Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dilema Menghadapi Anak di Usia Tanggung, Bagaimana Orangtua Bersikap?

1 Maret 2022   12:50 Diperbarui: 1 Maret 2022   12:59 2809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: cmindonesia.com

Saya seorang ibu yang punya anak perempuan usia 15 tahun. Usia yang serba tanggung. Dibilang anak-anak bukan lagi, dibilang dewasa juga belum. Anak usia tanggung ini biasanya sangat rawan konflik. Disabarin terkadang ngelunjak, dikerasin cenderung sakit hati. Cukup susah memang menghadapi anak di fase usia tanggung, antara 11-19 tahun. 

Biasanya, si anak kalau baik akan jadi anak baik banget, dan kalau bandel ya bakal bandel banget. Menurut Monks (1998) konflik remaja itu disebut storm and stress, yaitu tahap perkembangan yang rawan gejolak serta benturan. Lantas, bagaimana kita sebagai orangtua (terutama ibu) menghadapi anak-anak yang beranjak remaja ini?

Masa-Masa Mencari Jati Diri

Anak-anak yang biasa disebut Anak Baru Gede (ABG) ini, secara psikologis memang tengah berada di fase mencari jati diri. Mereka mulai belajar mengidentifikasi dirinya sendiri, mana lingkungan yang bisa mengakomodir kebutuhannya, maka ia akan menganggap bahwa lingkungan itu adalah yang paling pas untuk dirinya, sehingga ia akan melakukan apa pun untuk menunjukkan identitas dirinya sebagai bagian dari lingkungan tersebut.

Satu contoh, anak yang bertemu dengan lingkungan yang aktif belajar dan diskusi maka ia akan cenderung menghabiskan waktunya untuk belajar dan berdiskusi. 

Di sisi lain, ada anak yang merasa nyaman dengan lingkungan yang menggemari tokoh-tokoh anime, maka jangan heran jika hari-harinya diisi dengan gambar-gambar animasi. Ironisnya, tak jarang anak usia tanggung ini justru terjebak dengan lingkungan yang negatif, seperti lingkungan pengguna narkoba, anak-anak jalanan, komunitas sosialita yang mengumbar kemewahan, dll. 

Ketika mereka sudah merasa nyaman dengan lingkungannya, mereka akan melakukan apapun untuk bisa diterima dengan baik di lingkungan tersebut. Itulah sebabnya, mengapa anak usia tanggung ini kalau baik ya baik banget dan kalau bandel pasti bandel banget.

Jiwa Yang Labil Dan Rasa Ingin Tahu

Anak usia tanggung bisa dikatakan memiliki karakter dan pembawaan yang labil. Masa-masa pencarian jati diri menyebabkan mereka sulit untuk menerima hal-hal lain di luar "dunia" nya sendiri. Mereka menganggap bahwa dunianya adalah yang paling benar. Mereka cenderung mengabaikan saran dan kritik apalagi nasehat.

Ketika dibebaskan mereka akan kebablasan, namun ketika dilarang mereka akan ngambek. Dan, dramanya juga belum berakhir disitu saja. Semakin dilarang mereka akan semakin berupaya untuk melakukan (dengan sembunyi-sembunyi). Rasa keingintahuan dan ingin mencoba mereka jauh lebih mendominasi ketimbang memahami larangan kita. Ketika melarang, kita akan dianggap sebagai penghalang bagi mereka. Akibatnya, mereka akan melakukan dengan cara diam-diam.

Ketertarikan Pada Lawan Jenis

Rasa ketertarikan pada lawan jenis adalah sesuatu hal yang wajar dan manusiawi. Kita tidak bisa melarang anak untuk mempunyai kekaguman atau menyukai seseorang, karena hal itu tidak bisa kita kendalikan. Yang bisa kita kendalikan adalah bagaimana cara mengagumi atau menyukainya agar tidak menjadi sesuatu hal yang menyalahi norma dan agama.

Pun dengan anak-anak usia tanggung. Pada dasarnya, mereka telah mempunyai rasa ketertarikan dan rasa ingin "memiliki" terhadap lawan jenisnya. Mereka sudah punya rasa cemburu, kecewa dan berusaha menunjukkan perasaannya.

Orangtua Harus Bisa Menjadi Sahabat Bagi Anak

Lantas apa yang bisa dilakukan orangtua menghadapi anak-anak di usia tanggung ini ? jawabannya adalah orangtua harus bisa menjadi sahabat bagi anak. Orangtua yang friendly cenderung akan membuat anak merasa nyaman dan percaya bahwa orangtuanya dapat diandalkan dalam setiap konflik yang dihadapinya.

Keras dan marah pada anak usia tanggung justru akan membuat anak "patah hati" dan semakin memperuncing konflik. Anak-anak seperti ini sebenarnya membutuhkan orangtua yang bisa bersahabat dengannya. Di saat anak mengalami permasalahan, yang mereka butuhkan adalah tempat untuk mencurahkan segala isi hatinya. Nah, orangtua harus mampu mengambil peran ini sebelum peran ini diambil alih oleh orang lain.

Bagaimana Menjadi Sahabat Anak ?

Tidak dapat dimungkiri, saya sendiri juga kerap merasa serba salah dan bingung menghadapi fase-fase ini. Namun, satu hal yang saya yakini bahwa mereka tidak bisa menghindari fase "usia tanggung" ini. Mau tidak mau, suka tidak suka, mereka akan melewatinya. Nah, itu artinya saya harus fokus tentang bagaimana bisa menemani anak melewati fase ini tanpa harus mengeluhkan fase-fase sulit ini.

Sederhana saja, cukup luangkan waktu yang berkualitas untuk bersamanya. Saya tidak menyarankan kuantitas, karena ketersediaan waktu setiap orang berbeda-beda, dan tidak selamanya yang punya banyak waktu bersama itu berkualitas, bukan ?

Sebagai orangtua, kita yang harus bisa memahami anak, sebab kita sudah lebih dulu mengalaminya, sementara anak belum pernah menjadi seperti kita (orangtua). Bagaimanapun, kita yang harus bisa mengontrol ritme emosional, baik emosional si anak maupun diri kita sendiri. Jangan sampai kita sendiri tidak mampu mengontrol emosi yang meledak-ledak sehingga menyebabkan ketegangan dan kerenggangan dengan anak.

Berikutnya, jadilah pendengar yang baik. Jangan seketika menyalahkan, akan lebih baik jika kita beri saran dengan bahasa yang bisa dimengerti oleh anak jika anak melakukan kesalahan atau sedang bermasalah serta imbangi dengana pujian jika yang dilakukannya adalah sebuah kebaikan. Buat anak percaya dengan kita, sehingga ia nyaman menceritakan segala hal kepada kita. Bukankah itu jauh lebih baik ketimbang dia bercerita dengan orang lain ?

Tidak perlu berkata kasar atau marah-marah, karena itu hanya akan buang-buang energi. Percayalah, anak di usia tanggung ini tidak akan mempan dengan amarah atau nasehat yang disampaikan dengan nada tinggi. Lalu bagaimana caranya ? ambil waktu yang tepat untuk menasehati dan lakukan dengan cara yang hangat tanpa harus memojokkan si anak. 

Misal, ajak anak makan di luar sembari bercanda dan santai, kita selipkan nasehat yang ingin kita sampaikan. Dengan begitu, anak tidak akan merasa sedang di"sidang" karena situasinya yang hangat dan tidak kaku.

Nah, yang terakhir adalah kenali lingkungan pergaulannya. Sebagai orangtua, jangan sampai kita tidak tahu lingkungan pergaulan anak-anak. Bagaimana caranya ? dukung kegiatan positifnya dengan terlibat baik secara langsung maupun tidak.

Setiap anak pasti memiliki kegemaran dan passion masing-masing. Orangtua harus mengenali apa kegemaran dan passion anak. Dukung dan arahkan ke arah yang lebih baik selama kegiatan itu bersifat positif. Hal ini adalah salah satu cara agar anak tidak terjebak dengan lingkungan yang negatif. Menyibukkan diri dengan hal-hal yang positif akan membuat anak "tidak punya waktu" untuk berpikir hal-hal yang negatif.

Yang namanya ABG, tentu saja pasti ingin bergaul. Kita juga tidak bisa melarang anak untuk bersosialisasi dengan orang lain. Tidak ada salahnya, sewaktu-waktu kita mengajak anak dan teman-temannya untuk nonton bareng, makan di luar rame-rame atau liburan bersama. Tujuannya adalah untuk membangun bonding, bukan saja dengan si anak tapi juga dengan teman-teman sepergaulannya. Dengan begitu kita akan mengenal si A, si B, si C, dll dan melakukan pengawasan secara tidak langsung.

Nah, bagaimana ? masih pusing memikirkan tumbuh kembang anak usia tanggung ? Semua pasti bisa dilewati dengan indah jika kita bisa menjadi sahabat bagi anak. Memang tidak semudah yang kita bayangkan tapi jika kita yakin bisa, mudah-mudahan anak-anak "usia tanggung" kita akan mampu melewati fase-fase ini dengan baik dan tumbuh menjadi pribadi dewasa yang mandiri dan penuh tanggungjawab sesuai dengan harapan orangtua. Semoga !

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun