Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tidak Harus Juara, Bertingkah Laku Terpuji Juga Prestasi yang Harus Diapresiasi

2 Maret 2022   14:39 Diperbarui: 3 Maret 2022   14:15 1770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ayah dan Bunda sedang bermain bersama anaknya.( sumber: Tirachardz)

Mereka berharap penuh agar Jennifer menjadi anak yang berprestasi dan sukses. Begitu keras dan kakunya, bahkan hubungan sosial Jennifer dengan teman-temannya sangat dibatasi. Jangankan memiliki teman spesial (pacar), berteman biasa saja sudah dilarang.

Selain belajar, Jennifer Pan banyak menghabiskan waktunya untuk mengikuti les piano dan skating yang merupakan keinginan orangtuanya. 

Saking kerasnya jadwal belajarnya, Jennifer sempat merasa drop di sekolahnya. Nilainya anjlok sehingga ia hanya masuk di kelas B yang bukan kelas unggulan. 

Akibatnya, ia pun memaksakan diri untuk berbohong kepada orangtuanya. Kebohongan demi kebohongan terus dilakukannya, hanya untuk memuaskan harapan orangtuanya serta rasa takut mengecewakan orangtuanya. Bahkan, lambat laun ia tak lagi sekolah dan memilih untuk berdiam diri di perpustakaan ketika jam sekolah.

Hingga perlahan namun pasti, kebohongan pun terungkap. Bisa ditebak, betapa marahnya kedua orangtua Jennifer. Mereka semakin memperketat kehidupan Jennifer. Jennifer tetap wajib melanjutkan sekolahnya dan dilarang untuk berteman dekat dengan laki-laki. 

Hal itu sungguh membuat Jennifer depresi, kecewa dan dendam dengan orangtuanya hingga terpikir olehnya untuk menghabisi nyawa kedua orangtuanya dengan dibantu oleh teman-temannya.

Di kisah lain, ada seorang juara olimpiade internasional yang tidak lolos masuk PTN melalui jalur SNMPTN. 

Cuitannya di media sosial sempat viral dan hal yang membuat miris adalah ungkapan kekecewaannya yang sempat merasa bahwa prestasinya selama ini hanyalah sia-sia karena kegagalan tersebut (Grid.ID, 2020). Padahal, sebenarnya kegagalan itu adalah hal yang biasa. Harusnya, juara sejati adalah mereka yang memiliki mental tangguh, sportif menerima kekalahan dan kegagalan.

Masih banyak lagi kisah-kisah miris dan mengharukan dari anak-anak yang depresi karena tuntutan orangtua untuk menjadi anak yang cerdas dan berprestasi. 

Ini sekaligus menjadi bukti bahwa masih banyak orangtua yang lebih bangga dengan prestasi yang terukur. Padahal, prestasi itu tidak harus menjadi juara kelas atau juara suatu perlombaan. 

Anak-anak yang memiliki tingkah laku terpuji, mandiri atau sopan dan bertanggung jawab juga merupakan prestasi yang harus diapresiasi oleh orangtua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun