Belajar dari Pendidikan Jepang, di mana siswa justru lebih diutamakan belajar pendidikan karakter, perilaku dan sopan santun ketimbang ilmu pengetahuan.Â
Selebihnya, kemampuan umum lainnya akan diperoleh secara berproses belajar. Oleh karena itu, pendidikan di Jepang sangat menghargai proses ketimbang hasil dan nilai.Â
Artinya, proses peningkatan kemampuan setiap individu akan berbeda dengan individu lainnya, sehingga nilai dan hasilnya juga tidak terpatok pada satu unsur angka saja.Â
Setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk meraih prestasi dan kesuksesan sesuai dengan kemampuan dan bakat minatnya masing-masing.
Melihat hal itu, tentu kita harus menyadari bahwa kemampuan setiap anak adalah tidak sama. Pun dengan bakat dan minatnya.Â
Orangtua tidak bisa menghendaki sedemikian rupa agar anak menjadi seperti apa yang diinginkannya.
Kemenangan Adalah Bonus, Proses Perjuangan Itu Yang Utama
Sebenarnya, ketika seorang anak menjadi juara, itu adalah bonus. Kemenangan sesungguhnya adalah proses yang telah dilaluinya.Â
Jadi, anak yang juara dan yang tidak juara sebenarnya telah memiliki kemenangannya. Yang membedakan hanya faktor juara atau tidak. Hal ini sangat wajar, sebab kuantitas juara memang terbatas. Namun, ketika anak sudah berani tampil atau sudah belajar giat, itu artinya anak sudah memiliki kemenangannya.
Meski kita setuju bahwa setiap orangtua pasti ingin melakukan yang terbaik untuk anaknya, namun juga jangan lupa bahwa anak merupakan individu yang berbeda dengan orangtua. Mereka punya keinginan dan kehidupan sendiri.
Menurut Baumrind, Diana (1967) Orangtua hanya memiliki tugas mengontrol, membimbing dan mendampingi anak-anaknya dalam proses tumbuh kembang dan pendewasaannya. Ini artinya, tidak dibenarkan bagi orangtua untuk menentukan bagaimana kehidupan sang anak.