Ngomong ngomong soal undangan ke istana, yang paling berkesan selain bertemu Presiden Jokowi, juga kenikmatan sensasi Sop Buntut Istana. Yap, buat saya kuliner ini paling nikmat diantara yang lainnya. Tak heran saya sampai nambah dua mangkok Sop Buntut Istana.
Sesi pertama saya dapat kesempatan nyendok nasi bareng Jokowi. Saya sempat melontarkan pertanyaan saat Jokowi mengambil lauk di meja prasmanan.
"Masih suka baca Kompasiana pak?"
"Wah masih, tadi saya baca udah ada yang nulis kecewa karena tidak dapat undangan ke istana, waduuh" kata Jokowi sambil memegang kepalanya.
Kami yang berada disitu menyambutnya dengan derai tawa melihat respon Jokowi yang spontan.
Obrolan singkat itu sangat berarti buat saya. Pertanyaan remeh temeh dan gak ada poinnya mungkin bagi sebagian orang, tapi bermakna dan meninggalkan kesan dalam diri saya. Kesan saya Jokowi itu presiden yang ramah.
Karena saya diundang melalui Admin Kompasiana tentu wajar jika saya bertanya hal ringan tentang Kompasiana kepada Jokowi.
Back to laptop...
Sop Buntut Istana ini diposisikan dideretan terdepan di meja prasmanan. Bagi saya inilah sebetulnya hidangan istimewa karena ditempatkan paling awal. Setelah mengambil piring dan mangkuk kecil, saya menuangkan sop buntut istana yang terlihat begitu istimewa.
Didalam panci sop buntut istana ini terdiri dari bahan bahan utama. Potongan daging buntut sapi yang memang tidak murni berisi daging karena masih menempel beberapa lemak atau gajih kalau kata orang Sunda.Â
Sebagai makanan pembuka saya menyantap sop buntut sapi istana ini lebih awal sebelum menyantap lauk istimewa lainnya. Katanya menikmati sop itu agar citarasanya autentik harus dinikmati seoriginal mungkin tanpa nasi dan lauk lainnya.
Boleh dikatakan mungkin saya terjebak diplomasi makan siang Jokowi wkwkwkw. Bagaimana tidak, datang ke Gandaria City cuma sempat sarapan bubur. Kurang nendang lah. Wajar kalau datang ke Istana udah lapar lagi. Sengaja, maksudnya supaya bisa nambah porsi wahahaha.
Beberapa irisan tomat segar menghiasi Sop Buntut Istana. Memang bukan sekedar sebagai garnish karena warna merahnya begitu dominan diantara kuah beningnya.
Suapan pertama, aduhai banget rasanya. Ada sedikit rasa asam jeruk nipis yang membuat lebih segar. Kuah Sop Buntut Istana ini pas banget. Gurih dan menambah selera makan. Tapi saya tak mau terkontaminasi dan tergoda. Pokoknya Sop Buntut Istana harus disantap dan dihabiskan dulu sebelum menyantap nasi.
Tak butuh waktu lama, suapan kuah terakhir Sop Buntut Istana akhirnya tandas juga. Barulah saya beralih menyantap hidangan lainnya.
Sesi terakhir disaat santapan teman teman yang lain sudah mau habis saya sempatkan mengambil satu mangkuk lagi. Maklum masih lapar. Eh sekonyong-konyong kang Teten ikutan makan Sop Buntut Istana. Padahal dari tadi beliau inilah yang sibuk mendampingi Jokowi.
Saat Jokowi sudah settle dengan makan siangnya, barulah kang Teten beralih ke meja prasmanan.
"Wah Kang Teten, Ini Sopnya enak banget" ujar saya.
"Iya benar, disini Sop Buntut Istana memang paling terkenal" timpal kang Teten dengan sedikit terburu buru karena saya ikutan antri ambil juga ahahaha.
Mangkok kedua memang tidak sepenuh mangkok pertama. Hanya tinggal tersisa potongan potongan kecil daging buntut sapi. Ya tapi bersyukurlah dapat remah remah potongan daging buntut sapi, justru itulah yang sudah terbebas dari lemaknya.
Salah seorang Kompasianer yang juga pernah mendapatkan kesempatan mendapatkan jamuan makan siang ke Istana pada pemerintahan SBY berkata
"Kalau orang baru masuk istana, Nasinya banyak tapi lauknya sedikit. Nah kalau orang lama udah ketahuan deh, nasinya sedikit tapi lauknya lebih banyak akakakaka"
Maaf kalau gak ada fotonya. Selain memang gak boleh bawa hape juga takut pada tambah ikutan ngiler sama Sop Buntut Istana.
Salam Hangat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H