Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Inilah Menu Makan Peserta Ekspedisi Nusantara Jaya 2015

21 Juni 2015   14:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:27 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Salah satu ruang makan didalam KRI Banda Aceh 593/dok.pribadi

Sudah bukan rahasia lagi bahwa menjadi prajurit harus siap dengan berbagai kondisi. Termasuk menu makan. Menu makan inilah, menu yang sehari-harinya disantap para prajurit TNI AL ketika berlayar mengarungi selat dan samudera. Begitu juga dengan yang kami rasakan saat berada dalam KRI Banda Aceh 593 dalam perjalanan menuju Sorong dari pelabuhan Soekarno Hatta Makassar (7/6).

Di beberapa lokasi perbatasan, bahkan seorang prajurit harus bercocok tanam dan berburu hewan demi bisa tetap bertahan hidup atau sekedar memenuhi kebutuhan protein hewani. Alasannya harus demikian, karena pasokan kebutuhan pangan tidak datang setiap hari, melainkan bisa seminggu atau bahkan sebulan sekali karena sulitnya akses jalan menuju perbatasan.

Untuk di KRI BAC 593 jangan pernah berpikir akan ada seorang chef atau koki layaknya dalam kapal pesiar, semua dilakukan oleh prajurit. Maka rasanya cukup alakadarnya namun tidak mengurangi kenikmatan bersantap bersama. Jam makan pun diatur. Pagi pukul 6-7, Siang 12-13, dan malam 18-20 Waktu Indonesia bagian KRI BAC 593 hehehe.

Menu Sederhana (bukan nama rumah makan Padang) yang menyatukan kita semua/dok.pribadi

Urusan menu sederhana, beragam dan memenuhi kebutuhan. Yang menjadi berlian dan buruan didalam KRI BAC adalah keberadaan sambal dan kerupuk. Mungkin karena kebiasaan orang Indonesia yang tak pernah luput dari sambal. Saya sendiri malah membeli kecap sambal bango untuk menambah gairah dan nafsu makan selama berlayar.

Saat pertama kali mencicipi masakan ala KRI BAC, kami mendapatkan menu opor ayam. Ya, hanya opor ayam. Sendok dan piring bisa digunakan secara bergantian. Syaratnya memakai dalam keadaan bersih, dan mengembalikannya pula dalam keadaan bersih. Maka tak heran jika semua kegiatan di KRI BAC selama ENJ 2015 ini kami selalu hidup tertib, disiplin dan bersahabat dengan antrian Yap, mirip mirip lah dengan kehidupan di pondok pesantren.

Namun sejak rekan kamar saya bicara panjang lebar tentang Hepatitis, akhirnya saya memilih tak menggunakan sendok dan memilih mencuci kembali piring yang akan digunakan sebelum dipakai hahahahaha....kampret benar itu si Wahyu. Mentang-mentang bawa piring dan sendok sendiri, suka-sukanya dia bicara masalah hepatitis.

Menu makan siang pada hari pertama tidak ada karena semua peserta keluar untuk berkegiatan. Saya sendiri ke pulau Kodingareng, Menunya? Jangan tanya. Akan saya siapkan tulisan tersendiri tentang jamuan makan siang di Pulau Kodingareng, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar, Sulawesi Selatan.

Malam harinya(8/6) kami harus puas dengan sekerat ati sapi dan sepotong tahu goreng yang sudah kempis haha. Darimana saya dapat sambal? Terkadang di meja prasmanan prajurit ada sisa sambal, jadi tanpa sungkan saya akan meminta kepada prajurit yang sedang ikut makan hahahaha.

Memang meja prasmanan prajurit dan peserta dibedakan, hal ini dilakukan bukan untuk membeda bedakan, namun untuk kenyamanan kedua belah pihak. Ya untuk urusan menu sih tidak pernah berbeda kecuali urusan sambal hahaha. Masalah sambal ini memang membutuhkan pengertian kedua belah pihak, well hasilnya selama ini kami rukun dan saling berbagi untuk urusan makanan apapun. Harus dibagi rata istilahnya.

"Kenapa kamu gak beli boncabe (bubuk cabai) Alfian untuk pengganti sambal?" tanya saya kepada salah satu rekan kamar.

"Bang, saya pernah punya boncabe tapi langsung habis bang hahahaha" kelakarnya.

"Begitulah hidup di laut Alfian, kita harus berbagai suka dan duka" jawab saya sok pengalaman.

"Yap benar bang" katanya sambil menelan ludah.

Hebatnya, meskipun makanan dengan menu sederhana tak terdengar sedikitpun keluhan dari para peserta ENJ2015. Mungkin mereka telah terbiasa sejak berangkat dari Jakarta. Sedangkan saya baru naik dari Makassar. Ya selang tiga hari lah dengan mereka yang sudah lebih awal naik KRI BAC 593 dari Jakarta.

Saat makanan habis pun kita saling mengisi dengan para prajurit. Pokoknya suasananya prihatin dan kekeluargaan banget deh hahaha. Kalau di meja prasmanan peserta habis, kita tinggal minta ke meja prasmanan prajurit. Sebaliknya para prajurit pun meminta lauk pauk yang masih tersisa di meja prasmanan peserta.

Lauk habis pantang mengeluh, pasalnya kita punya banyak stock persediaan biskuit pelaut. Iya benar, entah berapa toples biskuit pelaut itu tak habis-habis. Selalu jadi cemilan saat sesi sharing di malam hari. Saya hanya dua kali memakannya. Itu pun karena sekali-kalinya saya telat makan dan lauk sudah habis. Rasa biskuitnya seperti biskuit bayi yang biasa di jadikan bubur dengan menuangkan air panas dalam mangkuk. Yang ini menggigitnya khusus harus pakai gigi geraham karena saking padatnya hahaha. 

Salam Hangat

@DzulfikarAlala

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun