MPR yang pada awalnya disepakati  sebagai pemegang mandat sepenuhnya dari rakyat sudah  tidak lagi sebagai lembaga pemegang mandat tunggal yang tertinggi, melainkan mandat itu dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar.
Berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen, presiden sebagai penyelenggara salah satu cabang kekuasaan negara tidak lagi  dipilih oleh wakil rakyat yang duduk di MPR, tetapi dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu.
Namun tetap saja, rakyat tidak bisa serta merta memilih presiden  secara langsung . Untuk bisa memilih presiden secara langsung dalam pemilu, rakyat harus menunggu partai politik atau gabungan partai politik memilihkan calon terlebih dulu.
Artinya, meskipun bisa memilih presiden secara langsung, rakyat tidak benar-benar menjadi ‘pemilih berdaulat’ karena kedaulatan rakyat telah didelegasikan kepada partai politik atau gabungan partai politik untuk memilihkan calon presiden. Â
Sejatinya, yang dipilih oleh rakyat secara langsung dalam pemilu adalah calon presiden yang dipilihkan partai politik atau gabungan partai politik.
Pada pilpres 2019, partai politik atau gabungan partai politik telah memilihkan dua pasangan capres-cawapres, Â Joko Widodo-Maruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk dipilih secara langsung oleh rakyat.
Dengan demikian, apakah rakyat benar-benar menjadi Pemilih Berdaulat?
Tagline ‘Pemilih Berdaulat Negara Kuat’ hanyalah upaya KPU untuk menyemangati masyarakat agar mau menggunakan hak pilihnya dalam pemilu meski sesungguhnya, rakyat tidak benar-benar menjadi pemilih yang  berdaulat.
Oleh karena itu, marilah kita gunakan hak kita dalam pemilu dengan sewajarnya. Tidak perlu berlebihan, apalagi sampai bermusuhan hanya karena beda pilihan.
Kemenangan pasangan capres-cawapres dalam pemilu bukanlah kemenangan partai politik atau  gabungan partai politik yang mencalonkannya, tapi kemenangan seluruh rakyat Indonesia.
***