Atau tiba-tiba istri memantau HP suami dan menanyakan dengan detil isi chat suami dengan teman-temannya. Jika suami bukan tipikal pemarah mungkin tidak masalah, tapi bagaimana jika suami tipikal tidak suka ditanya-tanya secara detil, tentu ini akan menjadi konflik.
Disadari atau tidak, banyak para istri yang memiliki kadar was-was dan ketakutan meningkat sejak adanya beragam konten tentang rumah tangga di media sosial.
Saya coba melakukan riset kecil-kecilan terhadap para istri di lingkungan sekitar. Hasilnya, 8 dari 12 orang menyatakan sering terintervensi dengan konten-konten di media sosial.Â
Mereka merasa ketakutan dan dihantui kecurigaan terhadap pasangannya. Dan isi konten yang paling mengintervensi adalah yang berbau perselingkuhan.
Sementara 4 orang lainnya menyatakan biasa-biasa saja dan menganggap konten hanya sebatas hiburan saja.Â
Uniknya, hampir 90% istri yang terintervensi adalah para istri yang sehari-hari berprofesi ibu rumah tangga.
Bukan mendiskritkan ibu rumah tangga, karena nyatanya ibu pekerja kantoran pun tak luput dari intervensi konten di media sosial tersebut.
Fenomena ini mengingatkan kita pada dua teori sosiologi komunikasi, yaitu teori uses and effects dan teori uses and gratifications dalam Burhan Bungin (2006).Â
Disebutkan pada teori tersebut tentang bagaimana efek media sangat mempengaruhi pemikiran dan sikap penggunanya serta tiga faktor utama yang mempengaruhi seberapa besar seseorang terintervensi, yaitu jumlah waktu, isi konten media dan hubungan kepentingan.
Semakin tinggi angka ketiganya, maka akan semakin tinggi juga tingkat pengguna terpengaruh.