Sebuah Cerita Perjalanan Menyusuri Timur Indonesia (PROLOG)
"Semua terangkum dalam kisah perjalanan, disana kamu akan menemui banyak kemungkinan, bahkan yang mungkin sudah kamu persiapakan, justru tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, Jangan kaget!"
Hari itu tepat pada tanggal 18 April 2018, setibanya aku dari Jakarta dan mulai kembali menginjakkan kakiku di kota tercinta. Tepat pukul 05.00 pagi aku sampai di rumah dengan kondisi siap melanjutkan perjalanan ke alam bawah sadar. Sebelum beranjak ke ruang tidur, sejenak aku mempersiapkan jadwal hari itu. Pertama, aku putuskan untuk melakukan servis rutin kendaraanku. Maklum, setelah jadi rekan kerja dulu, kendaraan ini kurasa masih belum cukup sehat, seringkali terdengar bunyi petok-petok dari suara sumbang knalpotnya. Haha. Mungkin, rekan tempatku bekerja dulu tahu bunyinya seperti apa, Â kalau buat bangunin sapi tidur, mungkin sudah langsung keluar susunya. wekekek. Setelah servis kendaraan, aku persiapakan jadwal untuk melakukan kunjungan ke kost temanku yang sebetulnya jadi target buat aku kunjungi setibanya di Lombok nanti, tapi apa daya, surprise berujung "sad prize". Lalu, barulah setelah dari kost temanku, aku berencana melanjutkan perjalanan ke rumah si Pemilik Caf di komplek Balai kota, ya partner boncengersku yang akan menemani perjalanan ke Sumbawa Besar selama 2 minggu perjalanan (pulang-pergi). Setelah siap dengan rencanaku hari itu, akupun mulai berkenalan dengan bunga (teman tidur yang biasanya meniptakan banyak ilusi yang seolah nyata namun faktanya cuma ilusi).
Tepat pukul 08.00 pagi, aku bangun dari tidur singkatku, bersiap-siap untuk mandi seperlunya, makan yang sudah dihidangkan, lalu pamit ke orang tua. Sampai di bengkel sekitar pukul 08.30 pagi, ternyata bengkel belum buka sama sekali. (Sedih nggak sih?) Akhirnya, kuputuskan untuk mencari bengkel lain disekitar jalan Gejayan, eh belum buka juga. (Tambahlah, rasa haruku berkecamuk bersatu dengan semangat membaraku untuk mewujudkan misi). Lalu, kuputuskan untuk berjalan-jalan keliling sekitaran jalan Kaliurang melewati jalan Magelang dan berhenti di sebuah toko modern berawalan I. Disana aku membeli roti dan sekaleng susu favorit yang sekarang lagi ngetrend banget berkat penjual mimunam kaki lima yang menjualnya dengan harga yang fantastis (15rb), mau mewek rasanya. Haha.Â
Tak berselang lama, waktu sudah menunjukan pukul 09.30, aku bergegas menuju bengkel karena terus terang saja, saat itu aku khawatir karena waktu sudah menunjukkan cukup siang untuk booking servis ditambah lagi perasaanku yang mulai tak karuan. Benar saja, sesampainya di bengkel Yamaha di jalan Kaliurang, antrian panjang sudah cukup mengular, belum lagi yang melakukan booking via SMS. "Waduh tenan to wis kebak (Haduh, benarkan sudah  penuh)", jawabku dalam hati. Lalu, kuberanikan diri untuk bertemu dengan counter servisnya , aku terkejut karena mendapat antrian yang cukup panjang, 13 kendaraan men.Â
Dan, pihak bengkel menawarkan untuk mau pindah bengkel lain atau tetap servis disana. Kuputuskan tetap lanjut. Hehe. Dengan perkiraan servis besar yang akan dikerjakan, aku sudah kalkulasi budgetnya, dan sudah kusiapkan sejumlah dana untuk membayarnya.Â
Diluar dugaan, aku ternganga, karena motor yang jadi tulang punggungku selama ini, hanya menghabiskan waktu 2 jam servis dan itu jauh diluar estimasi waktu yang aku perkirakan. Hebatnya lagi, ternyata servis yang dikerjakan tidak memakan biaya yang cukup banyak. Waktu itu menghabiskan budget 100 ribuan diluar perhitunganku yang mencapai 600 ribuan karena harus ganti ini itu. Ternyata, belum diperlukan biaya pengobatan sampai semahal itu. Puji syukur, duit masih diberkati.
Setelah menyelesaikan urusan bengkel. Aku melanjutkan perjalanan ke kediaman temanku, om Jacob. Tiba di kediaman om Jacob di Paingan sekitar pukul 12.30an. Singkat cerita, om  Jacob adalah teman SMAku dulu, dia adalah putra daerah kota Lombok. Terakhir bersua dengannya itu pada tanggal 16 Maret 2017 sebelum akhirnya aku dipanggil ke Jakarta dalam rangka mendapatkan professional job untuk pertama kalinya. Dia pula yang telah mengantarkanku menuju stasiun kala itu. Oke aku lanjutkan ke cerita perjalananku menuju Lombok dan Sumbawa Besar. Â
Perjalananku ini sebetulnya terinspirasi dari kisah penjual kelapa dan sayuran yang cukup sukses di Ungaran. Ceritanya, mau capturing opportunity, dan silahturahmi kerumah om Jacob. Ya, Â sambil menyelam minum air gitulah. Disamping itu, perjalanan bertajub "Dare to Challenge yourself" adalah perjalanan yang ditujukan untuk menginspirasi banyak orang bahwa mereka bisa bertindak melebihi kapasitas yang membatasi diri mereka. Begitulah kura-kura, retorisnya misi perjalanan ini. Tapi apa daya, Tuhan berencana lain,aku dan om Jacob tidak dipertemukan di Kota Lombok, namun di kota penuh nostalgi, Yogyakarta. Well, anyway, aku lanjutin ke perjumpaan kami ya (Sedikit mlumpat kodok ya, hehe).Â
Disaat aku beroleh kesempatan kemabli untuk dengan om Jacob. Disitu aku mulai gencar menawarkan paket perjalanan (ya maklum lah jiwa salesmannya keluar lagi). Paket perjalanan itu intinya adalah ajakan untuk ikut bergabung dalam rencana perjalanan panjang kami menuju Lombok dan final di Sumbawa Besar nantinya. Â Kurang lebih 3 jam kami berbincang panjang dan menghabiskan waktu sembari sesekali menawarkan paket perjalanan itu.Â
Alhasil, dia tetap menolak dengan baik, walaupun sebetulnya dia juga ingin bergabung dalam perjalanan panjang ini. Sayang, aku belum bisa mengajaknya bergabung karena dia masih punya urusan lain. Sampai pada akhirnya, perberbincangan kami harus terhenti karena waktu sudah menunjukkan pukul pukul 05.00 sore. Saatnya kami beranjak pergi meningglkan kediaman om Jacob dan bergegas menuju rumah om Duty di komplek Balai Kota.
Tiba dirumah sekaligus Caf temanku di komplek balai Kota pukul 05.30 sore. Seperti biasa, partnerku ini masih sibuk untuk mengurusi keperluan Cafenya. Maklum dia adalah seorang entrepreneur sekaligus seksi wara-wiri disalah satu kementrian. Â Dengan sabar sekaligus agak baper kamipun ingin membantunya. Tapi dia tak mengijinkan, karena kami adalah tamu istimewa baginya. Haha (Mosok tamu bersih-bersih, begitulah kira-kira). Selesai mempersiapkan Cafenya, dia lalu menawarkan beberapa list menu pilihannya. Dan setelah memesan beberapa produk olahan dari Cafenya. Lalu, kamipun mulai berdiskusi sembari menunggu teman kami Om. Pieter yang juga merupakan satu angkatan di Pangudi Luhur dulu. Hujan sedikit menemani diskusi panjang kami kala itu. Menambah suasana romantic yang berkecamuk kala flashback menceritakan masa remaja sebagai siswa SMA. Biasalah, kami berkumpul tak hanya membahas masa depan tapi juga masa lalu. (Oh syahdunya).
Selang beberapa purnama (Duh, mulai edan ki penulisnya), sekitar pukul 07.30 om Pieter dating dari kantornya bekerja. Oh ya, kukenalkan dengan sahabatku, Om. Pieter. Om Pieter  adalah seorang tenaga ahli bidang arsitektur yang sampai saat ini masih aktif tercatat sebagai salah satu karyawan di perushaan swasta. (Malah, koyok gawe novel perkenalan tokoh, ngakak).  Kami akhirnya berbincang panjang dan juga membahas beberapa hal terkait perjalanan kami. Sekali lagi, jiwa salesmanku keluar lagi, kubujukalah om Pieter untuk turut serta berpatisipasi. Wakanda, eh wadalah, jelas dia tidak bisa wong masih sibuk kerja, emangnya gw yang lagi jadi buruh migraine? (Wadaw, malah kecampur-campur neh bahasanya, LOL).
 Aku lanjutin ceritanya ya, jadi sebetulnya baik om Pieter maupun om Jacob keduanya ingin bergabung dalam ekspedisi kami menuju Sumbawa Besar, karena kesibukannya masing-masing  akhirnya mereka dengan sangat terpaksa belum bisa bergabung dalam perjalanan kami ini. Meski begitu, pertemanan kami masih oke kok sampai sekarang. Jadi, kalau mau tanya hubungan kami bagaimana, sudah nggak perlu ditanya, jelas baik-baik saja. Loh, kok ceritanya makin ra nyambung. Tolong pak kembalikan ke rel keretanya! Baiklah, kembali kami bersua sampai pukul 09.00 malam, aku sebenernya sudah pengen pulang untuk persiapan. Namun, apa daya, karena om. Candra mau dating akhirnya aku tunda dulu untuk pulang. Sampai pada akhirnya Om Candra tiba sekitar pukul 09.40an malam. Om. Candra adalah teman kami dari SMA juga, dia adalah entrepreneur yang merintis usahanya di bidang konveski pakaian.
Akhirnya kamipun ngobrol makin panjang, makin panjang dan tambah panjang. Sampai pada akhirnya, karena sudah cukup panjang jadi melebar kemana-mana. Kami bercerita hingga larut malam mulai dari diskusi pekerjaan, kendaraan, dan semua hal kita bedah satu-satu (saying, bukan bedah buku ya, kan bisa tak review disini. Haha) bercerita ngalor ngidul berempat. Sungguh diluar dugaan, kami baru selesai berbincang pukul 11.30 malam padahal keesokan harinya kami akan melanjutkan perjalanan yang sangat panjang, sungguh diluar batas nalar, itulah sekelumit prolog perjalanan. Dan, walla, Â sampai jumpa di bacaan selanjutnya!
Cerita ini dapat juga dibaca di http://www.seneng.online
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H