Mohon tunggu...
Figo PAROJI
Figo PAROJI Mohon Tunggu... Buruh - Lahir di Malang 21 Juni ...... Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali ke Tanah Air tercinta.

Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali menetap di Tanah Air tercinta.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Asap di Negeri Jiran, Jerebu yang Membimbangkan

18 September 2019   06:42 Diperbarui: 18 September 2019   07:56 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kondisi udara di Putrajaya, Senin (16/9) // foto: Bernama

Langit negeri tetangga sudah beberapa hari ini diselimuti kabut asap. Konon kabarnya, kabut asap tersebut berasal dari kebakaran hutan di Indonesia.

Tak hanya di negeri Serawak. Di wilayah semenanjung, selama beberapa ini langit Kuala Lumpur dan negeri-negeri lainnya tampak memutih. Mentari seolah enggan menyapa. Seperti sedang terjadi gerhana.  

Sejak 5 September 2019 lalu, berita tentang asap menjadi sajian utama media Malaysia, baik media cetak, media elektronik, maupun media online  

Pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Siti Nurbaya Bakar yang beberapa waktu lalu sempat membantah sumber asap dari negaranya juga tak luput dari sorotan media. Pun demikian ketika Menteri Lingkungan Malaysia, Yeo Bee Yin ganti membidas (menyerang balik) Menteri Siti Nurbaya.  

Berita tentang  Perdana Menteri (PM) Malaysia, Mahathir Mohamad mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi  untuk mengungkapkan kekhawatiran soal kabut asap lintas-perbatasan juga tersaji di halaman utama media Malaysia.

halaman depan koran Kosmo, 12 Sept 2019 // foto: dok.pri
halaman depan koran Kosmo, 12 Sept 2019 // foto: dok.pri
berita koran Kosmo 12/9/2019 // foto: dok.pri
berita koran Kosmo 12/9/2019 // foto: dok.pri
Jerebu. Demikian orang Malaysia menyebut asap. Setiap hari, media selalu memberitakan tentang kabut asap yang semakin mengkhawatirkan. Jerebu semakin membimbangkan, begitu mereka mengatakannya.

Dari hari ke hari, bahkan perkembangan dari pagi, sore hingga petang, media juga selalu melaporkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)  atau di Malaysia disebut Indeks Pencemaran Udara (IPU) di berbagai kawasan.

Terbaru, seperti dilaporkan Bernama, Senin (16/9), sebanyak 25 sekolah di wilayah pusat administrasi Malaysia di Putrajaya diliburkan mulai Selasa (17/9) karena berdasarkan data IPU kualitas udara di kawasan itu sudah masuk kategori 'sangat tidak sehat'.

Pada Selasa (17/9) malam, Bernama juga melaporkan, sebanyak 115 sekolah di Selangor akan diliburkan mulai Rabu (18/9) karena jerebu di kawasan itu semakin membimbangkan.

Dalam pernyataan kepada media, Selasa (17/9), Wakil Perdana Menteri Dr Wan Azizah Wan Ismail mengatakan, saat ini pemerintah Malaysia sedang meningkatkan kesiapannya untuk mengatasi masalah kabut asap yang mendatangkan malapetaka di negara itu.

Menurut Wan Azizah, pemerintah Malaysia tidak akan ragu untuk menyatakan keadaan darurat jika data IPU yang terbaca telah melebihi level 500 karena sudah masuk kategori  sangat berbahaya.

***
Jika dikatakan sebagai sebuah bencana, persoalan asap ini sebenarnya merupakan bencana tahunan. Setiap tahun, selalu ada kabut asap melanda. Tak hanya masyarakat di Kalimantan dan Sumatera, masyarakat di negeri tetangga juga merasakan dampaknya. Termasuk saya yang sudah lebih dari 10 tahun bekerja di Malaysia.

Selama beberapa hari terakhir ini, di kawasan tempat saya bekerja di Port Klang, Selangor, tak ada bedanya antara pagi, siang dan sore. Setiap saat seperti senja. Matahari tak begitu jelas menampakkan sinarnya. Napas terasa begitu  berat. Udara baru terasa agak segar jika ada turun hujan. 

langit di atas Selangor, Selasa (17/9) siang // foto: dok.pri
langit di atas Selangor, Selasa (17/9) siang // foto: dok.pri
Tak akan ada asap, tanpa ada api. Begitu juga dengan tragedi asap ini. Pertanyaannya, siapa yang jadi pemantik api? 

Untuk menjadi heran tentang kebakaran hutan dan lahan ini, logika manusia yang waras pun sudah bisa menerka.  Tanpa harus naik helikopter untuk meninjau lokasi dari udara bersama panglima.

Memangnya di hutan-hutan  atau di lahan-lahan itu ada sumber api?   Trus hutan dan lahan itu membakar dirinya sendiri? Duh  ..

Sudah tentu, bencana kabut asap ini berasal dari hutan dan (bakal) lahan yang dibakar oleh manusia. Sudah tentu pula manusia-manusia itu tidak akan membakar pohon-pohon sawit dan tanaman industri di lokasi perkebunan  yang sudah jadi. 

Dari dulu, penegakan hukum terkait kebakaran hutan tidak pernah serius, sehingga bencana ini terus terjadi. Padahal, dugaan dugaan adanya  praktik land clearing sebagai penyebab terjadinya bencana asap ini telah banyak terlontar di media.

Sebagai negeri tetangga, Malaysia dan Singapura terkena dampaknya karena asap yang membumbung ke angkasa.  Meski usut punya usut, lahan yang terbakar di Riau dan Kalimantan itu juga ada yang milik pengusaha asal Malaysia dan Singapura. 

Mengatasi persoalan asap tidak cukup hanya dengan segala daya upaya mengerahkan kekuatan untuk memadamkan kebakaran disertai ancaman akan mencopot jabatan.

Solusi yang ditemukan harus bersumber dari akar persoalan.

Agar masalah asap ini tidak berterusan dan tidak lagi menjadi bencana tahunan, sudah saatnya pemerintah dan para penegak hukum di segala tingkatan berpikir bahwa asap bukan berasal dari kebakaran hutan dan lahan, tapi bencana ini terjadi akibat adanya hutan yang dibakar untuk pembukaan lahan.

Tindak tegas pelaku, tanpa pandang bulu. Jangan hanya rakyat jelata yang menerima upah  untuk melakukannya. Para pengusaha itu, para pengelola lahan konsesi itu yang harus dibuat jera.

Bencana ini harus berhenti. Jerebu yang membimbangkan jangan lagi menjadi malapetaka tahunan. Pembakaran hutan untuk pembukaan lahan harus dihentikan!

__

Salam dari negeri jiran ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun