Jadi, jangan menganggap sepele ketika masyarakat luas sudah kehilangan kepercayaan dan minat ketertarikan pada profesi sebagai petani. Tidak dapat dimungkiri, kebutuhan perkembangan pertanian di Indonesia semakin hari semakin canggih, yang artinya petani pun dituntut harus memiliki kemampuan untuk memanfaatkan teknologi-teknologi pertanian yang ada dengan sebaik mungkin.
Untuk memenuhi kebutuhan pertanian di era milenial ini tentu saja juga dibutuhkan tenaga-tenaga sumberdaya manusia yang mumpuni. Petani yang melek teknologi, petani yang energik, petani yang memiliki ilmu dasar pertanian, petani yang produktif dan inovatif serta petani yang memiliki mindset terus belajar untuk maju dan mengembangkan diri.
Oleh karena itu, regenerasi petani sangat penting diupayakan. Sosialisasi dan gerakan kampanye menyukai profesi petani harus disegerakan mulai di berbagai kalangan masyarakat. Bahkan, dengan menggandeng sektor pendidikan, sudah saatnya pembentukan karakter yang dekat dengan petani dikenalkan kepada anak-anak sekolah secara serius, mulai dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi. Kurikulum disajikan melalui kegiatan-kegiatan praktik bertani, seperti belajar bercocok tanam, wisata ala kampung, belajar mengenal berbagai jenis tanaman, sekolah kejuruan pertanian, dll.Â
Bahkan, sudah saatnya pada tahap pengenalan profesi (TK/SD) profesi petani dimasukkan pada kategori profesi yang setara dengan dokter, guru, pilot, polisi atau tentara. Hal ini bertujuan agar anak-anak mengenal profesi petani dan kemuliaannya sejak dini, sehingga diharapkan kelak mereka memiliki keinginan untuk mendalami ilmu-ilmu pertanian dan bangga menjadi petani yang dibutuhkan pada era milenial serta dapat berperan serta aktif memajukan pertanian di Indonesia dan mewujudkan peningkatan swasembada pangan di seluruh penjuru tanah air.
Jangan lupa, pemerintah juga harus serius dalam mengupayakan regenerasi petani sejak awal hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Misalnya dengan memperbanyak pemberian beasiswa bagi mereka yang tengah mendalami pendidikan di bidang pertanian, memperluas kesempatan praktik-praktik kerja di bidang pertanian, memperbanyak pelatihan-pelatihan bagi para petani, pemberian bantuan modal bagi generasi muda yang mau dan memiliki minat besar menjadi petani bahkan jika perlu diadakan peningkatan program sertifikasi bagi petani secara menyeluruh untuk meningkatkan kapasitas petani sebagai salah satu profesi utama di negeri yang memiliki hamparan persawahan yang sangat luas ini.Â
Jika di beberapa daerah telah ada sertifikasi petani kecil yang bersifat yurisdiksional, namun itu hanya berbatas pada petani sawit dan merupakan program gabungan dari pemerintah, sektor swasta dan perwakilan dari beberapa kelompok tani yang ada, maka sudah saatnya pemerintah berdikari untuk memberlakukan peningkatan program sertifikasi petani secara lebih komperehensif sehingga profesi petani lebih dihargai, diperhatikan dan ditingkatkan kesejahteraannya.
Dengan upaya-upaya regenerasi petani sejak dari awal, maka secara otomatis akan dapat merubah pola berpikir masyarakat, yang tadinya menganggap petani identik dengan kemiskinan, kebodohan, ketinggalan jaman, kurang mendapat perhatian, disepelekan, dll kini berubah menjadi anggapan bahwa petani adalah salah satu profesi yang mulia, menjanjikan, inovatif dan produktif serta memiliki peluang besar untuk berkembang lebih pesat.Â
Bahkan, melalui profesi petani juga dapat berperan membuka lapangan usaha baru, yang artinya juga dapat mendukung upaya peningkatan perekonomian negara melalui pengurangan angka pengangguran.
Yang harus diingat, bahwa secanggih dan semodern apapun teknologi yang ada, kebutuhan akan SDM yang berkualitas tetap menjadi prioritas utama bagi pembangunan di segala sektor kehidupan, termasuk sektor pertanian.
Nah, bagaimana ? masih ragu bercita-cita menjadi seorang petani ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H