Para orangtua pasti pernah merasa kesal jika anak menjawab saat dinasehati. Apalagi jika anak menjawab dengan nada protes dan mimik wajah yang cemberut. Rasanya ingin marah saja karena apa yang kita sampaikan seperti ditentang oleh anak.Â
Anak terkesan tidak mau menurut, padahal orangtua pada dasarnya ingin anaknya menurut terhadap apa yang disampaikan.Â
Orangtua biasanya berpikir bahwa apa yang disampaikan pastilah yang terbaik untuk anak. Benarkah demikian?
Saya dulu waktu kecil juga begitu, malah lebih parah. Kalau menjawab, bukan omelan mama saja yang harus saya terima, tapi juga cubitan geram yang membuat paha saya memerah. Tapi anehnya, saya tidak merasa membenci mama. Meski cubitan membekas, tapi toh tidak mengurangi rasa sayang saya sama mama, begitu pun sebaliknya.
Berbeda kini. Barangkali mama saya sudah masuk bui jika mencubit saya di zaman sekarang. Bagaimana tidak? Zaman sekarang sedikit saja memarahi anak, sudah bisa dipidanakan, apalagi sampai mencubit.
Tapi percayalah, di zaman dulu, kita akan merasakan cubitan mama bukan sebuah kekerasan tapi lebih ke bentuk kasih sayang orangtua pada anaknya.Â
Buktinya, tak sedikit pun terlintas di benak saya bahwa mama jahat atau mama nggak sayang sama saya. Justru sebaliknya, saya merasa cubitan mama itu ngangenin.Â
Saya malah bingung kalau mama pergi beberapa hari. Seperti ada yang hilang di hari-hari saya. Sepi dan hambar. Bener nggak?
Tapi kalau sekarang, orangtua harus dihadapkan pada hukum yang memantau setiap saat jika marah hingga mencubit atau memukul anak. Perantaranya banyak, bisa si anak sendiri, tetangga yang melihat atau para pengguna media sosial aktif.Â
Kamera video seperti sudah terpasang otomatis dan siap merekam adegan apa saja yang ada di hadapannya. Ujung-ujungnya adegan memarahi anak pun masuk ke ranah hukum.