Menjelang akhir masa tugas, DPR RI periode 2014-2019 mendapat hadiah istimewa berupa kunjungan ribuan mahasiswa. Namun sayangnya, kunjungan para mahasiswa tersebut bukan dalam rangka mengapresiasi kinerja DPR selama lima tahun bekerja, tetapi untuk mengungkapkan kekecewaan terhadap hasil kerja mereka.
Seperti bencana asap yang dampaknya terasa hingga ke negeri tetangga, tentu ada sebab musababnya. Ada api yang tersulut hingga asap membumbung ke angkasa.
Begitu juga demonstrasi mahasiswa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta dan di berbagai daerah di seluruh Indonesia  yang puncaknya terjadi pada Selasa (24/9) kemarin.
Para mahasiswa tersulut emosinya setelah DPR dan pemerintah mengesahkan dan merancang UU yang dinilai tidak hanya tidak pro rakyat, tetapi dalam proses penyusunannya juga tidak mau mendengar aspirasi rakyat.
Tuntutan inti para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia itu adalah pencabutan UU KPK dan pembatalan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang semula akan disahkan dalam rapat paripurna terakhir DPR RI periode 2014-2019 Â pada Selasa (24/9/2019) Â kemarin.
Pada Selasa (17/9) lalu, DPR (bersama pemerintah) telah mengesakan UU KPK meski sejak awal rencana revisi UU ini telah ditentang masyarakat dari berbagai kalangan. Narasi yang dibangun DPR dan pemerintah terkait revisi UU KPK dengan dalih untuk memperkuat lembaga antirasuah itu berbanding terbalik dengan pandangan masyarakat yang justru menilai KPK akan semakin lemah, bahkan akan 'mati'.
Akan tetapi, DPR (dan pemerintah) lebih memilih tutup mata -- tutup telinga. UU KPK hasil revisi tetap disahkan. Penolakan publik diabaikan begitu saja. Ironisnya, RUU KPK ini merupakan RUU inisiatif DPR.
Lebih dari itu, proses revisi UU KPK berjalan begitu singkat. DPR begitu 'ngebut' sehingga hanya dalam waktu belasan  hari, UU KPK hasil revisi sudah bisa disahkan setelah mendapat persetujuan pemerintah.
Hampir sama dengan revisi UU KPK yang sudah menjadi  wacana sejak lama, revisi KUHP bahkan sudah mulai dibahas sejak zaman Presiden Soeharto. Namun, hingga  puluhan tahun berjalan, rencana merevisi KUHP tersebut belum berhasil menjadi kenyataan.
DPR RI periode 2014-2019 tampaknya ingin mewujudkan keinginan merevisi KUHP yang sudah dirancang cukup lama itu, sekaligus menunjukkan 'hasil karya' di akhir masa tugasnya. DPR terlihat begitu ngoyo ingin mengesahkan RKUHP pada rapat paripurna terakhir mereka.
Namun sayangnya, masih terdapat beberapa pasal kontroversial yang mendapat penolakan publik.Â
DPR bisa saja berdalih bahwa RKUHP ini datangnya dari pemerintah. Akan tetapi, jika DPR sebagai wakil rakyat satu suara dengan rakyat yang diwakilinya, tentu tidak akan begitu saja menyetujui dan berencana mengesahkan UU yang nyata-nyata menuai polemik di tengah masyarakat.
Tanpa adanya pengesahan UU KPK dan rencana pengesahan RKUHP, sepertinya tidak akan ada demontrasi mahasiswa besar-besaran di depan gedung DPR RI dan di berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Pemerintah, melalui Presiden Jokowi memang telah menyatakan sikap untuk menunda pengesahan RKUHP. Namun, tuntutan mahasiswa bukan sekadar menunda, tetapi membatalkan RKUHP (selain mencabut UU KPK).
Selain tugas dan wewenang  menurut fungsinya, salah satu tugas utama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) adalah menyerap, mengumpulkan, menampung, serta menindaklanjuti aspirasi yang diungkapkan oleh rakyat.
Oleh karena itu, produk Undang-Undang yang dihasilkan DPR (bersama pemerintah) tentu harus merupakan cerminan dari kehendak rakyat. Sudah tentu harus pro rakyat dan memberi keadilan kepada rakyat. Sebab sesungguhnya, dalam sebuah negara demokrasi, rakyat-lah yang menjadi pemilik negeri.
Namun faktanya, menjelang akhir masa tugasnya, DPR RI periode 2014-2019 malah didemo masyarakat (mahasiswa)
gara-gara produk UU (dan RUU) yang dihasilkan/dibahas bersama pemerintah.
Sungguh sangat memalukan apabila wakil rakyat tidak lagi dipercaya rakyat karena tidak lagi mengerti tugasnya sebagai wakil rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H