Tepat di hari kedua Ramadhan 1439 H, Kementerian Agama merilis daftar 200 nama Mubaligh yang direkomendasikan oleh Kementerian yang pimpinan Lukman Hakim Saifuddin. Sejak pertama kali dirilis, list para Mubaligh tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dan kontroversi. Mulai dari proses penyaringan, perihal nama-nama para mubaligh tertentu yang tak masuk rekomendasi, hingga ada juga Mubaligh yang meminta namanya dihapuskan saja dari daftar yang dibuat oleh Kemenag.
Sebelum kita memecah permasalahan tersebut, setidaknya ada dua hal menarik terkait daftar 200 nama Mubaligh ala Menteri Lukman.
Pertama, Kemenang menyebutkan punya tiga kriteria Mubaligh atau penceramah yang diyakini bisa memberikan dakwah dengan baik. Menurut Menteri Lukman, kriteria itulah yang menyaring nama-nama penceramah hingga masuk ke dalam daftar 200 nama Mubaligh. Berikut tiga kriteria seperti dikutip dari laman Kemenag.
Kriteria tersebut ialah: mereka yang betul-betul mumpuni dalam arti menguasai secara mendalam dan luas tentang substansi ajaran Agama  Islam, mereka memiliki pengalaman yang cukup besar sebagai penceramah, dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap nilai-nilai kebangsaan.
Nah, atas dasar itulah, Menteri Lukman menyampaikan adanya 200 nama penceramah ala kemenang. Tidak hanya itu, Menteri Lukman juga mengatakan bahwa harus diingat bahwa rilis 200 penceramah tersbeut bukan yang pertama dan satu-satunya. Artinya, 200 Daftar penceramah ini akan selalu updating baik pengurangan maupun peurbahan panambahan. (Hmm kok bisa gitu ya?)
Kedua, nama yang masuk daftar list 200 Mubaligh adalah sesuai dengan masukan dari sejumlah ormas dan tokoh. Lukman mengaku bahwa nama-nama yang tercakup dalam 200 daftar mubaligh itu adalah atas dasar masukan dari tokoh-tokoh dan juga ormas Islam. Namun, Lukman tak berani menjelaskan secara rinci ormas dan tokoh-tokoh Islam yang mana yang terlibat dalam penentuan nama-nama tersebut.
Atas kontroversi yang ada, Lukman menjawab alasan Kemenag membuat rilis daftar nama Mubaligh ialah dalam rangka menjawab semua permintaan dari masyatakat yang begitu banyak terkait Mubaligh yang bisa berceramah di masjid, mushola atau tempat pengajian lainnya. Namun, teranyata upaya Menag dalam memenuhi permintaan tersebut malah dinilai masyarakat sebagai tindakan yang salah kaprah. Tidak hanya itu, bahkan Menag juga dianggap telah mengawali adanya perpecah-belahan antar ulama dan umat.
Hal ini terjadi karena Menag main asal 'comot' nama-nama yang diinginkannya masuk ke daftar 200 Mubaligh dan main asal usir para penceramah yang dianggap tidak cocok dan tidak memenuhi kriteria Kemenag.
Misalnya adanya sejumlah nama yang minta dikeluarkan dari Daftar nama 200 Mubaligh bentukan Kemenang. Salah satunya ialah Dahnil Azhar Simanjutak, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Dahnil merasa keberatan jika dirinya dimasukkan ke 'gank' 200 Mubaligh ala Kemenang. Dahnil menilai Kemenag tidak perlu memberikan list tersebut. Selain itu, Dahniel malah menyebut beberapa nama Ustadz yang berilmu tinggi dan berakhlak baik seperti Ustadz Abdul Somad, Adi Hidayat dan yang lainnya berhak mendapat sertifkat dari Kemenang (kalau memang dipaksakan harus ada sertifkasi-sertifikasi).
Sementara itu, dari hasil penelusuran, Dai kondang Ustadz Abdul Somad Namanya tidak tercantum pada daftar 200 Mubaligh sebagaimana harapan Dahniel Azhar. Tak tercantumnya ulama asal Pekanbaru itu sontak langsung menimbulkan berbagai pertanyaan dari masyarakat. Demikian juga nama-nama ustadz yang lainnya seperti nama Ustadz Adi Hidayat, Bachtiar Nasir dan sejumlah nama lainnya.
Hal ini tentu ada yang keliru dari Kemenag. Kenapa nama dai yang sudah tidak asing di tekinga masyarakt se-antero negeri ini tidak dimasukkan ke daftar 200 Mubaligh? Dan kenapa juga sejumlah nama yang sudah dicantumkan malah minta Namanya dihapus saja. Apa sebelumnya tidak ada komunikasi antar Kemenag dan beberapa mubaligh yang Namanya hendak ditulis? Atau memang juga sengaja kemenang ingin mengelompokkan mana-mana saja mubaligh yang bisa pro dengan pemerintah dan mubaligh-mubaligh yang anti dengan pemerintah? Ah tentu banyak sekali pertanyaan yang terbesit di fikiran kita masing-masing.
Keputusan Menag dalam memberikan sertifkasi ke 200 Mubaligh ini juga didukung oleh Sekretaris Kemenag, Nur Syam. Pihaknya mengatakan bahwa Kemenag merilis 200 Mubaligh bukan untuk kepentingan beberapa pihak saja, melainkan langkah yang diambil Kemenag tersebut adalah hanya untuk memberikan referensi kepada umat Islam tentang siapa saja Mubaligh yang bisa diundang untuk berceramah. Nur Syam mengaku sertifkasi 200 Mubaligh ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan standartiasi kapasistas masing-masing Mubaligh.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal DPP PAN Eddy Soeparno juga turut berkomentar atas langkah keliru yang sudah diambil oleh Kemenag. Melalui akun twitter resmi @eddy_soeparno, ia menyampaikan bahwa Kemenag harus mendengarkan aspirasi masyarakat dan juga para Mubaligh yang Namanya asal dimasukkan sebagai 200 Mubaligh Kemenag.
Kemang tidak boleh berdalih semua dilakukan demi menjawab pertanyaan masyarakat tentang siapa Mubaligh yang layak untuk dijadikan penceramah, tanpa peduli apakah para mubaligh tersebut setuju atau tidak jika ada pengelompokkan seperti itu. Lebih lanjut, langkah yang harus diambil Kemenag tidak hanya sekedar mencoret nama saja, tetapi juga mendengarkan keresahan para Mubaligh yang khawatir dengan adanya daftar 200 Mubaligh rujukan Kemenag justru akan memicu ketidaknyamanan baik dari masyarakat ataupun antar Mubaligh itu sendiri.
Eddy juga berpendapat langkah Kemenang ini sangat tidak rasional. Diantara 200 juta lebih penduduk Indonesia, kenapa hanya 200 orang yang dipilih sebagai Mubaligh rekomendasi Kemenang? Apakah itu tidak mengundang presepsi public terkait maksud lain dari adanya keputusan yang tidka logis itu? Oleh sebab itu, tidak perlu menunggu lama-lama, Kemenag harus segera meminta maaf dan menarik kembali list 200 nama Mubaligh yang membuat 'geger' sebagian masyarakat Indonesia, tekrhusus umat Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H