Mohon tunggu...
Albertus Fiharsono
Albertus Fiharsono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

menjadi orang Papua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teacher Aide untuk Persoalan Pendidikan di Papua

30 Januari 2016   12:17 Diperbarui: 1 Februari 2016   06:30 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembedaan atau individualisasi juga dapat dilakukan dengan membedakan jenis evaluasi hasil belajar. Pembedaan atau individualisasi ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan jenis kecerdasan yang menonjol yang dimiliki siswa ataupun bidang minat-ketertarikannya. Ketika akan menguji kemampuan siswa dalam mengurutkan rantai makanan, misalnya, siswa yang suka dan pandai menulis dapat diminta untuk menjawab pertanyaan secara tertulis. Sementara itu, siswa yang suka dan pandai berbicara dapat diminta untuk menjawab pertanyaan secara lisan. Sedangkan siswa yang suka dan pandai menggambar dapat diminta untuk menjawab pertanyaan dengan menggunakan gambar.

Dengan pembedaan atau individualisasi ini proses pembelajaran yang diterapkan guru dapat mengakomodir keberagaman kebutuhan belajar setiap siswa sehingga semua siswa di dalam kelas mendapat kesempatan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya. Di sinilah peran teacher aide sangat dibutuhkan, terutama untuk membantu setiap individu belajar sesuai dengan kebutuhan belajarnya.

Keterlibatan Orang Tua Siswa

Keberadaan teacher aide dalam sistem pendidikan di Australia berawal dari keterlibatan orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Para orang tua siswa di Australia memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap proses pendidikan di sekolah. Mereka tidak hanya menitipkan anak dan mempercayakan pendidikan sepenuhnya kepada pihak sekolah, tetapi juga bersedia dan secara sukarela terlibat dalam berbagai aktivitas pendidikan di sekolah. Orang tua siswa yang memiliki keahlian dalam bidang masak-memasak terlibat dalam penyiapan makanan dan minuman bagi siswa di sekolah. Orang tua siswa yang memiliki keahlian dalam bidang pertanian membantu sekolah membuat kebun sekolah dan sekaligus mengajar para siswa untuk bercocok tanam. Orang tua siswa yang memiliki peternakan, pada waktu-waktu tertentu membawa hewan-hewan ternaknya ke sekolah untuk proses pembelajaran terkait dengan hewan. Anak-anak dibiarkan menyentuh hewan-hewan tersebut secara langsung dan menanyakan segala hal terkait dengan hewan-hewan tersebut kepada pemiliknya. Dalam hal ini, para orang tua siswa yang merupakan peternak tersebut berperan sebagai sumber belajar bagi para siswa.

Pihak sekolah sendiri juga bersedia membuka pintu bagi partisipasi dan keterlibatan orang tua siswa. Guru-guru tidak merasa terganggu dengan kehadiran orang tua siswa di sekolah dan kelas mereka. Para guru justru merasa terbantu dengan kehadiran orang tua siswa. Komunikasi antara guru dan orang tua menjadi sangat baik, terutama dalam usaha mengembangkan potensi masing-masing siswa. Dengan demikian, pendidikan di sekolah benar-benar merupakan tanggung jawab bersama antara pihak sekolah dan orang tua siswa. Sekolah menjadi sekolah komunitas yang didukung sepenuhnya oleh seluruh anggota masyarakat.

Keterlibatan orang tua siswa yang sangat tinggi ini kemudian dimanfaatkan secara resmi oleh pemerintah dengan mengangkat orang tua atau anggota masyarakat yang terlibat dalam proses pendidikan tersebut sebagai teacher aide atau asisten guru. Mereka diberi pelatihan tentang kurikulum, metode dan strategi pembelajaran, psikologi perkembangan siswa dan lain-lain. Pemerintah juga mengalokasikan dana untuk menggaji para teacher aide tersebut.

Tugas utama para teacher aide adalah membantu guru melaksanakan proses pembelajaran yang diindividualisasi atau dibeda-bedakan berdasarkan potensi dan kebutuhan belajar masing-masing siswa. Guru tetap bertanggung jawab sepenuhnya atas perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar serta tindak lanjutnya. Namun, dalam pelaksanaan seluruh proses tersebut, guru dibantu oleh beberapa teacher aide, terutama agar pembelajaran dapat dilakukan secara lebih personal sesuai dengan potensi dan kebutuhan belajar masing-masing siswa. Jika dianalogikan dengan dunia medis, guru berperan seperti dokter, sedangkan teacher aide adalah para perawatnya.

Dalam pelaksanaan pembelajaran, ketika guru menjelaskan materi pelajaran secara klasikal, para teacher aide duduk bersama para siswa dan membantu siswa yang mengalami kesulitan untuk memahami penjelasan guru. Ketika guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kerja, guru dan para teacher aide akan menyebar ke setiap kelompok untuk mendamping kelompok-kelompok tersebut. Ketika para siswa diberi tugas secara individu, guru dan para teacher aide menyebar dan mendampingi setiap siswa dalam mengerjakan tugas.

Dengan keberadaan teacher aide, setiap siswa yang memiliki keunikan kebutuhan belajar  dapat terakomodir dalam proses pembelajaran. Bahkan, siswa yang terlahir dengan kebutuhan khusus pun dapat terakomodir dan terfasilitasi. Dengan demikian, kelas menjadi inklusif, yakni mengakomodir keunikan dan kebutuhan belajar masing-masing siswa.

Teacher Aide untuk Papua

Keragaman kesiapan belajar, potensi, dan kebutuhan belajar siswa-siswi di Papua, yang banyak dipengaruhi oleh kondisi geografis, keterpencilan, dan berbagai macam kesenjangan, selama ini menjadi persoalan yang cukup menyulitkan para guru di Papua. Siswa yang berasal dari kampung-kampung terpencil memiliki kemampuan yang relatif tertinggal jauh dari mereka yang menempuh studi di perkotaan. Ketika mereka melanjutkan studi ke jenjang berikutnya dan berada dalam satu kelas yang sama dengan para murid dari perkotaan, guru seolah-olah dihadapkan pada dua pilihan sulit, memenuhi kebutuhan belajar siswa yang lemah dan belum mencapai kompetensi atau siswa yang sudah mencapai kompetensi. Para guru akhirnya terjebak pada pengajaran jalan tengah, yakni mengakomodir dua kelompok tersebut dengan pola pembelajaran yang seragam, baik dalam hal materi, metode, sumber belajar, maupun jenis evaluasinya. Tidaklah mengherankan jika hasil belajar siswa-siswi di Papua relatif kurang memuaskan dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Siswa yang memiliki kemampuan baik tidak terfasilitasi secara optimal untuk mengembangkan kemampuannya. Sementara itu, siswa yang lemah juga tidak terfasilitasi dengan baik untuk sekadar mencapai kompetensi standar.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun