Tidak dapat dimungkiri, saat ini salah satu tempat yang paling banyak diminati oleh masyarakat dari segala kalangan adalah kafe. Kafe yang pada awalnya berfungsi sebagai kedai minuman (terutama kopi dan turunannya) kini telah berubah multifungsi menjadi tempat nongkrong yang asik, dari hanya sekadar berjumpa dan ngobrol dengan kawan, mengerjakan tugas sekolah atau pekerjaan sampai ke aktivitas sosial media, seperti berfoto dan update status.Â
Itulah mengapa kebanyakan kafe berusaha mendesain ruangnya dengan sangat apik, agar dapat menjadi media berfoto yang instagramable bagi para pengunjungnya. Bukan hanya itu, pihak kafe juga melengkapi dengan fasilitas wifi gratis agar para pengunjung dapat berselancar di dunia maya dengan lebih leluasa. Tentu saja ini bukan tanpa misi, pihak kafe akan berusaha membuat nyaman pengunjungnya agar mereka memiliki kesan pengalaman yang menyenangkan sehingga diharapkan dapat datang kembali.
Dari sekian banyak orang yang hobi ngafe, mungkin saya dan suami adalah salah duanya. Entah kenapa, ngafe seolah menjadi ritual wajib kami. Parahnya, ritual itu sudah berada pada level akut, alias setiap hari kami ngafe ! Bahkan, tak jarang dalam sehari kami bisa ngafe sampai 2-3 kali di kafe yang berbeda-beda.
Apa yang kami lakukan di kafe ?
Konyol sebenarnya. Begitu sampai kafe, kami cari posisi tempat duduk yang sekiranya nyaman (nyaman ukuran kami adalah : ada colokan), lalu masing-masing duduk, memesan minuman (suami kopi sanger dan saya teh tarik). Berikutnya, saya keluarkan laptop dan larut sendiri dengan laptop, menulis. Sementara suami larut dengan gawai dan alat rekam suaranya, buat konten. Nyaris tidak ada obrolan yang berarti.
Semua aktivitas ngafe yang "bisu" ini akan berakhir ketika gelas minuman telah kosong atau tetiba sakit perut. Saya yang bertugas sebagai juru bayar pun hafal betul berapa kisaran biaya yang harus dikeluarkan. Jadi, sudah tidak ada lagi drama "kaget" seperti yang ada di sinetron-sinetron. Paling cuma tarik nafas dalam-dalam biar bisa lebih ikhlas hehee...
Nah, ini baru gambaran satu kafe ya. Faktanya, seringkali begitu keluar kafe pertama eh suami dapat telepon dari kawannya yang berujung meet up, di kafe yang lain ! Akhirnya, kami pun kembali ngafe di kafe yang berbeda namun tetap dengan ritual yang sama ditambah ngobrol santai dengan kawan. Jangan ditanya pesan minuman apa ya ? jawabnya sama !
Ngafe, Candu Yang Membahayakan
Keberadaan kafe bisa menjadi media kenakalan remaja dan ajang unjuk pergaulan yang dapat mempengaruhi cara berpikir dan tingkah laku mereka. Kebanyakan remaja yang gemar ngafe cenderung abai dengan budaya "jam malam", melakukan praktik korupsi uang sekolah/ kuliah dan kurang peka dengan keadaan. Mereka lebih memilih larut dalam kesenangan ketimbang harus mengerjakan tugas kuliah atau berdiam di rumah membantu orangtua.
Meski tidak semua demikian, namun tetap kita harus waspada dengan kebiasaan ngafe yang sudah menjadi candu. Harus diakui, sesekali kita memang butuh untuk ngafe, sekadar untuk melepas penat, namun jangan sampai menjadi candu.