Langit negeri tetangga sudah beberapa hari ini diselimuti kabut asap. Konon kabarnya, kabut asap tersebut berasal dari kebakaran hutan di Indonesia.
Tak hanya di negeri Serawak. Di wilayah semenanjung, selama beberapa ini langit Kuala Lumpur dan negeri-negeri lainnya tampak memutih. Mentari seolah enggan menyapa. Seperti sedang terjadi gerhana. Â
Sejak 5 September 2019 lalu, berita tentang asap menjadi sajian utama media Malaysia, baik media cetak, media elektronik, maupun media online Â
Pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Siti Nurbaya Bakar yang beberapa waktu lalu sempat membantah sumber asap dari negaranya juga tak luput dari sorotan media. Pun demikian ketika Menteri Lingkungan Malaysia, Yeo Bee Yin ganti membidas (menyerang balik) Menteri Siti Nurbaya. Â
Berita tentang  Perdana Menteri (PM) Malaysia, Mahathir Mohamad mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi  untuk mengungkapkan kekhawatiran soal kabut asap lintas-perbatasan juga tersaji di halaman utama media Malaysia.
Dari hari ke hari, bahkan perkembangan dari pagi, sore hingga petang, media juga selalu melaporkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Â atau di Malaysia disebut Indeks Pencemaran Udara (IPU) di berbagai kawasan.
Terbaru, seperti dilaporkan Bernama, Senin (16/9), sebanyak 25 sekolah di wilayah pusat administrasi Malaysia di Putrajaya diliburkan mulai Selasa (17/9) karena berdasarkan data IPU kualitas udara di kawasan itu sudah masuk kategori 'sangat tidak sehat'.
Pada Selasa (17/9) malam, Bernama juga melaporkan, sebanyak 115 sekolah di Selangor akan diliburkan mulai Rabu (18/9) karena jerebu di kawasan itu semakin membimbangkan.
Dalam pernyataan kepada media, Selasa (17/9), Wakil Perdana Menteri Dr Wan Azizah Wan Ismail mengatakan, saat ini pemerintah Malaysia sedang meningkatkan kesiapannya untuk mengatasi masalah kabut asap yang mendatangkan malapetaka di negara itu.
Menurut Wan Azizah, pemerintah Malaysia tidak akan ragu untuk menyatakan keadaan darurat jika data IPU yang terbaca telah melebihi level 500 karena sudah masuk kategori  sangat berbahaya.
***
Jika dikatakan sebagai sebuah bencana, persoalan asap ini sebenarnya merupakan bencana tahunan. Setiap tahun, selalu ada kabut asap melanda. Tak hanya masyarakat di Kalimantan dan Sumatera, masyarakat di negeri tetangga juga merasakan dampaknya. Termasuk saya yang sudah lebih dari 10 tahun bekerja di Malaysia.
Selama beberapa hari terakhir ini, di kawasan tempat saya bekerja di Port Klang, Selangor, tak ada bedanya antara pagi, siang dan sore. Setiap saat seperti senja. Matahari tak begitu jelas menampakkan sinarnya. Napas terasa begitu  berat. Udara baru terasa agak segar jika ada turun hujan.Â
Untuk menjadi heran tentang kebakaran hutan dan lahan ini, logika manusia yang waras pun sudah bisa menerka. Â Tanpa harus naik helikopter untuk meninjau lokasi dari udara bersama panglima.
Memangnya di hutan-hutan  atau di lahan-lahan itu ada sumber api?  Trus hutan dan lahan itu membakar dirinya sendiri? Duh  ..
Sudah tentu, bencana kabut asap ini berasal dari hutan dan (bakal) lahan yang dibakar oleh manusia. Sudah tentu pula manusia-manusia itu tidak akan membakar pohon-pohon sawit dan tanaman industri di lokasi perkebunan yang sudah jadi.Â
Dari dulu, penegakan hukum terkait kebakaran hutan tidak pernah serius, sehingga bencana ini terus terjadi. Padahal, dugaan dugaan adanya  praktik land clearing sebagai penyebab terjadinya bencana asap ini telah banyak terlontar di media.
Sebagai negeri tetangga, Malaysia dan Singapura terkena dampaknya karena asap yang membumbung ke angkasa. Â Meski usut punya usut, lahan yang terbakar di Riau dan Kalimantan itu juga ada yang milik pengusaha asal Malaysia dan Singapura.Â
Mengatasi persoalan asap tidak cukup hanya dengan segala daya upaya mengerahkan kekuatan untuk memadamkan kebakaran disertai ancaman akan mencopot jabatan.
Solusi yang ditemukan harus bersumber dari akar persoalan.
Agar masalah asap ini tidak berterusan dan tidak lagi menjadi bencana tahunan, sudah saatnya pemerintah dan para penegak hukum di segala tingkatan berpikir bahwa asap bukan berasal dari kebakaran hutan dan lahan, tapi bencana ini terjadi akibat adanya hutan yang dibakar untuk pembukaan lahan.
Tindak tegas pelaku, tanpa pandang bulu. Jangan hanya rakyat jelata yang menerima upah  untuk melakukannya. Para pengusaha itu, para pengelola lahan konsesi itu yang harus dibuat jera.
Bencana ini harus berhenti. Jerebu yang membimbangkan jangan lagi menjadi malapetaka tahunan. Pembakaran hutan untuk pembukaan lahan harus dihentikan!
__
Salam dari negeri jiran ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H