Boleh dikatakan mungkin saya terjebak diplomasi makan siang Jokowi wkwkwkw. Bagaimana tidak, datang ke Gandaria City cuma sempat sarapan bubur. Kurang nendang lah. Wajar kalau datang ke Istana udah lapar lagi. Sengaja, maksudnya supaya bisa nambah porsi wahahaha.
Beberapa irisan tomat segar menghiasi Sop Buntut Istana. Memang bukan sekedar sebagai garnish karena warna merahnya begitu dominan diantara kuah beningnya.
Suapan pertama, aduhai banget rasanya. Ada sedikit rasa asam jeruk nipis yang membuat lebih segar. Kuah Sop Buntut Istana ini pas banget. Gurih dan menambah selera makan. Tapi saya tak mau terkontaminasi dan tergoda. Pokoknya Sop Buntut Istana harus disantap dan dihabiskan dulu sebelum menyantap nasi.
Tak butuh waktu lama, suapan kuah terakhir Sop Buntut Istana akhirnya tandas juga. Barulah saya beralih menyantap hidangan lainnya.
Sesi terakhir disaat santapan teman teman yang lain sudah mau habis saya sempatkan mengambil satu mangkuk lagi. Maklum masih lapar. Eh sekonyong-konyong kang Teten ikutan makan Sop Buntut Istana. Padahal dari tadi beliau inilah yang sibuk mendampingi Jokowi.
Saat Jokowi sudah settle dengan makan siangnya, barulah kang Teten beralih ke meja prasmanan.
"Wah Kang Teten, Ini Sopnya enak banget" ujar saya.
"Iya benar, disini Sop Buntut Istana memang paling terkenal" timpal kang Teten dengan sedikit terburu buru karena saya ikutan antri ambil juga ahahaha.
Mangkok kedua memang tidak sepenuh mangkok pertama. Hanya tinggal tersisa potongan potongan kecil daging buntut sapi. Ya tapi bersyukurlah dapat remah remah potongan daging buntut sapi, justru itulah yang sudah terbebas dari lemaknya.
Salah seorang Kompasianer yang juga pernah mendapatkan kesempatan mendapatkan jamuan makan siang ke Istana pada pemerintahan SBY berkata
"Kalau orang baru masuk istana, Nasinya banyak tapi lauknya sedikit. Nah kalau orang lama udah ketahuan deh, nasinya sedikit tapi lauknya lebih banyak akakakaka"