Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Chevrolet Spin, Mobil Impian Keluarga Muda

25 September 2013   10:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:25 3178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Chevrolet Spin - Memiliki sebuah mobil idaman adalah impian setiap keluarga Indonesia. Mobil keluarga dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Mulai dari mengantar anak ke sekolah hingga digunakan untuk bersilaturrahmi seperti pulang kampung setiap satu tahun sekali.

Nah, kesempatan untuk menguji mobil keluarga Indonesia itu hadir kembali ditawarkan oleh Kompasiana untuk yang ketiga kalinya. Membaca tawaran tersebut, saya tidak membuang kesempatan yang ada. Saya penuhi syarat-syarat yang diajukan mulai dari penulisan artikel hingga mengirimkan scan SIM A.

Kebetulan sekali saat itu masa berlaku SIM A saya hampir habis. Karena ada acara yang menarik, jadi saya merasa lebih termotivasi untuk segera memperpanjang masa berlaku SIM A tersebut. Sampai-sampai saya menuliskan pengalaman perpanjangan SIM A di blog keroyokan ini. Tak disangka ternyata postingan tersebut menjadi headline. Alhamdulillah.

Singkat cerita, akhirnya admin memasukkan saya sebagai peserta dalam rangkaian test drive Chevrolet Spin pada tanggal 14 September 2013, dengan tujuan ke Gunung Salak Endah, Gunung Bunder, Bogor. Jarak yang ditempuh dari Palmerah ke Gunung Salak Endah jika dilihat dari Google Maps sekitar  80 km dan akan menghabiskan waktu selama 1 jam 22 menit jika menggunakan jalur bebas hambatan.

1380078025472957305
1380078025472957305

Sudah sejak subuh hari saya mempersiapkan diri untuk mengejar jadwal keberangkatan Commuter Line dari stasiun Rawa Buntu menuju Stasiun Palmerah. Inilah pengalaman kedua kalinya saya menggunakan Commuter Line menuju gedung Kompas Gramedia. Sayangnya karena harus menyalurkan hajat yang tertunda semalam, akhirnya saya jadi ketinggalan kereta hahahahaha.

Untunglah perjalanan dari Stasiun Rawa Buntu ke Stasiun Palmerah hanya memerlukan waktu 30 menit saja. Kemudian saya menunggu kereta selanjutnya. Tak terlalu lama, hanya sekitar 15 menit saja. Sambil mendengarkan lagu melalui iPod, saya menikmati perjalanan selama 30 menit tersebut dengan nyaman. Hembusan pendingin udara pagi hari benar-benar terasa menyejukkan, bahkan terasa dingin seperti di kota hujan. Beruntung saya masih mengenakan jaket. Apalagi tidak terlalu banyak penumpang pagi hari itu.

Setelah tiba di Stasiun Palmerah, kemudian saya susuri trotoar jalan yang kondisinya naik turun. Sesekali saya dapat menggunakan tortoar dengan baik, dan sesekali saya harus turun dari trotoar karena ada mobil yang parkir dan jajanan warung yang menutupi bahu jalan trotoar.

Akhirnya ketika tiba disana saya sudah melihat beberapa Kompasianer yang telah menuggu sambil berbincang-bincang antar sesama. Beberapa diantaranya sudah amat saya kenal dengan baik karena sudah sering bertemu.

Cukup lama kami menunggu semua peserta hadir dan lengkap. Dari 30 peserta yang direncanakan hadir, ternyata ada dua orang yang mengundurkan diri dengan alasan tertentu. Kemudian admin mulai mengabsen seluruh peserta satu persatu dan membaginya dalam kelompok-kelompok.

Tak lupa kang Pepih (Founding Father Kompasiana) dan bang Aris FH (Wartawan Kompas Otomotif) memberikan sedikit sambutan dan pengarahan. Kang Pepih menyadari bahwa untuk menjadi blogger itu harus independen seperti layaknya jurnalis, jadi pesannya adalah apa yang dirasakan selama test dirve dipersilahkan untuk dituliskan sebenar-benarnya secara proporsional.

Saya dan tiga orang rekan saya berada dalam mobil nomor 05. Beruntung saya mendapatkan teman baru sehingga dapat lebih memperluas pergaulan. Rekan saya yang pertama adalah seorang lulusan ilmu komunikasi UNPAD yang telah bekerja di salah satu perusahaan multinasional yaitu Ernest. Dia termasuk pengemudi termuda di kelompok kami. Yang kedua adalah editor kawakan nan handal dan telah keliling dunia karena rajin menulis buku, dia adalah bang Benny Rhamdani yang baru saja memenangi lomba blog world vison di Kompasiana. Dan yang terakhir driver paling cantik di kelompok kami, yang juga mantan wartawan kompas tahun 90'an yaitu mbak Mercy. Jadi drivers di kelompok kami diwakili dari berbagai kalangan usia dan gender, komplit lah pokoknye hehe.

Karena nama saya berada dalam urutan pertama akhirnya rekan-rekan menunjuk saya menjadi ketua team. Itu artinya saya yang harus melakukan pengecekan awal kondisi fisik kendaraan sebelum keberangkatan. Tak terlalu sulit karena panitia sudah menyiapkan form untuk di ceklis. Dan kami bersepakat akan mengemudikan mobil sesuai dengan urutan yang telah diberikan oleh panitia.

Kesan Pertama di Balik Kemudi

Saat pertama kali duduk di bangku kemudi, saya merasakan joknya agak tinggi dari MPV lainnya. Untuk ukuran mobil MPV mungkin akan lebih banyak saya bandingkan dengan Ertiga. Dengan tinggi badan sekitar 160 cm, kaki saya masih dapat menjangkau ketiga pedal dengan mudah. Hanya saja saya merasakan kursinya agak keras. Pandangan cukup luas kedepan, dan dashboard pun terlihat elegan dan mewah.

Sebelum berangkat saya mengatur posisi duduk dengan baik. Dompet dan smartphone saya letakkan di bottle holder driver sebelah kanan. Sebagai seorang driver yang bertanggung jawab terhadap keselamatan penumpang, saya menyadari bahwa hal-hal tersebut dapat menganggu konsentrasi. Maka saya singkirkan terlebih dahulu untuk sementara waktu. Dompet saya usahakan tidak mengganjal aliran darah, agar saya bisa lebih leluasa mengemudi dan tidak akan cepat lelah.

Pengaturan kursi cukup mudah, bantalan kursi bisa di naik turunkan. Untuk posisi paling rendah menurut saya masih cukup tinggi dari ukuran MPV lainnya. Sedangkan untuk kemudi sebetulnya ada tipe yang bisa diubah posisinya lebih rendah. Jadi nuansanya seperti sedang berada di mobil Chevrolet Camaro gitu deh hahaha.

Transmisi Mundur Ala Mobil Amerika

Disinilah saya mulai kikuk karena tidak bisa memundurkan mobil. Tuas gigi pada Chevrolet Spin berbeda dengan MPV pada umumnya. Transmisi mundur justru ada di sebelah kiri depan, bukan sebelah kanan belakang. Setelah saya oper ternyata tidak masuk-masuk, setelah dikasih tau bang Aris, ternyata saya harus menarik cincin pengaman dituasnya terlebih dahulu sambil dipindahkan ke gigi mundur. Tuas gigi ini hampir sama dengan tuas yang ada pada bus-bus besar seperti Mercedes. Menurut bang Aris memang seperti itulah gaya mobil Amerika dan Eropa.

Uniknya cincin pengaman inilah yang berfungsi melindungi agar driver tidak canggung ketika harus mengoper ke gigi rendah. Jadi tuas gigi akan pindah ke gigi mundur hanya jika cincin pengamannya ditarik. Jadi driver tidak perlu khawatir jika khilaf melakukan perpindahan gigi.

Suara Mesin Diesel Lebih Halus

Yang mengejutkan ternyata mobil yang saya gunakan adalah mobil dengan mesin diesel yang sudah dilengkapi dengan turbo. Wah saya jadi penasaran seperti apa rasanya menggunakan mobil yang memiliki turbo. Anehnya suara mesin tidak terlalu kasar. Kang Pepihlah yang memberi tahu bahwa mobil yang akan saya gunakan bermesin diesel. Jika kita dekatkan telinga ke kap mobil, akan cukup jelas terdengar bahwa mobil yang saya gunakan adalah mesin diesel. Tapi sebaliknya justru ketika sudah berada di dalam kabin, rasanya seperti bukan mengendarai mobil diesel.

Dengan kapasitas mesin 1300 cc, saya awalnya ragu bahwa mobil ini memiliki kecepatan mumpuni di jalan raya. Maklum beberapa mobil diesel yang pernah saya gunakan, rata-rata dengan kapasitas minimal 2500cc. Jadi saya makin penasaran mencoba performa mesinya di jalan bebas hambatan.

Setelah keluar parkiran Orange, kemudian kami langsung memutar arah di perempatan Palmerah. Diawal keberangkatan ini saya merasakan pedal kopling sedikit lebih dalam, yah mungkin butuh setting ulang. Maklumlah mobil yang saya gunakan adalah mobil test drive yang sudah barang tentu dikendarai banyak orang dengan berbagai tipe driver.

Selain itu pedal rem juga terlalu tinggi, malah kebalikannya dari pedal kopling. Jadi di awal-awal, jalannya mobil rada endut-endutan karena saya harus beradaptasi terlebih dahulu. Untunglah para penumpang tidak banyak berkomentar dengan cara saya mengemudi hehehehe.

Setelah masuk tol, saya tetap mengikuti iring-iringan mobil secara berurutan. Mobil terdepan adalah mobil admin dan panita, sedangkan saya berada di posisi kelima sesuai dengan nomor urut mobil. Tapi, tampaknya mobil putih yang di kendarai bli Komang sudah tidak sabar bejek gas poooolll. Dia akhirnya ngacir duluan mendahului yang lain. Melihat Chevrolet Spin putih melaju kencang, mobil di belakang saya pun ikut-ikutan kabur dari rombongan ahahahaha.

Cukup Stabil Melaju dalam Kecepatan Tinggi

Bagi saya berkendara itu harus dinikmati, untuk ukuran saya di jalan tol tidak boleh melebihi 100 km/jam. Jadi saya nikmati dalam-dalam kecepatan Chevrolet dengan kelir merah maroon ini secara bertahap. Ibaratnya harus ada foreplay dulu lah hahahaha. Dan memang benar saja, setelah rpm menyentuh 2000 serasa ada dorongan kuat, mungkin inilah yang dinamakan dengan turbo activated. Wah udah kayak transformer aja yeee hahaha.

Senada dengan yang lainnya, ternyata para penumpang dibuat heran. Setelah mencapai kecepatan 100 km/jam mereka semua merasa mobil masih melaju pelan. Downforce Chevrolet Spin cukup bagus, mungkin jika saya bawa diatas 100 km/jam pun mobil akan tetap terasa stabil. Tapi saya tetap tidak melakukannya hehehe, meskipun sebetulnya saya rada panas juga liat peserta lain pada ngacirrr. Untunglah saya bisa menahan diri karena ada salah satu team yang nyasar sampai ke tol Bekasi hahahaha. Siapaa yaahhh?

[caption id="" align="aligncenter" width="394" caption="dokumen Chevrolet Indonesia"]

dokumen Chevrolet Indonesia
dokumen Chevrolet Indonesia
[/caption]

Audio DIN yang Cukup Mumpuni

Rekan-rekan yang lain sepertinya belum sepenuhnya realize bahwa mobil yang mereka tumpangi bermesin diesel. Karena suasana dalam kabin cukup senyap untuk ukuran mobil diesel. Dengan fasilitas audio empat speaker, alunan tembang lagu lawas dari radio menemani perjalanan kami hingga ke peristirahatan pertama. Udah pasti ketahuan tuh sapa yang milih lagu hehehe.

Wah pengalaman yang cukup menarik pertama kali mengendarai Chevrolet Spin. Sayangnya jarak tempuh yang saya rasakan sangat pendek dengan medan yang tidak telalu menantang hanya di jalan tol saja.

Setelah briefing akhirnya Ernest mengambil alih kemudi. Demi merasakan menjadi penumpang saya memilih duduk di baris paling belakang bertukar dengan Nurul Uyuy. Inilah salah satu admin yang dititipkan panitia kepada kami hehehehe. Maklum lah penganten baru :D

Setelah beberapa saat melaju, kami berbincang panjang kali lebar dan tertawa bersama sampai-sampai saya terlelap karena kelelahan. Entahlah, tapi pendingin udara memang saya rasakan hingga baris paling belakang. Meskipun Chevrolet Spin ini double blower, tapi lubang pendingin tetap tersedia hingga baris belakang. Berbeda dengan jenis MPV sekelas yang masih menggunakan sistem lama dengan blower kedua hanya ditengah. Tak lupa saya memasang sabuk pengaman meskipun duduk paling belakang. Headrest pun saya atur sesuai dengan ketinggian kepala saya, meski pada akhirnya rada percuma karena saya bisa terlentang sendirian di belakang.

Saat terbangun tiba-tiba sudah keluar dari tol Jagorawi. Menyusuri kepadatan lalu-lintas Bogor, kami sempat kebingungan melihat peta jalan. Yang jadi patokan hanyalah rambu jalan menuju kampus IPB Dermaga. Untunglah tak berapa lama akhirnya kami bertemu dengan mobil panitia. Ernest akhirnya memutuskan untuk membuntuti mobil panitia.

Disinilah ketangguhan mesin diesel sebenarnya diuji. Ternyata dengan kontur jalan yang tidak rata dan patahan-patahan tajam saat melewati tanjakan, Chevrolet Spin sepertinya dengan mudah dikendalikan dan mampu bermanuver saat melewati jalanan berkerikil dan berbatu. Karena Ernest belum menyadari mobil yang dia kemudiakan bermesin diesel, sehingga beberapa kali mobil mati. Tapi setelah saya kasih tau, akhinya dia bisa menguasainya dengan mudah. Memang butuh teknik khusus untuk mengendarai mobil diesel.

Sebagai penumpang paling belakang, saya merasakan cukup nyaman dengan suspensi McPherson. Tapi saya belum membuktikan jika bagasi dalam kondisi full apakah cukup membuat buritan menjadi lebih mendem hingga mengurangi ground clearance. Yang jelas saya masih bisa tidur selama dua ronde dalam perjalanan dari pos pertama menuju Gunung Bunder di bangku paling belakang hahahaha.

Setelah tiba di tujuan, kemudian kami makan siang. Satu hal yang masih saya ingat saat makan siang adalah komentar mas Udin "inilah tempe ternikmat yang saya rasakan" hahaha. Maklum harga tempe selangit dan saat itu salah satu hidangannya adalah tempe. Alhamdulllah...

Diskusi Berbobot dan Mendalam Bersama Aris FH (Wartawan Kompas Otomotif)

Setelah makan siang kemudian dilanjutkan dengan diskusi. Disinilah semua blogger peserta test drive bisa saling bertukar pikiran dipandu oleh mas Aris. Kemudian mas Aris FH pun mengulas keunggulan atau kelebihan Chevrolet Spin dibandingkan dengan MPV dikelasnya. Sayangnya pihat Chevrolet tidak ada perwakilannya sehingga masih ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab dengan tuntas.

Untuk menjawab beberapa pertanyaan yang masih menggantung saya coba melakukan pencarian lewat mbah google. Seperti pertanyaan Hazmi Srondol tentang ketebalan plat Chevrolet Spin, ternyata ketebalannya memiliki ketebalan plat tertinggi dibandingkan dengan MPV sejenis. Chevolet Spin memiliki ketebalan plat antara 0,6-0,8 mm (kompetitor lain 0,4-0,6 mm saja, no wonder kalau seperti kaleng kerupuk. Didorong sedikit bisa dekok kalau kata orang Sunda mah :D).

Keunggulan lainnya dari body Spin adalah telah dilengkapi dengan side impact beam dan crumble zone. Inilah standar keselamatan mobil Amerika yang akan mengurangi kerusakan parah jika terjadi kecelakaan hebat.

Selain itu untuk tipe transmisi otomatis, Aris FH mengatakan bahwa Chvey Spin adalah MPV satu-satunya yang memiliki transmisi hingga 6 percepatan dengan tipe triptonic, jadi mobil otomatis tapi sensasi manual hehehe. Wah kayak apa rasanya yah, sayang saya tidak bisa merasakan over drive Spin automatic L

Chevrolet Spin bisa dikatakan sangat berani mengeluarkan tipe mesin diesel. Sementara kelas MPV lain ogah membawa tipe mesin Diesel. Ternyata GM telah melakukan riset mendalam untuk mengantisipasi hal ini. Aris FH menceritakan bahwa riset ini dilakukan secara manual dari Jawa hingga Bali. Berangkat melalui jalur utara dan pulang melalui jalur selatan demi mendapatkan seluruh sampel bahan bakar solar yang langsung di uji coba pada mobil tipe diesel maupun bahan bakar bensin ke mobil tipe petrol.

Dari sampel-sampel yang ada memang ternyata kualitas solar belum memiliki standar yang sama, tapi GM menjamin bahwa mesin dieselnya bergaransi selama tiga tahun. Artinya dengan kualitas bahan bakar yang rendah, GM memperkirakan lifetime mesin masih cukup mumpuni dengan kualitas bahan bakar yang ada.

Tapi meskipun demikian GM memberikan saran agar Chevy Spin Diesel 'mengenggak' Pertamina Dex atau bahan bakar diesel tanpa timbal. Dengan mesin kompresi tinggi sangat disarankan pula mesin Chevy Spin bensin menggunakan bahan bakar bebas timbal Seperti Pertamax, Shell atau Total.

Aris mencontohkan bahaya atau resiko jika mobil berkompresi tinggi selalu menggunakan bahan bakar bertimbal adalah penumpukan timbal pada katalisator bahan bakar. Jika terlalu kotor akan mengakibatkan semakin panas dan resiko yang paling fatal adalah terjadinya kebakaran. Sayang bukan jika mobil keren harus kebakaran gara-gara terlalu sering 'menenggak' minuman ringan eh bahan bakar bertimbal :D

Untuk urusan banjir yang datang tahunan, Aris FH mengatakan bahwa lubang angin Chevrolet Spin cukup aman melibas banjir karena moncongnya lebih tinggi dibandingkan mobil MPV dikelasnya. Lubang udara berada di depan setinggi grill mobil. Jadi, pengemudi pun bisa mengantisipasi gelombang banjir sekaipun ketika melewati daerah banjir.

Keunggulan lain adalah kunci immobilizer. Kunci ini memiliki sensor khusus yang hanya bisa diduplikasi dengan sukses melalui kantor pusat GM di Amerika. Jadi tidak bisa sembarang di duplikasi karena didalamnya terdapat chip dan sensor khusus pada masing-masing kunci.

Untuk sisi entertainment Chevy Spin sudah dilengkapi dengan Head Unit 2 DIN yang dilengkapi dengan bluetooth pula. Jadi jika mau melakukan panggilan atau mendapatkan panggilan tidak perlu menggunakan handsfree lagi. Untuk urusan charger smartphone sangatlah mudah, karena sudah ada colokan khusus dan colokan aux. Memutar koleksi lagu di blackberry dan iPhone/iPod tinggal colok saja. Sayangnya untuk Android belum bisa.

Untuk urusan konsumsi bahan bakar Chevrolet Spin sudah mengusung teknologi Multi Point Fuel Injection System, saat berangkat dari Palmerah indikator bensin full. Dan saat pulang berkurang sekitar seperempatnya, tapi tepatnya saya sedikti lupa karena tidak sempat memotret saat pulangnya. Overall konsumsi bahan bakarnya nyaris seperti mobil pabrikan Jepang yang terkenal irit bahan bakar.

Untuk fitur-fitur keselamatan lainnya sudah saya tuliskan pada artikel sebelumnya. Silahkan baca disini.

Ada beberapa kelemahan yang sebetulnya bisa jadi masukan sebagai perbaikan. Diantaranya adalah kursi baris kedua tidak bisa di rebahkan dan tidak bisa di maju mundurkan. Tapi salah seorang kompasianer nyeletuk bisa di rombak di Kwitang hahahaha. Tapi tempat duduk baris kedua sisi sebelah kiri lebih lebar dari sebelah kanan, yang bisa ditekuk kedepan ketika penumpang baris ketiga hendak turun. Hal ini memudahkan khususnya bagi penumpang yang bertubuh sedikit gemuk atau cukup tinggi.

Pilar A tetap akan menjadi kendala saat berbelok atau melihat kondisi di sebelah kanan. Hal ini rerata masih jadi masalah dengan tipa mobil sejenis. Kuncinya ya tetap waspada dengan kondisi di sebelah kanan karena terhalang pilar. Tapi, uniknya di pilar sebelah kanan ini terdapat tombol pengaturan kaca spion, berbeda dengan mobil pabrikan jepang yang ada di handle pintu atau masih tersemat di dashboard.

Hal yang luput kami uji adalah fitur Headlight with Follow Me Home Function yang bisa disetting melalui config audio unit. Fungsinya untuk memberikan penerangan sesaat pada penumpang ketika memasuki rumah. Pengemudi tidak perlu mematikan lampu dari dalam kabin lagi karena otomatis lampu akan mati dengan sendirinya sesuai dengan pengaturan waktunya.

Oh yaa, Chevrolet Spin ini ternyata hanya memiliki satu lampu kabin dan letaknya hanya ada didepan. Sebagai mobil keluarga tentu lampu kabin sangat dibutuhkan, terutama jika malam hari misalnya ketika ibu harus mencari susu atau mainan yang jatuh, tentu saja membutuhkan penerangan yang cukup.

Kemudian yang tak biasa lagi adalah tidak ada tuas atau tombol pengunci pintu pada pintu baris kedua. Semua penguncian dialakukan secara terpusat dari tengah dashboard. Jika penumpangnya anak-anak mungkin akan menguntungkan, tapi jika penumpangnya orang dewasa mungkin akan sedikit merepotkan pengemudi. Tapi, ketika membuka bagasi, tidak perlu menekan tuas pintu terlalu dalam. Karena Chevrolet Spin sudah menggunakan soft button, cukup sentuh perlahan maka pintu bagasi akan terbuka.

Setelah diskusi acara kemudian dilanjutkan dengan pembagian hadiah livetwit bagi peserta yang mengupdate perjalanan test drive melalui social media twitter. Setelah itu pembagian doorprize, beruntung saya bisa menjawab satu pertanyaan dan mendapatkan hadiah sebuah goodybag.

Saya, kang Harris Maulana dan mbak Aulia Gurdi langsung nyebur di Curug Cihurang usai berdiskusi. Airnya sangat jernih dan menyegarkan badan. Bang Pendi dari Kompas pun akhirnya ikutan waterfall massage hehehe. Hitung-hitung melepas pegal setelah setengah hari mengemudi.

Setelah semuanya beres kemudian kami kembali ke Palmerah. Driver ketiga posisinya kali ini diambil oleh kang Benny Rhamdani. Rasanya kang Benny ini-lah yang kurang beruntung karena saat dia menyetir, hujan cukup deras disambut dengan kemacetan hehehe. Yang sabar ya kang :D Sementara kang Benny dan mbak Mercy ngobrol di baris depan, saya, Ernest dan Nurul kembali terlelap menikmati semilir pendingin udara Chevrolet Spin. Cuaca hujan, macet dan dingin memang paling pas untuk beristirahan meskipun hanya sekejap hehe.

Oh iya kami ternyata terpisah dengan rombongan. Setelah melewati jalan baru, kami langsung lurus menuju jalan tol, sementara yang lainnya belok kanan kembali ke Baranang Siang.

Setelah melewati kemacetan yang cukup panjang akhirnya pemberhentian terakhir di rest area menuju Jakarta. Disini kami ngobrol sebentar dan ngopi. Kemudian dilanjutkan pergantian supir oleh mbak Mercy. Beruntung kemacetan sudah terurai sehingga hingga keluar tol mbak Mercy tidak mengalami kendala atau hambatan. Ernest dengan setia menjadi navigator alias tukang hitung duit bayar tol karena mbak Mercy masih rada kagok dan butuh adaptasi terutama saat bayar tol.

Mas Benny meminta diturunkan di jalan karena hendak lanjut mengejar bus ke Bandung sementara kami melaju ke Palmerah. Ternyata kami bukan urutan paling bontot yang tiba di garis finish. Setelah memeriksa barang bawaan dan membawa sedikit siswa konsumsi saya pun pamit menuju stasiun Palmerah dan membawa badan yang telah lelah ini menuju Stasiun Rawa Buntu.

Dari diskusi selama mengikuti test drive kami berkesimpulan bahwa worthed banget untuk memiliki Chevrolet Spin dengan berbagai keunggulannya. Namun, pekerjaan rumah General Motors cukup banyak agar konsumen semakin percaya dan yakin, yakni menjamin ketersediaan spare part dan keberadaan dieler serta bengkel resmi agar bisa meningkatkan value afer sales servicenya sehingga bisa lebih kompetitif bersaing dengan pabrikan mobil Jepang dan Korea.

Salam Hangat

@DzulfikarAlala

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun