Mohon tunggu...
Figo PAROJI
Figo PAROJI Mohon Tunggu... Buruh - Lahir di Malang 21 Juni ...... Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali ke Tanah Air tercinta.

Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali menetap di Tanah Air tercinta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jika Tak Ada OTT, KPK Bisa Jadi "Komisi Pembiaran Korupsi"

8 September 2019   22:26 Diperbarui: 8 September 2019   22:28 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana kalau misalnya karena merasa KPK sudah percaya tidak akan melakukan korupsi  lalu   seseorang tersebut tetap melanjutkan rencananya untuk korupsi secara diam-diam? Dipanggil lagi, ditanya lagi, dan disuruh membuat suart lagi? Iya kalau ketahuan, kalau tidak? Atau, KPK akan membiarkannya?

Betapa bodohnya pimpinan KPK jika meniadakan OTT dan menggunakan cara seperti usulan Johanis  Tanak. Ingat! KPK adalah singkatan dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Selama ini, cara yang paling ampuh untuk memberantas korupsi adalah dengan cara OTT.

Secara pribadi, saya sependapat dengan anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah yang  menilai OTT justru menunjukkan performa KPK yang memuaskan dari sisi penindakan korupsi. Apalagi aktor yang ditangkap belakangan adalah orang penting alias politically exposed person.

Hemat saya, jika tidak ada lagi OTT, KPK akan jadi 'Komisi Pembiaran Korupsi'. Ingat, koruptor itu licin seperti belut. Juga seperti tikus, hobinya menggerogoti dari tempat tersembunyi.

Memang, dalam pemberantasan tindak pidana korupsi terdapat pencegahan dan penindakan. Jika bisa dicegah, tentu tidak perlu ditindak. Namun, apabila ada seseorang  melakukan korupsi  apakah KPK hanya cukup memanggil dan menanyai terduga pelaku dan menyuruh membuat surat, tanpa menangkapnya?

Di Indonesia tidak akan pernah ada koruptor, kalau KPK atau penegak hukum yang lain tidak menangkapnya. Seseorang akan disebut sebagai koruptor apabila tertangkap melakukan korupsi. Kalau tidak tertangkap, mereka tetap pejabat, mereka tetap wakil rakyat yang penampilannya bersahaja seolah tiada dosa.

Seperti kasus Romahurmuziy alias Romi itu. KPK tetap menghadiahi rompi oranye meski dia mengaku dijebak. Ya memang dijebak. Kalau tidak dijebak ya tidak akan ketangkap. Romi tidak akan bergelar koruptor jika KPK tidak menangkapnya.

Kasus Romi tentu akan berbeda jika KPK-nya KPK baru yang pimpinannya menggunakan cara seperti pandangan Johanis Tanak. Pasti dialognya juga akan sangat lucu dan konyol.

"Eh, Rom. Kamu terima uang suap, ya?"
"Enggak, Pak. Sumpah enggak!"
"Jangan terima uang suap lo, ya. Gak baik itu. Melanggar hukum. Nanti kamu bisa ditangkap."
"Iya, Pak. Saya tahu, kok."
"Ok. Kamu bikin surat ya. Kirim ke seluruh lembaga penegak hukum."
"Ashiap, Pak. Terima  kasih."

***

Asu ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun