Mohon tunggu...
Fitri Handayani
Fitri Handayani Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Berhenti berfikir dari segi keterbatasan. Memulai dari segi kemungkinan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen] Secercah Cahaya di dalam Kegelapan

24 April 2017   18:09 Diperbarui: 25 April 2017   03:00 1191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Jangan mendekat! Kumohon jangan mendekat!” Celoteh seorang gadis dengan rambut yang terurai tidak karuan, make upnya yang mulai agak luntur karena air matanya yang terus mengalir. “Jangan sentuh aku! Kubilang jangan sentuh aku!” Celotehnya lagi sembari ketakutan dengan tubuh yang gemetar.

“Jangan takut, aku tidak akan menyentuhmu dan menyakitimu, aku hanya ingin membantumu!” jawab remaja kaos oblong biru, celana hitam, sandal jepit dengan nada lembut.

Karena tutur kata remaja tersebut terdengar sopan, gadis itupun sedikit merasa tenang.

“Kamu sudah makan?” Tanya remaja itu pada gadis tadi. Namun gadis itu hanya menggeleng-gelengkan kepala.

“Mari aku traktir makan, di depan gang ini ada penjual nasi goreng!” Ajak remaja tersebut. Gadis itu hanya diam. “Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu, tadi juga sudah aku bilang jangan takut, mari ikut aku makan!” Tanpa ada perasaan takut lagi gadis itu mau ajakan dari remaja tersebut.

“Bang, pesan nasi goreng dua!” pesan remaja tersebut pada penjual nasi goreng. “Siap Den.” Jawab Abang tukang nasi goreng.

Karena gadis itu hanya diam dan menunduk, remaja tersebut memberanikan bertanya dan memperkenalkan diri “Oh ia, kenalkan nama saya Fahmi, saya seorang mahasiswa dari Panca Marga. Kalau boleh tau siapa nama kamu?”

“A a aku Fina” jawab gadis itu dengan terbata-bata.

“Kenapa kamu bisa berada gang disana? Kudengar tidak jauh dari gang itu ada terpat para germo.” Tanya Fahmi. “Aku kabur dari germo-germo itu.” Jawab Fina. Fina pun menceritakan pada Fahmi bagaimana dia bisa sampai dikejar-kejar para germo. Ternyata dia dijual oleh Ayahnya pada para germo itu untuk melunasi hutang-hutang Ayahnya dan dia dijadikan kupu-kupu malam. Namun dia tidak mau dan kabur dari tempat itu sampai bertemu dengan Fahmi. Setelah bercerita panjang lebar mereka pun terlihat sangat akrab.

Kemudian Fahmi mengajak Fina ke sebuah rumah, rumah itu tanpak sederhana. Fina sedikit ketakutan, dalam benaknya “mengapa Fahmi mengajakku kesini? Apa yang mau dialakukan?”. Dengan tarikan nafas yang panjang dia berusaha untuk menenangkan diri dan tidak bertanya apa-apa pada Fahmi karena dia yakin Fahmi tidak akan macam-macam padanya.

“Assalamu’alaikum kek?” kata Fahmi sembari mengetuk pintu rumah yang terbuat dari kayu dilapisi dengan bambu-bambu kecil dengan cat warna hijau. “Wa’alaikumsalam, oh nak Fahmi, silahkan masuk.” Jawab seorang kakek yang baru saja membukakan pintu rumah tersebut ditemani dengan istrinya.

Kakek Tono dan nenek Tini terlihat bingung melihat Fahmi membawa seorang gadis. Kakek Tono adalah kakek yang pernah ditolong Fahmi ketika dia dihajar oleh seorang preman yang ingin merampas uang hasil jualannya.

Setelah mereka masuk, Fahmi menjelaskanapa maksud kedatangannya lalu menceritakan kepada kakek Tono dan nenek Tini bagaimana dia bertemu Fina? Bagaimana Fina itu? dan meminta izin agar Fina bisa tinggal bersama mereka karena tidak mungkin Fina tinggal bersama Fahmi di kosannya apalagi dia masih bujangan. Maka dari itu dia meminta pada mereka untuk bisa menerima Fina tinggal bersama mereka. Mereka berdua pun setuju dan sangat senang dengan adanya Fina karena sudah begitu lama mereka mengharapkan anak namun tidak dikabulkan dan kebetulan di rumahnya juga ada satu kamar yang kosong.

 “Allahuakbar, Allahuakbar,……” Adzan isya’ berkumandang menyusuri telinga mereka sehingga menggetarkan hati kakek Tono untuk mengajak Fahmi, Fina, dan nenek Tini untuk sholat berjamaah. Fina hanya terdiam dan menunduk, lalu nenek Tini menghampirinya karena dia mengerti Fina sejak kecil tidak pernah belajar sholat dan ngaji. “tidak papa, nanti nenek ajari bagaimana cara sholat dan mengaji.” Selesai sholat berjamaah Fahmi minta izin untuk pulang kepada mereka.

“Nak Fina, ini kamarnya nak Fina sudah nenek bersihkan, kalau mau tidur dulu tidak papa!” Perintah nenek Tina. “Ia nek terima kasih banyak, maaf saya merepotkan.” Jawab Fina. “Jangan begitu, anggap saja ini seperti rumahmu sendiri.” Kata nenek Tina.

Rembulan memancarkan sinarnya tepat di wajah Fina, krikk… krikk… krikk… Suara jangkri saling bersahutan bak mendendangkan melodi cinta. Tiba-tiba dibenak kepala Fina terlintas wajah Fahmi yang tersenyum padanya. “Astaughfirullah, apa-apaan aku ini. Ingat Fina kamu tidak mungkin bersama Fahmi. Sadar-sadar Fahmi adalah remaja yang sholeh, sedangkan kamu…… Ya Allah Astaughfirullah…”

Kicauan burung menyapa pagi, daun dan reranting pohon menari-nari. Sang surya mulai menampakkan batang hidungnya. Seorang remaja berpakaian rapi dengan tas hitam mengahampiri gadis cantik yang sedang menyapu halaman.

“Nak Fahmi, mau berangkat kuliah?” Tanya nenek Tina. “Ia, ini sekalian jenguk Fina” jawab Fahmi. Fahmi memang sering jenguk Fina sebelum dia berangkat kuliah, setelah pulang kuliah, setelah pulang kerja dan setiap ada waktu luang. Dia berkerja di sebuah supermarket karena untuk membiayai kuliahnya selain itu dia juga sudah tidak punya kedua orang tua. Orang tuanya meninggal karena kecelakaan. Maka dari itu dia kuliah sambil bekerja. Selain itu juga dia harus memberi uang kepada Kakek Tono dan nenek TIni untuk keperluan Fina karena tidak mungkin dia hanya menitipkan Fina kepada mereka begitu saja melihat keadaan mereka seperti itu untungnya dia kuliah juga mendapat beasiswa dari pemerintah.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Akhirnya Fahmi lulus kuliah dan wisuda. Tanpak gadis cantik berjilbab putih yang taka sing lagi dimatanya ditemani dengan kakek dan nenek menghampirinya sembari tersenyum. “Alhamdulillah, Fina sudah berhijrah.” Pikir Fahmi.

Tak lama kemudian. Fahmi teringat dengan permintaan kakek Tono agar dia menikahi Fina karena tidak enak dilihat tetangga, Fahmi selalu menjenguk Fina toh dia juga sudah memiliki pekerjaan yang mapan. Selain itu juga Fahmi menyukai Fina. Namun dia masih bingung, lalu dia sholat istighoroh untuk meminta petunjuk kepada Allah.

“Ya Allah, jika memang dia diperuntukkan untukku, dekatkanlah”

“Ya Allah, jika Engkau takdirkan aku bersamanya, tetapkanlah hatiku padanya karena  Engkau adalah dzat yang dapat membolak-balikkan hati,”

“Ya Allah, jika memang bukan untukku, berilah aku kekuatan agar tetap terjaga tali silaturrahmi ini”

“Aaamiin”

…..

Fahmi pun memberanikan untuk melamar Fina.

…..

Melihat Fina tersenyum dan mengangguk ketika dia melamar Fina, Fahmi merasa senang karena lamarannya diterima. Sebelummnya juga kakek Tono teah menjelaskan kepada Fina bahwa Fahmi akan melamarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun