Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

HIV dan Sifilis Meningkat, Antara Hak Anak, Perilaku Sehat Orangtua, dan Pro Kontra Kondom

11 Mei 2023   12:50 Diperbarui: 12 Mei 2023   02:40 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak gembira dan sehat| Dok Shutterstock/FamVeld via Kompas.com

Baru-baru ini kita cukup dikejutkan dengan berita meningkatnya kasus HIV dan sifilis. Dan yang lebih membuat miris, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui laman media sosialnya mengatakan bahwa penularan HIV dan sifilis didominasi oleh kelompok Ibu Rumah Tangga (IRT).

Dalam kurun waktu tahun 2016 hingga tahun 2022, peningkatan kasus sifilis mencapai 70 % dari 12 ribu kasus melonjak menjadi 21 ribu kasus, di mana 60 %-nya adalah ibu hamil. Dari angka tersebut, IRT menyumbang angka penularan paling tinggi, yaitu 69-80 % melalui proses kehamilan dan melahirkan (Kemenkes RI)

Sementara itu, data Kemenkes RI lainnya menyebutkan ada 35 % IRT yang terinveksi HIV. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kelompok lain seperti suami pekerja seks, kelompok man sex with man, dll. Dari angka ini, maka diketahui persentase dampak penularan oleh IRT mencapai 45 % melalui proses kehamilan dan kelahiran bayi dengan HIV.

Seperti diketahui, HIV dan sifilis merupakan penyakit menular seksual yang sangat berbahaya dan dapat ditularkan secara langsung dari ibu ke anaknya serta dapat terjadi saat proses mengandung, melahirkan dan menyusui.

Tentu saja hal ini akan berisiko tinggi bagi anak dengan ibu yang HIV dan sifilis, kalau tidak kematian, abortus, kecacatan, maka bayi akan menyandang HIV sepanjang hidupnya dan mengalami Sifilis Kongenital.

Perilaku seks berisiko yang dilakukan oleh orangtua akan menjadi pisau tajam bagi anak, yang siap melukai dan mencederai kelangsungan hidup sang anak, baik secara kondisi kesehatan fisiknya maupun kondisi kesehatan mentalnya. Akibat perbuatan orangtuanya, anak akan turut menanggung dampak buruknya.

Rendahnya Pengetahuan dan Kepedulian pada Ibu Hamil, Rentan Penularan HIV dan Sifilis

Tidak dapat dimungkiri, tingginya angka penularan HIV dan sifilis justru didominasi oleh IRT melalui proses kehamilan dan melahirkan. Ibu yang positif HIV dan sifilis maka akan melahirkan bayi dengan kondisi yang sama, atau bahkan dengan kompleksitas yang lebih berat.

Data menunjukkan, hanya 55 % ibu hamil yang bersedia untuk di tes HIV. Dari angka tersebut, ada 7.153 ibu hamil yang dinyatakan positif HIV dimana 76 %-nya belum mendapat pengobatan ARV.

Senada dengan HIV, hanya 25 % ibu hamil yang melakukan skrining sifilis dan diketahui sebanyak 5.590 ibu hamil yang positif Sifilis. Dari angka ini, 60 %-nya belum mendapatkan pengobatan (Kemenkes RI)

Banyak faktor yang menyebabkan ibu hamil dinyatakan positif HIV maupun Sifilis, diantaranya adalah rendahnya pengetahuan dan kepedulian si ibu sendiri maupun keluarga dan lingkungan di sekitarnya.

Terbukti, sebagian besar ibu hamil yang tidak melakukan upaya tes dan pengobatan disebabkan karena tidak mendapat dukungan dari suami dan keluarga lainnya. Ada yang merasa malu, tidak mendapat izin, tidak tahu tentang HIV maupun sifilis, takut akan stigma yang berkembang di masyarakat, faktor ekonomi, dll.

Mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang HIV dan sifilis, penyebab maupun dampak dan bahayanya, baik bagi diri ibu hamil sendiri maupun bayi yang tengah dikandungnya. Ditambah lagi faktor budaya masyarakat yang juga belum menunjukkan responsibilitas yang baik pada kasus HIV dan sifilis tersebut.

Faktanya, masih banyak masyarakat kita yang cenderung melakukan pembulian dan menganggap sebelah mata terhadap para penyandang HIV maupun sifilis. Stigma negatif terus berkembang, padahal belum tentu penyandang HIV maupun Sifilis adalah pelaku seks buruk, melainkan hanya individu yang tertular.

Penuhi Hak Anak dengan Perilaku Sehat Orangtua

Ilustrasi anak gembira dan sehat| Dok Shutterstock/FamVeld via Kompas.com
Ilustrasi anak gembira dan sehat| Dok Shutterstock/FamVeld via Kompas.com

Dalam konvensi hak anak yang dideklarasikan PBB yang kemudian di Indonesia disahkan melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 menyatakan ada sepuluh hak anak yang harus dipenuhi, salah satunya adalah hak atas kesehatan tubuh yang sehat untuk tumbuh kembang yang optimal.

Dari sini sudah jelas bahwa orangtua memiliki peran yang besar dalam memenuhi hak anak di bidang kesehatan. Orangtua seharusnya mampu menciptakan kondisi yang dapat mendukung kesehatan sang anak.

Sebagai lingkup terkecil, orangtua memiliki tugas utama dalam menjamin kesehatan serta tumbuh kembang anak. Di lingkup yang lebih besar, tentu saja pemerintah juga punya peran dan tugas guna mendukung terciptanya hak-hak anak termasuk hak kesehatannya. 

Jadi, jika ingin hak anak terpenuhi, maka keduanya harus bersinergi dengan baik, baik lingkup terkecil orangtua maupun di lingkup besarnya yaitu pemerintah.

Salah satu upaya pemenuhan hak anak dalam menjamin kualitas kesehatannya adalah dengan menciptakan kesadaran diri orangtua tentang perilaku sehat agar anak terhindar dari kerentanan tertular HIV dan sifilis maupun penyakit menular lainnya.

Bagaimana upaya perilaku sehat orangtua untuk menghindarkan anak dari kerentanan tertular HIV maupun sifilis?

Pertama, setia dengan pasangan. Dengan komitmen setia pada pasangan sah maka akan menghindarkan salah satu pasangan atau keduanya dari positif HIV maupun Sifilis.

Kedua, perilaku seks sehat. Lakukan perilaku seks sehat bagi pasangan dengan melakukan hubungan seks sesuai dengan norma agama maupun kesehatan dengan pasangan yang sah serta tidak berganti-ganti pasangan.

Ketiga, peduli ibu hamil. Sudah saatnya ibu hamil mendapat dukungan positif dari berbagai pihak, terutama suami serta keluarga terdekat. 

Rutin berkonsultasi dengan dokter maupun bidan profesional akan meminimalkan risiko penularan HIV dan sifilis, baik melalui tes HIV, skrining sifilis maupun upaya-upaya pencegahan dan pengobatan lainnya.

Keempat, menerapkan perilaku hidup sehat, seperti menjaga pola makan, rajin berolahraga, kurangi stress, cukupkan istirahat, menjaga kebersihan, dll. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan imunitas dalam tubuh agar tidak mudah tertular oleh virus atau penyakit.

Kelima, rajin beribadah. Dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah juga akan sangat membantu menjauhkan kita dari perilaku-perilaku yang menyimpang, termasuk perilaku tidak sehat yang dapat memicu penularan HIV dan sifilis.

Keenam, tingkatkan edukasi. Terus meningkatkan kapasitas diri dengan informasi terbaru dan ilmu pengetahuan akan menjadi modal kita untuk mengetahui dan memahami dampak buruk HIV dan sifilis secara benar, sehingga kita tahu bagaimana cara menghindari, mencegah maupun mengatasi masalah HIV dan sifilis. 

Bukan hanya itu, kita juga bisa menjadi agent of change bagi masyarakat lainnya untuk menekan angka penularan HIV dan sifilis.

Penggunaan Kondom, Antara Pro dan Kontra

Meski kondom mengalami stereotip sebagai sesuatu yang tabu dan negatif, tapi faktanya kondom menjadi salah satu alternatif upaya pencegahan penularan HIV dan sifilis. Bahkan, National Institutes for Health mengemukakan bahwa penggunaan kondom dengan kualitas yang baik secara benar dan tepat dapat mengurangi risiko penularan HIV hingga 95 %.

Tapi kenyataannya, alternatif penggunaan kondom masih mengalami fase pro dan kontra yang cukup kuat di tengah masyarakat.

Bagi masyarakat yang pro, kondom sudah dipahami sebagai alat untuk membantu mengurangi tingkat penularan penyakit seks menular. Namun, bagi masyarakat yang kontra, kondom dianggap sebagai simbol fasilitasi seks bebas. Ketika gencar sosialisasi kondom, maka kelompok kontra menganggap pemerintah telah membolehkan aktivitas seks bebas.

Padahal pemahamannya tidak demikian. Kondom murni ditujukan agar penularan penyakit seks dapat diminimalkan. Sementara penularan penyakit seks tidak melulu harus berhubungan dengan seks bebas. Penyakit menular seks seperti HIV dan sifilis bisa terjadi kepada siapa saja, termasuk pada pasangan yang sah sekali pun.

Di sisi lain, pemerintah dan masyarakat luas tidak bisa melakukan kontrol secara menyeluruh kepada setiap perilaku seks individu. Karena itulah, kondom dianggap sebagai salah satu cara untuk meminimalkan risiko penularan penyakit yang disebabkan melalui aktivitas seks. Jadi bukan untuk mendukung aktivitas seks bebas.

Namun, meski demikian, pendapat kontra juga harus dijadikan sebagai masukan untuk terus berbenah dalam membuat suatu kebijakan, apalagi kebijakan yang cukup sensitif di kalangan masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai, norma dan adat ketimuran. 

Misalnya, dengan terus memerangi situs-situs porno di dunia maya, menertibkan tempat-tempat yang rentan untuk dijadikan tempat mesum, memperketat jual beli kondom, gencar sosialisasi edukasi seks serta menegakkan hukum yang berlaku bagi para pelanggar hukum.

Nah, bagaimana? 

Yuk para orangtua untuk bersama-sama kita lindungi anak-anak dan keluarga kita dari penularan HIV dan sifilis yang saat ini kasusnya sedang naik tajam. 

Pencegahan terbaik adalah dari diri sendiri, yaitu dengan tingkatkan iman, setia kepada pasangan sah serta menumbuhkan kasih sayang kepada keluarga adalah modal utama untuk memerangi HIV dan sifilis agar tidak terus berkembang dengan pesat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun