Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Edukasi Seks Dini dan Jadi Orangtua Friendly, Anak Lebih Siap Lewati Fase Remajanya

28 Januari 2023   16:58 Diperbarui: 29 Januari 2023   21:20 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak remaja yang sedang curhat kepada ibunya (Sumber: Thinkstockphotos via Kompas.com)

Baru-baru ini kita dikejutkan dengan berita tingginya angka remaja yang mengajukan dispensasi pernikahan akibat hamil di luar nikah. 

Sepanjang tahun 2022, tercatat 191 pasangan di Ponorogo dan 569 pasangan di Kediri yang mengajukan permohonan dispensasi nikah. Mereka adalah muda-mudi yang berusia 15-17 tahun dan berstatus pelajar.

Angka ini baru di dua daerah yang tersorot karena kenaikan yang drastis dan dalam waktu yang hampir bersamaan. Namun, jika dilihat dari data Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, angka permohonan dispensasi nikah sudah mencapai 15.212 kasus, dan 80% disebabkan adanya kehamilan di luar nikah. Sungguh angka yang fantastis.

Bagaimana Hukum Dispensasi Nikah?

Banyak yang bisa menjadi faktor penyebab maraknya pengajuan dispensasi nikah. Dilansir dari beberapa sumber, diantaranya disebabkan oleh hukum adat, ekonomi, pendidikan dan teknologi. 

Kehamilan hanyalah dampak dari adanya hubungan seks. Sementara hubungan seks di luar nikah itulah yang menjadi produk berlakunya hukum adat yang tidak mampu mengakomodir kebutuhan remaja, kondisi ekonomi yang buruk, tingkat kesadaran pendidikan yang rendah serta ketidaksiapan dalam menerima era modern yang ditandai dengan canggihnya teknologi.

Dispensasi nikah dianggap sebagai solusi terbaik untuk menjawab kasus hamil di luar nikah. Apalagi pemerintah melalui Keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 Tahun 1991 membolehkan perkawinan dengan kondisi wanita hamil dengan laki-laki yang menghamilinya. Perkawinan dianggap sah dan tidak perlu menunggu sampai bayi lahir. Bukan hanya itu, perkawinan juga tidak perlu diulang ketika bayi telah lahir.

Namun, ada beberapa yang harus diperhatikan, yakni mengenai status anak. Jika hamil dan dilahirkan dalam pernikahan, maka dapat dikategorikan anak sah. Namun, jika hamil di luar pernikahan maka tidak bisa dikatakan anak sah. 

Dalam Islam, anak tersebut tidak bisa bernasab pada bapak biologisnya. Meski demikian, anak tersebut tetap harus mendapat hak perlindungannya. Ia tetap harus diberikan jaminan tanggungjawab penghidupan yang layak, pendidikan, kesehatan, dll.

Pentingnya Pendidikan Seks Dini bagi Anak dan Remaja

Seringkali kita dianggap tabu ketika berbicara edukasi yang beraroma seks. Padahal edukasi seks ini sangat penting bagi anak dan remaja. 

Harus diingat, bahwa berbicara seks bukan melulu berbicara hal-hal porno, tapi lebih dari itu, berbicara seks kita juga akan berbicara tentang kesehatan reproduksi, berbicara tentang ilmu fiqih, berbicara tentang biologi sampai berbicara tentang psikologi dan sosiologi.

Jadi, jangan pernah menganggap hal tersebut tabu. Bagaimanapun, anak berhak untuk mendapat informasi seks dari sumber yang jelas. Bayangkan jika ia mencari informasi melalui sumber yang salah, tentu akan jauh lebih berbahaya dampaknya.

Hanya saja, tentu penyampaian seks secara edukasi akan berbeda dengan membicarakan seks tanpa ilmu pengetahuan. 

Edukasi seks dikemas dengan dasar ilmu pengetahuan sehingga memiliki pesan positif yang tersampaikan. Tujuannya adalah untuk mencapai kebaikan bersama.

Edukasi seks ini tetap memiliki batasan dalam penyampaian sehingga tidak menimbulkan persepsi yang keliru.

Bagi anak-anak, pentingnya mengenalkan fungsi reproduksi mereka sampai ke bagaimana memperlakukan alat reproduksi tersebut. Misalnya, menjelaskan perbedaan alat kelamin laki-laki dan perempuan, mengajarkan bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh orang lain, menerangkan tugas ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya. Tentu saja edukasi seks ini dilakukan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami anak.

Bagi remaja, edukasi dapat dilakukan lebih detil. Misalnya tentang bahaya free seks, contoh penyakit menular seksual, gangguan mental akibat free seks hingga ancaman hukum yang dapat menjerat kapan saja. 

Remaja juga harus bisa menjaga kebersihan tubuhnya agar terhindar dari penyakit atau ajakan untuk mengkonsumsi makanan bergizi agar sehat reproduksi, dll.

Menjadi Orangtua yang Friendly, Remaja Lebih Siap Menghadapi Fase Usianya

Tidak dapat dimungkiri, ketika anak sudah beranjak remaja, ia akan memiliki naluri alamiah untuk mulai menyukai atau tertarik dengan lawan jenisnya. Suka tidak suka, mau tidak mau, fase ini akan dialami oleh sang anak.

Orangtua tidak bisa melarang anak untuk memiliki rasa ketertarikan kepada lawan jenisnya, karena hal itu memang normal. Namun, hal ini juga bukan berarti orangtua melakukan pembiaran dan membebaskan anak dalam pergaulannya dengan lawan jenis. 

Orangtua tetap harus bisa mengontrol dan bersikap tegas dalam menentukan batasan-batasan pergaulan mereka. Jangan sampai anak mendapat kebebasan bergaul tanpa ada kontrol dari orangtua maupun lingkungan di sekitarnya.

Lantas, bagaimana orangtua harus bersikap?

Cukup satu. Jadilah orangtua yang friendly terhadap anak yang sudah remaja. Orangtua yang bisa memposisikan diri sebagai sahabat anak adalah orangtua yang luar biasa. 

Pada dasarnya, anak di usia remaja sedang berada di tahap pencarian jati diri. Mereka lebih membutuhkan sosok sahabat yang bisa memahami mereka, bukan sosok yang dominan mendikte, kaku, memarahi, memaksa apalagi menjustifikasi mereka.

Oleh karena itu, orangtua harus bisa menjadi sahabat bagi mereka. Siap menjadi pendengar yang baik, pemberi masukan yang bijak, pelindung yang tegas atau sekadar menjadi teman nongkrong yang asik.

Harapannya, dengan menjadi sahabat bagi anak, orangtua bisa lebih dekat dengan anak. Anak juga tidak canggung apalagi merasa takut menumpahkan curahan hatinya kepada orangtua. 

Prinsipnya, akan lebih baik jika anak curhat kepada orangtuanya daripada curhat kepada orang lain. Untuk itu, beri rasa nyaman kepada anak agar mereka merasa lebih percaya kepada orangtua ketimbang orang lain.

Dengan menjadi sahabat anak, orangtua juga akan lebih leluasa bisa menyampaikan pesan edukasi tentang seks kepada anak. 

Bonding yang baik juga akan membuat anak bisa menyerap pesan edukasi dengan baik dan lebih siap dalam menghadapi setiap fase usianya.

Cukup luangkan waktu yang berkualitas bersama anak, ajarkan nilai-nilai agama, ciptakan kedekatan yang hangat, maksimalkan kontrol pergaulannya, rangkul anak dan pahami setiap fase perkembangan usianya. 

Selebihnya beri kepercayaan kepada anak untuk menghadapi kehidupannya. Beri ruang kepada mereka untuk menjadi dirinya sendiri dan beraktivitas positif tanpa harus kita setir terlalu dalam.

Mudah, bukan?

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun