Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masih Ragu Bercita-Cita Menjadi Petani?

2 Mei 2019   21:56 Diperbarui: 2 Mei 2019   22:19 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber:www.kuwera.id)

Cita-citaku...kepengen jadi dokter...

Cita-citaku...ingin jadi insinyur...

Cita-citaku...menjadi anak pinter...

Cita-citaku...ingin jadi presiden...

Ingat nggak lagu Susan Punya Cita-Cita yang dinyanyiin oleh Susan dan Ria Enes ? lagu yang sangat populer di era 90-an. Lagu yang menggambarkan cita-cita sebuah boneka bernama Susan yang ingin menjadi dokter, insinyur bahkan presiden. Lagu ini tentu saja mewakili cita-cita kebanyakan anak-anak pada umumnya, kalau nggak jadi dokter, guru, insinyur, presiden, pilot, polisi atau tentara.

Jujur saja, saya cukup kagum dengan kepopuleran profesi-profesi tersebut di mata anak-anak. Awalnya saya berpikir, mungkin karena profesi tersebut cukup banyak dan sering dijumpai anak-anak dimanapun. 

Namun, pada akhirnya naluri saya juga bertanya-tanya, kalau profesi tersebut populer karena sering dijumpai anak-anak, lantas kenapa profesi sebagai petani tidak termasuk dalam profesi yang populer dan dicita-citakan oleh mereka? Padahal petani itu kan sangat mudah ditemui, apalagi di lingkup pedesaan. Sampai saat ini, saya belum pernah mendengar cita-cita seorang anak yang saya tanyai menjawab "ingin jadi petani", hmmm...

Dari realita ini, saya mendadak miris, membayangkan bagaimana mungkin profesi petani yang tak kalah mulia dengan guru atau dokter begitu termarginalkan, seolah-olah pekerjaan menjadi petani itu bukan pekerjaan yang menarik dan menjanjikan. Padahal, berkat keringat petani lah kita bisa makan, bisa ekspor hasil pertanian bahkan bisa mewujudkan swasembada pangan.

Saat ini kita tengah berada pada era milenial yang serba digital. Teknologi serba modern dan canggih menjadi alat bantu manusia untuk mencapai tujuan, visi dan misi dengan lebih cepat, efektif dan efisien. Tanpa penguasaan terhadap penggunaan teknologi modern tersebut, maka bisa dipastikan kita akan tertinggal jauh yang berimbas pada lambatnya perkembangan pertanian di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Lantas, siapa yang bisa dan mampu menguasai teknologi terbarukan tersebut jika regenerasi petani tidak berjalan dengan baik. Kalau hanya mengandalkan kecakapan petani-petani konvensional yang rata-rata berada pada usia tua, tentu ini adalah upaya yang kurang efektif. Selain daya tangkap mereka untuk belajar telah menurun, tenaga yang tidak maksimal, mindset yang masih berada jauh di bawah era teknologi modern serta tingkat produktifitas yang minim, para petani konvensional juga memiliki keterbatasan dalam akses teknologi sehingga justru menyulitkan, bukan hanya diri mereka sendiri tapi juga dunia perkembangan pertanian secara lebih luas. 

Akibatnya, yang seharusnya inovasi dilakukan untuk penghematan anggaran dengan hasil yang maksimal, malah sebaliknya, anggaran membesar namun hasil tidak seperti yang diharapkan.

Jadi, jangan menganggap sepele ketika masyarakat luas sudah kehilangan kepercayaan dan minat ketertarikan pada profesi sebagai petani. Tidak dapat dimungkiri, kebutuhan perkembangan pertanian di Indonesia semakin hari semakin canggih, yang artinya petani pun dituntut harus memiliki kemampuan untuk memanfaatkan teknologi-teknologi pertanian yang ada dengan sebaik mungkin.

Untuk memenuhi kebutuhan pertanian di era milenial ini tentu saja juga dibutuhkan tenaga-tenaga sumberdaya manusia yang mumpuni. Petani yang melek teknologi, petani yang energik, petani yang memiliki ilmu dasar pertanian, petani yang produktif dan inovatif serta petani yang memiliki mindset terus belajar untuk maju dan mengembangkan diri.

Oleh karena itu, regenerasi petani sangat penting diupayakan. Sosialisasi dan gerakan kampanye menyukai profesi petani harus disegerakan mulai di berbagai kalangan masyarakat. Bahkan, dengan menggandeng sektor pendidikan, sudah saatnya pembentukan karakter yang dekat dengan petani dikenalkan kepada anak-anak sekolah secara serius, mulai dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi. Kurikulum disajikan melalui kegiatan-kegiatan praktik bertani, seperti belajar bercocok tanam, wisata ala kampung, belajar mengenal berbagai jenis tanaman, sekolah kejuruan pertanian, dll. 

Bahkan, sudah saatnya pada tahap pengenalan profesi (TK/SD) profesi petani dimasukkan pada kategori profesi yang setara dengan dokter, guru, pilot, polisi atau tentara. Hal ini bertujuan agar anak-anak mengenal profesi petani dan kemuliaannya sejak dini, sehingga diharapkan kelak mereka memiliki keinginan untuk mendalami ilmu-ilmu pertanian dan bangga menjadi petani yang dibutuhkan pada era milenial serta dapat berperan serta aktif memajukan pertanian di Indonesia dan mewujudkan peningkatan swasembada pangan di seluruh penjuru tanah air.

Jangan lupa, pemerintah juga harus serius dalam mengupayakan regenerasi petani sejak awal hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Misalnya dengan memperbanyak pemberian beasiswa bagi mereka yang tengah mendalami pendidikan di bidang pertanian, memperluas kesempatan praktik-praktik kerja di bidang pertanian, memperbanyak pelatihan-pelatihan bagi para petani, pemberian bantuan modal bagi generasi muda yang mau dan memiliki minat besar menjadi petani bahkan jika perlu diadakan peningkatan program sertifikasi bagi petani secara menyeluruh untuk meningkatkan kapasitas petani sebagai salah satu profesi utama di negeri yang memiliki hamparan persawahan yang sangat luas ini. 

Jika di beberapa daerah telah ada sertifikasi petani kecil yang bersifat yurisdiksional, namun itu hanya berbatas pada petani sawit dan merupakan program gabungan dari pemerintah, sektor swasta dan perwakilan dari beberapa kelompok tani yang ada, maka sudah saatnya pemerintah berdikari untuk memberlakukan peningkatan program sertifikasi petani secara lebih komperehensif sehingga profesi petani lebih dihargai, diperhatikan dan ditingkatkan kesejahteraannya.

Dengan upaya-upaya regenerasi petani sejak dari awal, maka secara otomatis akan dapat merubah pola berpikir masyarakat, yang tadinya menganggap petani identik dengan kemiskinan, kebodohan, ketinggalan jaman, kurang mendapat perhatian, disepelekan, dll kini berubah menjadi anggapan bahwa petani adalah salah satu profesi yang mulia, menjanjikan, inovatif dan produktif serta memiliki peluang besar untuk berkembang lebih pesat. 

Bahkan, melalui profesi petani juga dapat berperan membuka lapangan usaha baru, yang artinya juga dapat mendukung upaya peningkatan perekonomian negara melalui pengurangan angka pengangguran.

Yang harus diingat, bahwa secanggih dan semodern apapun teknologi yang ada, kebutuhan akan SDM yang berkualitas tetap menjadi prioritas utama bagi pembangunan di segala sektor kehidupan, termasuk sektor pertanian.

Nah, bagaimana ? masih ragu bercita-cita menjadi seorang petani ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun