Mohon tunggu...
Fika Fatiha
Fika Fatiha Mohon Tunggu... Lainnya - Beriman, Berilmu, Beramal

Menulis Karena Ga Bisa Menggambar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Standar Hidup Manusia Bikin Hidup Jadi Sengsara, Lalu Harus Bagaimana?

19 Agustus 2022   20:11 Diperbarui: 20 Agustus 2022   04:38 1303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia merupakan makhluk yang memiliki kebutuhan untuk melangsungkan hidupnya. Kebutuhan tersebut tidak terlepas dari tiga kebutuhan yang saat ini selalu ingin dipenuhi olehnya, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 

Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok yang wajib dimiliki manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dll. 

Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan untuk menunjang agar kebutuhan pokok lebih cepat didapatkan, misalnya perabotan dapur untuk memasak agar bisa lebih praktis dan cepat mendapatkan makanan. 

Sedangkan kebutuhan tersier adalah kebutuhan manusia yang bersifat mewah atau hanya untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya gengsi seperti mobil mewah dll.

Saat ini manusia tidak sadar bahwa mereka tidak menetapkan, menulis maupun merencanakan kebutuhan pokok penting hidupnya, artinya saat ini manusia banyak terjebak menuruti gengsi (tersier) dibanding dengan memenuhi kebutuhan pokok (utama) hidupnya terlebih dahulu. 

Mengapa hal tersebut bisa berlangsung demikian? Hal ini terjadi karena cepatnya arus informasi yang di terima oleh masyarakat tetapi tidak diiringi dengan pengetahuan menyaring informasi penting yang ada di dalamnya.

Contohnya adalah peran beberapa influencer di tanah air, peran kehidupan mewah yang mereka pertontonkan jika tidak memasukan edukasi dengan baik di dalamnya maka justru kemewahan yang mereka miliki akan menjadi standar hidup bagi manusia. 

Lebih parahnya lagi standar hidup manusia yang tinggi ini tidak dibarengi dengan semangat motivasi mereka untuk bekerja lebih keras dan hanya sebagai penonton belaka.  

Bila standar hidup ala influencer  tidak terpenuhi, terutama anak muda saat ini, maka mereka akan merasakan sifat rendah diri karena standar sukses yang dijalani ternyata tidak sesuai ekspektasi, yang lebih parah adalah bila manusia tersebut akan mengandalkan segala cara agar bisa mendapatkan barang mewah dengan instan, seperti; pinjaman online tanpa memikirkan bagaimana cara membayarnya kedepan dan hal instan lainnya yang merugikan dirinya dan lingkungan di sekitar.

Berikut merupakan standar-standar hidup manusia yang saat ini menjadi pedoman kesuksesan bagi mereka:

Tidak dipungkiri bahwa standar kecantikan menjadi standar hidup manusia saat ini. Tentunya setiap manusia pasti akan berbeda dengan beauty privilege yang mereka tetapkan, namun secara umum standar kecantikan versi Indonesia adalah berkulit putih, berbadan ramping, rambut yang lurus, dan lainnya. 

Pada akhirnya orang yang terlahir dengan kulit yang hitam ataupun sawo matang akan berbondong-bondong untuk ingin menjadi putih agar merasa cantik dimata orang lain dengan cara-cara yang ekstrem.

Begitupun dengan badan yang ramping, sebetulnya tidak salah memiliki badan yang ideal karena ini merupakan bukti bahwa agar kita bisa hidup lebih sehat, tapi yang menjadi salah bila pada akhirnya mereka melakukannya dengan cara yang instan yang malah dapat merusak tubuh mereka sendiri. 

Padahal, menerima diri dengan apa adanya, berusaha mensyukuri apa yang sudah dimiliki akan jauh lebih baik di bandingkan dengan mengikuti standar hidup manusia saat ini. Bila mereka tidak mau berteman karena fisik kita yang tak sempurna tak apa, hidupmu tidak di tentukan orang lain, karena mereka hanya bisa menilai dari luar tanpa mengetahui kebaikan hatimu.

  • Usia 20-an harus sudah memiliki segalanya

Usia 20-an katanya merupakan usia yang menjadi puncak terjadinya rendah diri hidup seseorang. Mengapa tidak? Karena di usia ini kita akan melihat orang-orang di sekeliling kita perlahan-lahan pergi karena meraka sudah menikah, sudah memiliki anak, sudah memiliki penghasilan yang tetap, sudah memiliki rumah, kendaraan dll.

Sedangkan kita merasa masih disini saja, belum memiliki seperti apa yang mereka miliki, kita jadi mulai membanding-bandingkan hidup kita dengan mereka dan puncak insecure (rendah diri) pun terjadi, apalagi saat ini kita hanya melihat dari story sosial media yang hanya membagikan momen kebahagiaan tanpa mengetahui jerih payah proses yang terjadi di dalamnya.

Padahal di kehidupan ini, kita memiliki skenario hidup yang berbeda, kita memiliki titik 0 hidup yang beda sejak lahir, kita memiliki latar belakang keluarga maupun lingkungan atau bahkan privilege yang berbeda dengan orang lain. Ada yang sedari lahir sudah memiliki segalanya maka akan sangat mudah untuk mendapatkan kesuksesan ala dunia. 

Ada yang dari lahir sudah mendapat perhatian penuh dari orang tua yang memiliki ilmu parenting yang bagus hingga pada akhirnya iapun menjadi manusia yang terurus dan penuh kasih sayang, atau sebaliknya, ada juga manusia yang terlahir dari keluarga yang tidak memiliki apa-apa dan tidak terurus dengan penuh.

Tapi kita harus ingat bahwa, selagi kita masih diberikan nafas oleh-Nya, selagi kita masih berusaha dengan cara yang halal, dengan cara yang baik dan diiringi pula dengan do'a dan beribadah pada-Nya, yang terpenting apa yang kita capai ini sedikit maupun banyak itu karena berkah dari ikhtiar kita yang di ridhoi oleh-Nya. 

Tetap bersyukur dengan apa yang dimiliki walaupun sedikit dan tetap berusaha berikhtiar semampu kita tanpa mengejar standar hidup manusia, tapi kejarlah standar kehidupan yang di tentukan oleh-Nya, yaitu keseimbangan antara dunia dan akhirat.

  • Harus Menggunakan Barang Mewah/Bermerk

Memiliki mobil mewah, Handphone mahal, baju maupun tas bermerk sudah menjadi standar hidup manusia saat ini. Akan menjadi sangat wajar bila dirimu memiliki barang-barang mewah saat kebutuhan primer maupun sekundermu sudah terpenuhi. 

Tapi bila kemampuan finansialmu belum mencukupi kebutuhan primer dan sekunder tetapi sudah menginginkan barang mewah karena gengsi dan ingin mencapai standar kehidupan manusia maka tentu saja dirimu akan merasa rendah diri dan merasa asing bila tak memilikinya. 

Padahal tak apa bila dirimu masih belum bisa membeli barang-barang bermerk tersebut, yang terpenting gunakan saja semaksimal mungkin apa yang kita miliki, dan bila orang-orang menjauhi karena kita tak bisa mengikuti standar hidupnya, jangan bersedih, berarti Tuhan sudah memfilter orang-orang yang akan dekat dengan kita, yaitu hanya orang-orang yang menerima kita apa adanya.

Itulah standar-standar hidup manusia yang saat ini menjadi pedoman yang katanya wajib di penuhi. Jika tidak tercapai maka dirimu akan dibilang belum mencapai standar sukses yang orang-orang ekspektasikan. 

Lantas standar apa yang harus kita ikuti untuk dijadikan pedoman hidup? Tentunya sebagai orang yang beragama kita bisa mengikuti standar yang sudah ditetapkan oleh Tuhan kita mengenai kehidupan dunia yang fana.

Bila dirimu rendah diri masalah fisik, Tuhan tidak menciptakan kita dengan sia-sia, semua ada maksud dan tujuan tertentu karena yang menjadi standar-Nya setelah meninggal nantinya bukan fisik, tapi keimanan dan amal ibadah yang kita perbuat selama di dunia untuk mengantarkannya pada Surga.

Bila dirimu rendah diri masalah umur 20-an yang belum memiliki apa-apa yang telah di capai, sadarilah bahwa titik 0 hidup manusia berbeda-beda dan kemampuan kita tak bisa disamakan dengan mereka yang memiliki pivilege lebih sejak lahir. 

Selagi dirimu tak menyerah dan selalu berikhtiar dan berdo'a pada-Nya, berarti dirimu masih berarti dalam menjalani hidup dan Tuhan tidak akan tinggal diam pada hamba-Nya yang mau berusaha.

Bila dirimu rendah diri karena tidak menggunakan barang bermerk, syukurilah apa yang kita punya karena bisa jadi barang biasa yang kita miliki hasil dari jerih payah kita sendiri bila kita menggunakannya dengan baik dan penuh syukur itu jauh lebih berharga di banding orang yang memiliki barang mewah tetapi didapat dari hasil yang tidak baik.

Syukurilah apa yang ada, mari kembali kepada standar hidup yang telah ditetapkan oleh-Nya, karena standar hidup buatan manusia malah membuat hidup kita jadi jauh lebih sengsara. Wawlohu'alam bissowab.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun