa saya terpanggil kembali untuk menulis. Iya, meskipun Kompasiana sekarang gak asyik. Gimana mau asyik, mau mindahin foto aja susah, mau embed iframe aja gak bisa. Gak nampil bok! Youtube, IG, sampe twitter gak bisa muncul di halaman Kompasiana. Hal ini sudah saya berikan komplen tertulis di facebook, kepada salah satu Admin yang ngajakin saya jalan ke Raja Ampat hahaha. Kampret banget kan saya!

Tapi, kali ini saya gak mau bahas lebih jauh hal itu. Ada hal lebih penting di Pamulang, ibukotanya Tangerang Selatan. Jadi, konon setelah ibu peri ini di kukuhan sebagai Walikota pada periode kedua, sampai saat ini belum terlihat sentuhannya membereskan kesemrawutan jalan di Pamulang. Untuk bicara proses pengecoran di Pamulang satu, bikin sakit hati. Saya salah satu korban yang jatuh karena keteledoran pegawai yang serampangan. Memperbaiki jalan tapi kesannya jadi ngacak-ngacak jalan Siliwangi Raya. Rasanya ada lebih dari sepuluh mobil yang terperosok karena proses perbaikan dan pengecoran jalan yang tidak dilengkapi dengan standar keamanan.

Lain lagi dengan hal tersebut, ada salah satu yang mengganjal buat saya. Hal ini justru tidak ada solusi yang nyata di lapangan. Aparat sepertinya kurang cerdas dalam menyikapi problem di lapangan. Utamanya adalah pengaturan lalu lintas di Jalan Maruga Pamulang dua. Kedepan, kantor Walikota justru akan pindah ke Jalan Maruga yang dulunya merupakan kantor Kecamatan.

[caption caption="Kemacetan di depan sekolah setiap pagi (dok.pribadi)"]

[/caption]

Pangkal kemacetan yang perama adalah dua sekolah yang berdapan di jalan. Ini posisinya seperti minimarket waralaba yang sedang bersaing. Mau tahu bagaimana macetnya tiap pagi? Naudzubillah deh.

Yang menjadikan saya aneh bin ajaib, mengapa kedua sekolah ini tidak membuat celukan jalan agar semua orang tua yang mengantar tidak menganggu arus lalu lintas ya? Lihat, di sisi sebelah kiri, justru yang dibuat malah tempat parkir. Sementara disitulah para orang tua menurunkan anak-anak yang sekolah. Belum lagi lalu lalang kendaraan roda dua yang tak henti keluar masuk gerbang sekolah. Tidak ada managemen arus keluar masuk yang tepat. Sekolah ini hanya menerapkan one gate. Jadi, bisa terbanyang kan padatnya seperti apa pada pagi hari? Alhamdulilillah setelah melewati kedua sekolah ini sih lancar.

[caption caption="Petugas selalu mengatur lalu lintas warga sekolah setiap pagi (dzulfikaralala.com)"]

[/caption]

Saran saya, sekolah Waskito sebaiknya membuka pintu kedua sebagai akses keluar. Jadi, kendaraan yang telah selesai mengantar tidak menumpuk di pintu yang sama. Jika perlu terapkan kiss and ride. Anak-anak biarkan menyebrang sendiri, sedangkan kendaraan tetap melaju setelah anak-anak turun. Toh, ada petugas yang stand by untuk menyebrangkan anak-anak yang baru datang. Bagaimanapun mangemen lalu lintas di kedua sekolah ini menjadi pekerjaan rumah bagi Dinas Perhubungan Tangerang Selatan. Menempatkan petugas disana tanpa pengaturan yang cerdas, sama saja tidak efektif. Jika diperlukan, studi banding lah ke daerah lain, jika perlu ke Luar Negeri sekalian deh supaya bisa belajar bagaimana menganalisa dampak sosial dan lingkungan jika memberikan izin untuk membagun sekolah ditepi jalan raya.

[caption caption="Saling silang di gang kecil Pamulang Dua (dok.pribadi)"]

[/caption]

Pangkal kemacetan yang kedua adalah akses keluar masuk Pasar Bukit Indah. Akses ini menjadi persimpangan biang kemacetan setiap pagi. Bagaimana tidak, banyak motor dari arah pasar melintas ke jalan disebrangnya. Hal ini yang membuat banyak kendaraan melambat. Solusinya sederhana saja sih, toh akses dari pasar kan bukan hanya disini saja. Akses melintas dengen menyebrang jalan pada pagi hari sebaiknya ditutup saja dari pukul 06.30 hingga pukul 09.00. Jadi arus dari Pamulang Dua menuju Ciatar Raya tidak terlalu banyak terhambat karena lalu lalang sepeda motor.

[caption caption="Terminal Bayangan Pamulang Dua Tangsel"]

[/caption]

Pangkal kemacetan yang ketiga, masih ditempat yang sama adalah menjadi putaran angkot dan tempat ngetem angkot. Lihat, di ujung jalan keluar pasar ini mereka ngetem dan menghabiskan bahu jalan tanpa merasa berdosa. Lalu Dishubnya kemana? Entahlah. Yang juga lucu, jika ingin ke BSD dari Pamulang melalui jalur Pamulang Dua ini saya harus berganti angkot hingga tiga kali! Iya benar, kamu enggak salah baca, saya harus ganti angkot tiga kali untuk jarak tak lebih dari 8 kilometer.

Misalnya saya naik dari Villa Dago dengan menggunakan Angkot Ciputat-Pamulang Dua, kemudain saya harus turun di terminal bayangan ini, untuk nyambung lagi menggunakan angkot yang berhenti di tempat sama dengan jurusan Kecamatan - Ciputat. Nanti tinggal nyambung lagi setelah 1 km dengan menggunakan angkot Ciputat - Pasar Modern BSD. Hitung saja berapa biaya yang harus saya keluarkan untuk jarak yang tidak seberapa.

Jadi, buat dinas perhubungan, para pekerja perbaikan jalan, yang ngurusin tiang PLN dan Telepon, serta aparat kepolisian, tolong deh kami ini dibantu untuk menata kesemrawutan Pamulang. Trims

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun