Mohon tunggu...
Figo PAROJI
Figo PAROJI Mohon Tunggu... Buruh - Lahir di Malang 21 Juni ...... Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali ke Tanah Air tercinta.

Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali menetap di Tanah Air tercinta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Akhir Masa Tugas, DPR Semakin Tidak Mengerti Tugasnya

25 September 2019   20:33 Diperbarui: 25 September 2019   20:37 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang akhir masa tugas, DPR RI periode 2014-2019 mendapat hadiah istimewa berupa kunjungan ribuan mahasiswa. Namun sayangnya, kunjungan para mahasiswa tersebut bukan dalam rangka mengapresiasi kinerja DPR selama lima tahun bekerja, tetapi untuk mengungkapkan kekecewaan terhadap hasil kerja mereka.

Seperti bencana asap yang dampaknya terasa hingga ke negeri tetangga, tentu ada sebab musababnya. Ada api yang tersulut hingga asap membumbung ke angkasa.

Begitu juga demonstrasi mahasiswa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta dan di berbagai daerah di seluruh Indonesia  yang puncaknya terjadi pada Selasa (24/9) kemarin.

Para mahasiswa tersulut emosinya setelah DPR dan pemerintah mengesahkan dan merancang UU yang dinilai tidak hanya tidak pro rakyat, tetapi dalam proses penyusunannya juga tidak mau mendengar aspirasi rakyat.

Tuntutan inti para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia itu adalah pencabutan UU KPK dan pembatalan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang semula akan disahkan dalam rapat paripurna terakhir DPR RI periode 2014-2019  pada Selasa (24/9/2019)  kemarin.

Pada Selasa (17/9) lalu, DPR (bersama pemerintah) telah mengesakan UU KPK meski sejak awal rencana revisi UU ini telah ditentang masyarakat dari berbagai kalangan. Narasi yang dibangun DPR dan pemerintah terkait revisi UU KPK dengan dalih untuk memperkuat lembaga antirasuah itu berbanding terbalik dengan pandangan masyarakat yang justru menilai KPK akan semakin lemah, bahkan akan 'mati'.

Akan tetapi, DPR (dan pemerintah) lebih memilih tutup mata -- tutup telinga. UU KPK hasil revisi tetap disahkan. Penolakan publik diabaikan begitu saja. Ironisnya, RUU KPK ini merupakan RUU inisiatif DPR.

Lebih dari itu, proses revisi UU KPK berjalan begitu singkat. DPR begitu 'ngebut' sehingga hanya dalam waktu belasan  hari, UU KPK hasil revisi sudah bisa disahkan setelah mendapat persetujuan pemerintah.

Hampir sama dengan revisi UU KPK yang sudah menjadi  wacana sejak lama, revisi KUHP bahkan sudah mulai dibahas sejak zaman Presiden Soeharto. Namun, hingga  puluhan tahun berjalan, rencana merevisi KUHP tersebut belum berhasil menjadi kenyataan.

DPR RI periode 2014-2019 tampaknya ingin mewujudkan keinginan merevisi KUHP yang sudah dirancang cukup lama itu, sekaligus menunjukkan 'hasil karya' di akhir masa tugasnya. DPR terlihat begitu ngoyo ingin mengesahkan RKUHP pada rapat paripurna terakhir mereka.

Namun sayangnya, masih terdapat beberapa pasal kontroversial yang mendapat penolakan publik. 

DPR bisa saja berdalih bahwa RKUHP ini datangnya dari pemerintah. Akan tetapi, jika DPR sebagai wakil rakyat satu suara dengan rakyat yang diwakilinya, tentu tidak akan begitu saja menyetujui dan berencana mengesahkan UU yang nyata-nyata menuai polemik di tengah masyarakat.

Tanpa adanya pengesahan UU KPK dan rencana pengesahan RKUHP, sepertinya tidak akan ada demontrasi mahasiswa besar-besaran di depan gedung DPR RI dan di berbagai daerah di seluruh Indonesia.

Pemerintah, melalui Presiden Jokowi memang telah menyatakan sikap untuk menunda pengesahan RKUHP. Namun, tuntutan mahasiswa bukan sekadar menunda, tetapi membatalkan RKUHP (selain mencabut UU KPK).

Selain tugas dan wewenang  menurut fungsinya, salah satu tugas utama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) adalah menyerap, mengumpulkan, menampung, serta menindaklanjuti aspirasi yang diungkapkan oleh rakyat.

Oleh karena itu, produk Undang-Undang yang dihasilkan DPR (bersama pemerintah) tentu harus merupakan cerminan dari kehendak rakyat. Sudah tentu harus pro rakyat dan memberi keadilan kepada rakyat. Sebab sesungguhnya, dalam sebuah negara demokrasi, rakyat-lah yang menjadi pemilik negeri.

Namun faktanya, menjelang akhir masa tugasnya, DPR RI periode 2014-2019 malah didemo masyarakat (mahasiswa)
gara-gara produk UU (dan RUU) yang dihasilkan/dibahas bersama pemerintah.

Sungguh sangat memalukan apabila wakil rakyat tidak lagi dipercaya rakyat karena tidak lagi mengerti tugasnya sebagai wakil rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun